Morgan's Stories

4.1K 352 13
                                    

Orchidia POV

"Jika bukan karena mama, gue akan langsung pergi ketika mendengar suara-suara kalian" ujarnya dengan nada sangat kesal dan langsung menerobos masuk dan memilih duduk di pantry.

Sementara itu aku dan Javaka hanya bisa terdiam karena terkejut dengan kedatangan Morgan dan juga ketahuan kalau kita baru saja bercinta. Di sofa. Apa karena Morgan tau sofa itu bekas percintaan kami jadi dia memilih duduk di pantry? Sungguh aku ingin sembunyi karena malu.

"Salah sendiri kau ke sini dadakan tanpa ada kabar" balasku tak kalah kesalnya.

"Jangan dekat-dekat" dia menghentikan langkahku yang akan mendekatinya. Aku mengernyitkan dahiku. Khawatir.

"Biarkan aku mandi dan mengganti pakaianku. Ya meskipun aku bisa ke sini karena bebas Covid-19 tapi tak ada yang tau kalau ada salah satu dari mereka menempel di bajuku" ujarnya. Aku mendesah lega. Karena aku khawatir bau percintaan kami masih menguar. Tak sia-sia tadi aku sempat menyemprotkan pengharum ruangan sebelum Morgan masuk.

"Kau bisa menggunakan kamar di sebelah sana" ujar Java menunjukkan kamar di bawah tangga. Tak pernah di pakai untuk tidur tapi aku selalu membersihkannya jadi bisa langsung digunakan. Hanya aku menempatkan beberapa barang di sana.

"Baiklah. Tapi sebaiknya kalian juga mandi. Kalian tau maksudku. Bahkan baunya menerobos masuk melalui maskerku" ujar Morgan dengan senyum jailnya.

"Kau resek sekali kak" aku menggeram karena kesal dan malu. Aku harap wajahku tak semerah kepiting rebus. Sementara orang di sampingku terdiam dan hanya mengendikkan bahunya.

Tak ingin mendengar ucapan Morgan yang lainnya aku bergegas ke atas menuju kamarku dengan kaki yang ku hentakkan. Ku dengar Morgan tertawa puas. Dan dengan samar masih ku dengar pembicaraan mereka sebelum aku masuk ke dalam kamar.

"Memang masih bau?" Entah sengaja atau ingin tau, Java bertanya pada Morgan.

"Tidak. Aku hanya ingin menggoda Orchid. Kau tau itu menyenangkan melihatnya kesal" balasnya Morgan yang membuatku semakin kesal saja. Dia mempermainkan aku. Jelas. Setelah itu aku menutup pintu dengan agak keras berharap mereka berdua mendengarnya.

Aku bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Aku membersihkan diriku. Beruntungnya Javaka tidak meninggalkan tanda di bagian yang bisa terlihat. Saat tengah menyabuni tubuhku, pintu terbuka.

"Aku belum selesai" ujarku saat Javaka berdiri di depan washtafel. Tentu saja ucapanku tak akan menghentikannya. Terbukti dia membuka pakaian yang melekat di tubuhnya. Dan bergabung denganku.

"Hanya mandi" tukasnya. Aku pun mengangguk setuju. Dan kami benar-benar hanya mandi. Aku pun lega karena pria itu tak bertindak semaunya. Mungkin karena ada Morgan di bawah.

Sehabis mandi, aku bergegas ke bawah berniat menyiapkan minum untuk Morgan. Tapi ku lihat dia sudah mendapatkannya. Morgan sedang mengeluarkan sesuatu dari tas yang dia bawa.

"Mama memintaku ke sini karena ini" ujarnya. Aku segera mendekatinya untuk melihat apa itu. Lalu senyumku terbit. Rendang. Aku langsung membayangkan rendang buatan mama di lidahku.

"Mama memang terbaik" tukasku dan mencoba mengambil sepotong daging yang sangat menggoda itu.

"Kalau aku gag ke sini mana bisa kau memakannya" ujarnya sembari berdecih.

"Iya-iya. Makasih. Tapi enaknya di makan sama nasi hangat" ujarku. Morgan setuju padaku. Lalu aku bergegas memasak nasi.

"Jadi alasan kakak kesini apa?" Tanyaku sembari mencuci beras.

"Aku menyusul Gio yang ada kerjaan di New York sekaligus menengok keluarganya. Tapi aku malah disuruh mama nganterin rendang ke sini. Aku menyesal memberi tahu mama" jelasnya membuatku tertawa puas.

Wonder To Be Loved By YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang