The Day

5.8K 406 2
                                    

Orchidia POV

Aku masih bergelung dibawah selimutku yang hangat ketika beberapa kali ku dengar suara gedoran pintu. Aku menggeliat pelan untuk mencari posisi yang nyaman tanpa memedulikan suara berisik di luar sana. Namun semakin ku abaikan suara itu semakin keras dan sangat mengganggu di telingaku.

Lantas aku mengerjapkan mataku perlahan dan bangkit dari posisi tidurku, kini aku terduduk dikasur empuk ini. Ku lihat sekeliling. Aku panik ketika mengingat sesuatu. Lalu seperti memyetujui ingatanku, suara perempuan yang sangat aku kenal berhasil membuatku benar-benar beranjak dari ranjangku.

Aku menepuk dahiku lalu berjalan ke arah pintu yang sedari tadi mendapat gedoran. Dengan muka bantalku aku membuka pintu dan dengan muka bersalahku dan menyiapkan diri untuk mendapatkan omelan wanita yang kini memasang muka marahnya.

"Kamu mau membatalkan pernikahan kamu sendiri gadis nakal?" Omel mamaku dengan suara kerasnya membuatku berjengit sembari menarikku kembali ke dalam kamar tadi dan mendorongku ke arah kamar mandi.

"Kalau kamu tidak selesai dalam lima menit mama akan menghapus nama kamu dari keluarga" ancamnya membuatku bergidik ngeri.

Aku hanya diam karena memang ini salahku. Bahkan aku lupa dengan hari pernikahanku. Ya aku akan menikah. Tanpa membuang waktu aku dengan cepat membersihkan diri. Setelah selesai aku hanya membalut tubuhku dengan bathrobe yang disediakan hotel ini. Aku keluar dan tidak mendapati mama.

"Bahkan kamu ingin mengacaukan pernikahan kamu sendiri hmm?" Bukan mama, melainkan pria yang akan bersanding bersamaku di altar. Javaka nampak sangat tampan dengan balutan kemeja putih dan celana bahan hitamnya tanpa jasnya. Bahkan dia sudah bersiap. Sementara aku masih dalam balutan bathrobe ku. Aku mengumpat dalam hati. Baru kali ini aku menyesali bukan menjadi dari golongan morning people. Aku berjalan mendekatinya.

"Sorry" ucapku menatapnya dengan rasa bersalahku. Dia mengecup singkat keningku sebelum suara ketukan pintu terdengar. Javaka membuka pintu lalu nampak beberapa orang membawa segala keperluan ku untuk bersiap. Javaka terlihat tersenyum padaku lalu meninggalkan kamarku.

Orang yang tadi masuk ke kamarku memintaku untuk duduk di meja rias. Aku menurutinya. Karena waktu tinggal satu jam sebelum acara dimulai aku meminta mereka untuk meriasku dengam make up yang natural. Setengah jam mereka menyelesaikannya. Lalu salah satunya memberikan gaun yang akan aku kenakan.

Ketika mereka tengah merapikan hiasan rambutku ku dengar pintu terbuka dan menampilkan papa, mama dan Morgan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika mereka tengah merapikan hiasan rambutku ku dengar pintu terbuka dan menampilkan papa, mama dan Morgan. Mereka tersenyum namun Morgan bersiap untuk merecokiku.

"Gue kira lu bakal batal nikah gegara lu tidur kek kebo" sindirnya sembari duduk di ranjang. Aku hanya menyengir tak berniat membela diri. Setelah semua siap, kami keluar dari kamar dengan papa menggandeng tanganku.

Sedangkan Morgan memberi kode jika aku sudah siap. Lalu mama terlihat memasuki ballroom itu. Ku dengar MC itu mempersilahkan papaku dan aku memasuki ruangan yang akan menjadi saksi pengikatan janji suciku bersama Javaka. Jantungku berdebar kencang. Aku menggenggam lengan papaku dengan erat.

Lalu perlahan langkah kami memasuki ballroom hotel. Ku lihat Javaka telah berdiri di dekat pendeta. Dia menatapku tajam hingga papaku menyerahkan aku pada Javaka. Dan membawaku ke depan pendeta. Kami mengucap janji pernikahan dengan khidmat. Kemudian kami memasangkan cincin di jari masing-masing. Pendeta meminta Javaka untuk menciumku sebagai tanda kami telah resmi sebagai pasangan suami istri. Tamu undangan pun riuh memberikan tepuk tangan. Berhubung di tengah pandemi, kami memutuskan hanya mengundang keluarga dekat dari kedua keluarga. Meskipun begitu tak mengurangi kebahagiaan kami.

Javaka mengajakku turun dari altar dan melangkah ke arah mama papaku. Ku lihat mamaku mulai menangis ketika aku memeluknya. Akupun tak mampu membendung air mataku lagi. Memberiku sederet nasehat untuk menjadi istri yang baik. Sedangkan aku hanya mengangguk dan berterima kasih pada wanita yang terlihat cantik dengan kebaya berwarna peach itu.

Ku lihat papaku tengah memeluk Javaka dan ku dengar dengan samar nasehat yang papa berikan. Papa terdengar jelas menyerahkan aku pada Javaka dan menyuruhnya untuk menjagaku selalu. Pria yang telah resmi menjadi suami ku itu dengan tegas menjawab keinginan papaku.

Kami bergantian. Aku memeluk papaku erat. Aku memang tak terlalu dekat dengan papaku karena jarangnya papa di rumah. Namun hubungan kami sangat baik. Bahkan aku masih sering bermanja padanya jika papa sedang berada dirumah. Papaku memelukku erat ketika aku kembali terisak.

Papaku berpesan untuk menjaga kesehatanku. Dan banyak hal yang ia sampaikan padaku. Papa pun meminta maaf karena jarang memberikan perhatian lebih karena kesibukannya. Aku semakin terisak. Aku merasa semua itu bukan apa-apa melihat apa yang papaku lakukan demi keluarganya.

Tangisku berhenti ketika ku hampiri Morgan yang tak mau memelukku namun malah mengusap rambutku. Aku sempat menghindar karena ku kira dia bakal merusak tatanan rambutku. Hubungan kami layaknya kakak adik seperti lainnya yang sering bertengkar dengan jarak umur yang tak berbeda jauh.

Dia mengeluarkan sapu tangan lalu menghapus air mataku. Aku yang terharu langsung memeluk pria ini. Dia meledekku cengeng. Tapi memang itulah aku. Lalu aku bergeser ke perempuan yang berdiri di samping Morgan yang sedari tadi menikmati interaksiku bersama Morgan. Dia memberiku selamat dan memelukku singkat.

Ya dia Giorgina. Wanita Morgan. Ah ternyata aku salah. Morgan bukan pria payah yang tak bisa mendapatkan perempuan cantik. Lihatlah perempuan berambut blonde dengan manik greynya yang terlihat sangat cantik itu. Aku menggodanya untuk segera menyeret Morgan ke altar. Namun Giorgina hanya terkekeh.

Kebersamaan kami berlanjut ke meja makan. Selain keluargaku kami makan bersama dengan keluarga Javaka. Kami memutuskan tidak mengadakan pesta pernikahan mengingat kondisi saat ini tak memungkinkan maka kami menggantinya dengan acara yang lebih intim bagi kedua keluarga. Dan aku bisa merasakan kehangatan mereka disini.

Kebahagiaanku terasa lengkap mendengar tawa mereka sembari bercerita tentang masa kecil ku dan Java. Javaka berberapa kali meminta mamanya untuk berhenti namun mamanya tak menghiraukannya membuat Javaka merajuk. Aku yang melihat itu terkekeh geli lalu memberi usapan pelan dilengannya. Diapun tersenyum dan memberikan kecupan singkat dibibirku yang membuat mereka riuh. Aku hanya bisa menutup wajahku dengan kedua tanganku karena merasa malu dengan tindakan yang Javaka lakukan. Sangat sempurna, batinku.

Orchidia POV end

....

Sorry gag banyak percakapan disini ya guys. Karena aku ingin menciptakan suasana yang terkesan khidmat disini hehehe. Enjoy guys.

Wonder To Be Loved By YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang