Tarik napas, buang, tarik napas, buang. Hal itu sudah dilakukan Adlyne untuk kesekian kalinya, nggak tau kenapa dia jadi deg-deg an. Alice sempat memberi tau anak cowok kelompoknya tadi buat beli aquarium bareng-bareng pulang sekolah. Adlyne was-was banget kalau Denzel nggak mau ngasih tumpangan, dan malah nyuruh dia buat nebeng sama Leon aja.
"Aaa, enggak! Nggak mau!" teriak Adlyne bergeleng cepat, tiba-tiba.
Membuat Alice yang sedang berjalan di sampingnya pun menoleh terkejut. "Lo kenapa dah? Suka amat ngomong sendiri?"
"Lice, serius, pokoknya nanti gue nebeng Denzel aja ya, soalnya Denzel lebih ganteng, apalagi pake vespa," pinta Adlyne dengan kalimat alasan yang tidak masuk akal.
"Edan," balas Alice, geleng-geleng heran.
Dan pas sampe parkiran, bahu Adlyne merosot begitu melihat jok belakang motor Denzel sudah diambil alih oleh Jevano. Tapi melihat belakang motor Kevin masih kosong, Adlyne buru-buru lari samperin.
"Kepin, gue sama lo!" serunya.
"Sama gue aja, nanti lo nyesel kalau udah tau rasanya dibonceng sama Kepin," ujar Leon, mencegah Adlyne untuk tidak berboncengan dengan Kevin.
"Ihh, Jel! Lo tadi pagi 'kan sama gue, kenapa sekarang sama Jepano sih?!" seru Adlyne mengabaikan perkataan Leon tadi.
Jevano meringis. "Hehe, ya maap, Lyne, gue nggak bawa motor, joknya Denjel doang yang enak didudukin, mending sia sama Leon tuh, biar kayak Boy sama Repa, mantep tuh!" ujar Jevano seolah tak bersalah.
"Gue sam- Alice lo kok udah naik di situ sih?! Gue duluan yang bilang sama Kepin!" teriak Adlyne, kaget lihat Alice udah mejeng duluan di motornya Kevin.
Alice menjulurkan lidahnya. "Siapa cepat dia dapat, bener kata Jepano, lo sama Leon aja, biar so sweet." Alice mengedipkan sebelah matanya, membuat Adlyne beneran pengen nangis sambil nyakar muka Alice.
"Setan, lo!" makinya kesal.
Adlyne melirik Leon dengan sudut matanya, entah salah lihat apa nggak, Leon sedang tersenyum ke arahnya. Tolong, jangan disenyumin, kasian jantung Adlyne.
"Buruan, Lyne, nanti kemaleman," seru Alice, mendorong bahu Adlyne untuk segera naik ke atas motor Leon.
Mencak-mencak dalam hati, Adlyne akhirnya membuang napas pelan. Ya mau gimana lagi, salahnya juga kenapa nggak milih bawa motor sendiri aja.
Kalau udah begini 'kan Adlyne sendiri yang repot.
"Nih, pake." Leon memberikan helm pada Adlyne.
"Punya siapa?" tanya Adlyne, menatap helm berwarna merah muda yang diberikan Leon.
"Punya gue. Udah ngeramal kalau kita bakalan boncengan hari ini," ujarnya sok ala Dilan, membuat Adlyne menaikkan sudut bibir kiri atasnya, dengan tampang yang seolah bilang, "Idih, si najis, idih idih."
"Dukun lo?" sahut Adlyne, menarik helm itu dan segera memakainya. Ya mau nggak mau, dia beneran nebeng bareng Leon, untuk kedua kalinya. Mana ini motor nggak ramah rok lagi.
"Bentar," sela Leon, sebelum Adlyne naik ke motornya. Cowok itu mengambil jaket hijau yang pernah dipakai Adlyne sewaktu insiden tembus tempo lalu, lantas memberikannya pada Adlyne lagi. "Pake ini, biar aman," ujar Leon, membuat wajah Adlyne merah.
Bukan merah karena salting, bukan banget, tapi merah karena malu, malu keinget apa yang pernah terjadi sewaktu Leon pinjamin jaket ini ke dia waktu itu. Benar 'kan, kata Adlyne, kejadiannya emang beberapa menit, tapi malunya seumur hidup.
"Eaaa, merah tuh, Lyne, baper yaaa??" goda Jevano, ketika melihat wajah malu Adlyne.
Baper pala bapak lo! batin Adlyne kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet
Teen Fiction[ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] REPUBLISH ( TELAH DIREVISI & ROMBAK ULANG ) ──────────────── Adlyne nggak pernah percaya sama yang namanya, "Enemies to Lovers." Karena sejak awal dia bertemu Leon, cowok tengil bin rese yang dia juluki manusia setengah se...