[14] lembar empat belas

327 61 3
                                    

Adlyne nggak tau, apa motivasi orang yang udah bikin lokernya hari ini jadi nggak enak dipandang dan berantakan kayak gitu, yang pasti Adlyne kesal dan marah banget. Iya, siapa yang nggak marah kalau loker tempat dia simpan barang-barang pribadi itu jadi kotor padahal tadinya rapi dan bersih.

Alhasil, selama jam istirahat dia harus relain waktunya buat bersihin loker, untung dibantu sama Alice.

"Dasar gila, kurang kerjaan banget sih, awas aja kalau ketemu orangnya, gue tonjok beneran!" gerutunya sembari membasuh tangan, lalu menghela napas kasar, menatap pantulan dirinya di cermin untuk merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.

Beberapa saat kemudian, Adlyne refleks menoleh ketika melihat pantulan orang lain dari cermin di depannya, di mana ada tiga cewek dengan penampilan mencolok, berdiri di belakangnya.

Mulai lagi nih tiga curut, batin Adlyne saat tau siapa yang sekarang lagi berdiri angkuh di belakangnya itu.

Dia nggak sepelupa itu buat nggak ingat wajah cewek nggak jelas yang udah labrak dia di kantin waktu itu, tapi dia lagi males ribut, jadi selesai cuci tangan, Adlyne langsung berlalu pergi, buat keluar kamar mandi.

Tapi waktu mau keluar, kakinya malah dijegal salah satu dari mereka, membuat kening Adlyne nyaris kejedot tembok.

"Mau ke mana? Buru-buru amat," ujar si dalang, mendekati Adlyne.

"Nggak usah sokab, gue nggak punya urusan sama lo bertiga." Adlyne berujar datar, waktu mau pergi, mereka bertiga malah pasang badan menghalanginya.

"Nggak punya tata krama ya, lo?! Cuma karena Leon lebih milih buat belain lo waktu itu dan lo jadi besar kepala? Haha, jangan ngarep, cewek gembel kayak lo jauh dari tipe dia! Sadar diri dong!" seru Zara, menatap tajam kedua bola mata Adlyne.

Adlyne membuang wajah dan berdecih. "Nggak salah? Gue? Sadar diri? Harusnya lo dong. Yang gatel 'kan elo, kok yang sadar diri gue? Lawak."

Emosi Zara tersulut, hampir saja tangannya melayang untuk menjambak rambut Adlyne, tapi suara lantang yang menginterupsi membuat atensi mereka terbagi.

"Keluar!" Terlihat seorang perempuan cantik dengan rambut terurai menghampiri mereka.

"Nggak denger gue bilang apa? Keluar!" seru cewek itu lagi.

Seketika nyali Zara menciut, dia kenal siapa cewek ini, hampir semua cowok di angkatannya, bahkan adik kelas juga, nggak ada yang nggak suka sama dia.

Namun memang sudah dasarnya Zara itu keras kepala, jadi nggak mungkin dia nurut gitu aja. "Sorry ya, tapi kita nggak punya urusan sama Kakak, jadi tolong Kakak nggak usah ikut campur. Pura-pura aja nggak liat, lagian ini nggak rugiin Kakak, 'kan?" ujar Zara, angkuh.

Cewek cantik itu tertawa sarkas. "Harusnya, lo itu malu, udah kalah logika, bukannya sadar diri malah main fisik begini? Lo kira dengan kayak gitu, lo jadi keliatan keren? Jatuhnya cupu, bodoh."

Tangan Zara mengepal rapat, hidungnya kembang-kempis karena marah. Kepalang kesal dan malu, akhirnya dia memilih buat pergi, sebelum itu dia sempat menatap Adlyne, seolah berkata, urusan kita belum selesai.

Bukannya takut, Adlyne malah menjulurkan lidahnya mengejek, sambil melafalnya kalimat, "Nggak peduli." Tanpa suara.

Begitu Zara dan dua antek-anteknya tadi keluar, Adlyne langsung mendongak pada cewek yang kalau nggak salah kakak kelas dua tingkat di atasnya itu. Adlyne sempat kaget beberapa saat, sewaktu cewek itu berbalik, menghadap dia dan melempar sebuah senyum.

Bittersweet Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang