In The Car

9.1K 505 4
                                    

Javaka POV

Pagi tadi Cindy mengantarkan sebuah dokumen yang membuat kepala ku pusing. Ya. Ini berkas pengajuan beasiswa S3 ku ke Harvard University yang aku ajukan beberapa tahun lalu. Ketika belum ada wacana perjodohan oleh kedua orang tuaku. Sebelum aku mengenal Orchid di hidupku.

Kenapa aku mengambil program ini? Sebelum aku ditunjuk menjadi CEO oleh para pemegang saham di perusahaan papaku ini aku hanyalah seorang karyawan dari sebuah lembaga penelitian sains milik pemerintah. Waktu itu hanya ingin mencoba peruntunganku saja. Tapi kenapa baru sekarang? Aku memijat pelipisku. Aku tau resiko dengan tidak diambilnya beasiswa ini. Sejujurnya ini salah satu mimpiku dari dulu. Ya sebelum aku mendapat jabatan seperti ini.

Aku harus mendiskusikan ini dengan papaku. Ya tentu. Di tengah pusingnya kepalaku ku dengar ponselku bergetar. Orchid mengirimiku pesan.

Jadi jemput saya?

Aku hampir lupa.

Saya jemput pukul 13.00. Balasku.

Aku berjanji akan menjemput Orchid di kampusnya hari ini karena mobilnya sedang masuk bengkel. Dan aku pun tak mengizinkannya untuk menggunakan ojek online. Sepertinya aku juga harus membicarakan masalah ini pada Orchid. Aku segera menyelesaikan beberapa pekerjaanku dan memanggil Cindy untuk membacakan jadwalku untuk siang nanti. Dan aku cukup lega ketika tau tak ada jadwal apapun setelah makan siang.

Javaka POV end

***

Orchidia POV

Beberapa hari kemarin aku merasakan nyeri yang sangat di pinggangku. Dan kemarin pagi aku memutuskan untuk menemui dokter di sebuah rumah sakit. Setelah berbagai pengecekan akhirnya hasilnya keluar hari ini. Aku menerima email dari rumah sakit tersebut. Aku membaca hasilnya. Jujur aku sangat terkejut. Ya. Aku di diagnosa menderita sakit ginjal stadium awal.

Aku takut. Ya sangat takut untuk mengetahui hal ini sendirian. Lalu aku memilih untuk segera menemui dokter yang sama secara langsung pagi tadi. Dokter itu hanya memberiku resep obat dan memintaku untuk minum air putih minimal 1,8 liter untuk setiap harinya dan tidak menahan untuk buang air. Lalu seperti mengingat beberapa bulan ini dengan kesibukannku mengurus skripsi, aku sangat tidak memperhatikan kesehatanku.

Dokter mengatakan untuk cek rutin tiap satu bulan sekali untuk tau perkembangan penyakitku. Peluang untuk aku sembuh sangatlah besar jika aku mau mematuhi apa yang dokter katakan. Ya aku harus sembuh. Dan aku tak akan memberi tahu siapapun tentang penyakitku ini. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Yakin ku dalam hati.

Setelah menemui dokter, aku harus ke kampus untuk mengembalikan toga wisudaku kemarin. Aku berangkat dengan ojek online karena mobilku harus masuk bengkel. Javaka tau akan hal itu dan berjanji akan menjemputku untuk pulang. Namun aku tak bercerita tentang aku bertemu dokter pagi tadi. Dan aku tak berniat untuk memberi tahunya.

Aku bertanya pada Java apa dia jadi menjemputku dan dia bilang akan menjemputku pukul 13.00. Dan sekarang baru menunjukkan pukul 12.08. Aku yang telah menyelesaikan urusanku memutuskan untuk pergi ke perpustakaan. Mengambil sebuah novel dan membacanya. Novel ini sangat tebal. Entah judulnya apa. Tapi tebalnya setebal skripsi anak teknik. Batinku.

Namun tak dapat dipungkiri bahwa aku masih memikirkan tentang penyakitku. Apakah aku akan menemui kematianku karena penyakit ini? Apakah aku akan meninggalkan mereka semua? Mama papa kakak teman-temanku atau bahkan meninggalkan Javaka? Pria yang sejak kemarin malam resmi menjadi calon suamiku setelah ia melamarku di depan keluargaku dan keluarganya. Meskipun acaranya simple, namun sangat berkesan untukku.

Tiba-tiba air mataku menetes memikirkan semua itu. Rasanya aku tak sanggup melihat respon mereka tentang penyakitku. Aku harus sembuh. Batinku. Aku menyemangati diriku sendiri. Lalu aku menghapus air mataku ketika suara getaran ponselku terdengar.

Wonder To Be Loved By YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang