[0.7] lembar tujuh

357 63 0
                                    

Biasanya setiap suasana hatinya lagi buruk, Adlyne selalu duduk di teras balkon kamarnya, dengerin lagu galau sambil lihatin langit, ditemani kucing sama sepoi-sepoinya angin malam.

Baru beberapa menit lalu dia teleponan sama Alice, cerita panjang lebar sama apa yang dia alamin hari ini, mulai dari ketemu anak geng motor sekolah sebelah sampai lihat Daniel yang lagi jalan sama pacarnya.

Adlyne masih nggak nyangka aja kalau cowok soft kayak Daniel itu udah punya pacar, tapi kalau dipikir-pikir ya normal aja sih, secara itu cowok kurang apa sih? Pinter iya, baik iya, soft iya, gentle iya, ganteng iya, paket lengkap banget, saking lengkapnya Adlyne sampai nggak bisa sebutin kelebihan cowok itu satu-satu.

Sejujurnya, dia nggak berharap buat pacaran sih, cuma suka aja, suka sama perasaan debar-debar dia waktu lagi perhatiin doi. Ya Adlyne sadar diri lah, dia yang kayak rengginang begini masa berharap sama cokelat batangan kayak Daniel? Mimpi banget.

Maka dari itu, Adlyne naksir aja, sambil memperdekat diri lebih dari sekedar kenal atau paling nggak sering interaksi sama doi, dia rela buang waktunya buat masuk organisasi yang sama, tapi ya namanya hidup, kadang realita nggak selalu sesuai rencana.

Adlyne juga nggak mungkin naksir pacar orang.

"Capek banget ya jadi manusia? Coba aja gue jadi kucing, tinggal makan, tidur, main, makan, tidur, main, nggak usah mikir sekolah, mikir rumah, apalagi mikir masa depan," monolog Adlyne, mengusap-usap bulu kucing gembul berwarna oranye yang sudah lama dia pelihara.

Bukan kucing mahal, cuma ras biasa, kucing kampung yang dia temuin di pasar waktu ikut mamanya belanja.

"Ayah sama Denzel tuh ya, kalau dibilangin susah banget, coba tiap buka sesuatu itu ditutup lagi, biar rapi!"

Suara nyaring yang berasal dari rumah sebelah itu membuat Adlyne refleks mengangkat kepalanya.

"Ya maap, Bun, orang lupa!"

Lalu terdengar suara Denzel yang menyahuti teriakan bundanya.

"Lupa mulu, kapan ingatnya?!"

Adlyne mengulas senyum tipis, membayangkan watados-nya Denzel pas dimarahin bundanya, tapi senyuman itu nggak berlangsung lama sewaktu tiba-tiba lagu yang terputar dari ponsel berhenti karena sebuah notifikasi pesan.

Mengangkat ponselnya, Adlyne membaca sederet pesan yang dikirim papanya, melalui notifikasi layar kunci.

Papa:
Papa udh cariin tempat lesnya. Lusa km mulai les.

Saking seringnya berisik dan pasang muka jutek, sekali diem, Adlyne langsung mengundang tanda tanya besar dari teman sebangkunya.

Menyentuh kening Adlyne, Alice mengerutkan dahinya. "Lo sakit?" tanya cewek itu, entah sudah berapa kali menanyakan hal yang sama.

Tapi respons yang dikasih Adlyne tetap sebuah gelengan dan kata "nggak pa-pa."

"Seriusan? UKS aja kalau sakit, ayo gue anter,"

Adlyne menggeleng lagi. "Sehat. Lo istirahat sana, ke kantin duluan nggak pa-pa, ntar kalau mau gue nyusul."

"Terus kenapa? Masih galau gara-gara Kak Daniel udah punya pacar?" tanya Alice, menyinggung topik yang sempat mereka bahas semalam, dimana Adlyne meneleponnya dan bercerita dengan dramatis.

Bittersweet Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang