Javaka POV
Aku terbangun ketika ku dengar suara rintihan seseorang. Suara itu sangat dekat denganku, tepatnya di sampingku. Seakan tersadar tak ada orang lain selain aku dan Orchid aku pun segera membuka mataku. Aku panik ketika Orchid memegangi pinggang kirinya. Ya Tuhan jangan katakan kalau Orchid kambuh lagi.
"Dimana obatmu?" Tanyaku sambil bangkit dan duduk di depannya.
"Obatku habis" jawabnya dengan masih meringis kesakitan. Ku lirik jam menunjukkan pukul 11 malam. Ya kami baru tertidur sekitar 1 jam lalu.
"Bagaimana bisa sampai kehabisan? Kenapa gag bilang sama saya?" Cecarku sedikit emosi karena sikapnya yang seakan tak peduli dengan tubuhnya sendiri. Aku langsung mencari kunci mobilku. Mencari coat milik Orchid dan milikku sendiri. Lalu memakaikannya.
Aku menggendongnya sampai ke mobil. Aku mencari rumah sakit terdekat. Syukurlah hanya berjarak 10 menit. Ku kemudikan mobilku dengan kecepatan penuh tapi tetap hati-hati. Sementara Orchid hanya terdiam menahan sakitnya yang terlihat dari wajahnya yang berkeringat.
Sesampainya di depan rumah sakit aku membawa Orchid keluar dan menggendongnya sampai di lobi. Ku dudukkan dia di bangku panjang itu. Lalu aku mendekati resepsionis menanyakan apakah masih ada dokter spesialis penyakit dalam yanh masih bertugas. Resepsionis itu memberiku kursi roda untuk Orchid dan mengantar kami ke lantai 3.
Aku cukup lega ketika tak ada antrian di sana. Setelah urusan administrasi ku selesaikan, Orchid di panggil. Aku menemaninya. Dokter paruh baya itu mulai menanyai dan mengecek kondisi Orchid. Orchid menjawabnya dengan terbata dengan masih menahan sakitnya. Hatiku teriris melihatnya yang seperti ini. Sungguh aku bahkan jarang menanyai kondisinya dan obat-obatannya. Aku sangat menyesal.
Aku bahkan tak terlalu mendengar apa yang dokter itu jelaskan. Aku hanya menangkap Orchidia kambuh karena telat meminum obatnya. Setelah itu aku bertanya apakah tidak ada pengecekan lain yang diperlukan dan sang dokter berkata pengecekan lanjutan akan dilakukan jika Ochid tidak membaik setelah meminum obat. Aku pun mengangguk. Dokter memberiku resep obat yang harus ku tebus. Lalu kami keluar dari ruangan dokter.
"Tunggulah sebentar disini" ujarku sambil mendudukkannya di bangku tunggu dan aku bergegas ke arah tempat untuk menebus obat.
Sekembalinya aku langsung meminta Orchid meminum obatnya. Aku menungguinya sampai beberapa waktu. Aku hanya ingin tau apakah Orchid memerlukan pemeriksaan lebih lanjut atau tidak. Sekitar 10 menit berlalu.
"Aku merasa lebih baik. Bawa aku pulang" ujarnya dengan kepalanya masih bersandar di bahuku.
"Kau yakin?" Tanyaku ragu. Orchid hanya mengangguk.
"Aku sangat mengantuk Jav" aku pun paham dan lansung memapahnya untuk duduk di kursi roda. Aku mendorongnya dan kami berniat pulang.
***
Aku membaringkannya di ranjang dan menyelimutinya. Ku lihat wajah dengan mata terpejamnya sudah tak sepucat tadi. Semoga dia benar-benar tak sakit lagi. Aku mengusap wajahnya. Dia mengerjap. Lalu menatapku.
"Maafkan aku membuatmu khawatir" bisiknya lirih.
"Jangan mengulanginya saya tak suka" jawabku. Dia hanya mengangguk.
"Maafkan saya. Saya bahkan tak pernah memperhatikan kondisimu" ucapku. Dia menggeleng cepat.
"Ini salahku. Aku hanya terlalu ceroboh sampai tak ingat kalau obatku habis" balasnya dengan wajah bersalahnya.
"Apa sangat sakit?" Tanyaku lagi. Dia mengangguk. Aku lemas. Rasanya aku tak akan mampu lagi jika harus melihatnya kesakitan seperti itu. Aku harus segera mencari dokter yang bisa menyembuhkannya. Tekadku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonder To Be Loved By You
Romance[HIATUS] Gadis itu terlihat fokus membaca sebuah novel tebal setebal skripsi anak-anak teknik. Namun sebenarnya pikirannya melanglang buana entah kemana. Hingga suara getaran ponselnya mengembalikannya ke tempat seharusnya. Lalu membaca sebuah pesan...