15. malam itu

20 23 0
                                    

Saat ini sudah jam setengah enam Sore. Aku bertengger di motorku yang berada di depan sebuah warung dekat parkiran sekolah. Aku tidak sendiri, melainkan bersama dengan komunitas modifikasi motor yang berada di daerah ini, dan kebetulan satu sekolah dengan ku.

Sembilan orang yang kini bersama ku juga sedang bertengger di motornya masing-masing. Namun bedanya, motor-motor mereka sudah di modifikasi sedemikian rupa, hingga berbeda jauh dari motor keluaran pabrik yang aslinya. Motor-motor mereka memiliki macam-macam warna, seperti, hijau, kuning, kelabu, merah muda, dan biru. Warna-warna itu dihasilkan dari piloks yang mereka semprot kan pada body motor nya. Kemudian body motor mereka dilapisi oleh stiker bertuliskan ‘icon’ atau gambar bendera Thailand. Besi-besi yang ada pada motor mereka kebanyakan berwarna biru terang yang dikombinasikan dengan warna Emas, shock breaker nya memiliki tabung, dan knalpot yang bervariasi bentuk dan suaranya.

Sebenarnya aku tidak terlalu mengenal mereka, meskipun ke-sembilan orang itu satu sekolah dengan ku. Satu-satunya alasan ku berkumpul dengan mereka adalah, untuk sekedar menghilangkan rasa bosan saat menunggu Elisa yang sedang rapat OSIS. Ya, meskipun selama bersama mereka aku tidak banyak bicara dan lebih banyak mendengarkan saja, itu pun aku tidak mengerti dengan apa yang mereka bicarakan. Tapi, itu jauh lebih baik, daripada harus menunggu Elisa sendirian saat hari sudah mulai gelap seperti ini.

“ Wisnu? “ sebuah suara berhasil mengejutkan ku dan membuatku menengok kearah datangnya suara tersebut. Sembilan orang yang bersama ku juga menengok kearah datangnya suara tadi.

Aku tersenyum melihat orang tersebut yang tidak lain adalah Elisa “udah rapatnya? “ tanyaku basa-basi. Elisa melirik ke sembilan orang yang bersamaku dengan sedikit mengerutkan dahinya “ langsung pulang? “ Elisa kini menatap ku lalu mengangguk sebagai jawaban.

Aku langsung mengenakan helm, menyalakan motorku, dan setelah motorku sudah menyala, Elisa pun langsung menaiki motorku. Aku menglakson sebelum pergi meninggalkan tempat itu, sebagai tanda aku ingin pamit pada mereka.

Aku melajukan motorku dengan kecepatan sedang, hari sudah mulai gelap, hawa dingin pun sudah terasa. Tapi anehnya, Elisa sama sekali tidak memelukku, padahal dia tidak mengenakan jaket. Ada apa gerangan?.

Setelah jarak ku dengan sekolah sudah cukup jauh, aku merasakan ada yang aneh dengan motorku ini, ralat, maksudku motor yang ku pinjam dari bibiku ini, motor itu tiba-tiba melambat dengan sendirinya, hingga akhirnya mati total. Ahhh sial, kenapa harus mogok sih, umpat ku dalam hati.

Aku langsung turun dari motor itu dan melepaskan helm. Tentu saja Elisa ikut turun.

“ kenapa nu? “ tanyanya.

“ Kayaknya mogok sa”

“ kok bisa mogok sih? “ tanyanya lagi.

“ gak tau sa, soalnya ini bukan motor ku”

“ terus gimana dong? “

“ setau aku sih di dekat sini ada bengkel, biar aku dorong motor ini sampe bengkel itu “ jawabku “ kamu hubungi aja orang tua kamu biar bisa jemput”

“ terus kamu gimana? “

“ ya aku nunggu di bengkel, kamu juga nunggu di sana sampe orang tua kamu dateng, kalo orang tua kamu udah dateng, kamu langsung pulang aja, ini udah malem, aku gak mau kamu kenapa-napa “

Elisa hanya diam menatapku yang juga tengah menatapnya. Hingga akhirnya, ada suara deru motor merobek kesunyian diantara kami. Motor itu berhenti di belakang motor ku. Aku dan Elisa menoleh, untuk mengetahui siapa yang datang. Dari motor dan helm fullface yang ia kenakan, aku sudah tau siapa orang itu, dia adalah Eka.

LOMBATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang