Empat : Perintah

1.7K 389 28
                                    

Disclaimer.
Cerita ini fiksi semata yang terinspirasi dari Prajurit tangguh di Negeri ini untuk hiburan.
Jika ada beberapa bagian yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya itu adalah bentuk dramatisasi penulis.
Harap di maklumi dan tidak di permasalahkan tulisan yang bersifat hiburan ini.
Happy reading reader.
Enjoy

"Mau sampai kapan kamu membuat ulah, Ga? Kamu cuma Ayah minta buat urus perusahaan karena kamu satu-satunya laki-laki di keluarga Heryawan, dan kamu cuma bikin Ayah pening."

Suara Ayah yang bergema di ruang kerja ini sama sekali tidak membuatku bergeming, teriakan keras Ayah bukanlah hal baru untukku, hal buruk yang terasa begitu lumrah untukku saking terbiasanya.

Dan membiarkan beliau berbicara sepuasnya adalah langkah paling tepat untuk mengakhiri kemarahannya.

"Sudah hampir 6kali dalam sebulan ini kamu lari dari bisnismu, dan selama itu staff Ayah selalu di buat pusing dengan ulahmu, main ke balapan liar, ketangkep Polisi karena jadi bandar balapan, tiap hari ke Club, tiap hari juga ke gap sama wanita nggak jelas, Ayah pusing, Ga!"

Aku hanya tersenyum tipis melihat suara frustasi Ayah yang mengeluhkan tentang apa yang aku lakukan sebagai hiburan di sela kesibukanku mengurus perusahaan keluarga. Menjadi anak laki-laki satu-satunya dengan dua orang Kakak perempuan yang sudah menikah dengan para pengusaha sukses membuat beban tersendiri di diriku saat kembali ke Negeri ini.

Dan saat aku berada di titik lelah dan jenuhku mengurus perusahaan dan berusaha mencari hiburan, aku justru di perlakukan seperti maling ayam oleh para Pengawal menyebalkan itu.

Kebebasan yang selama ini kudapatkan selama di luar negeri hanya dengan menjadi anak Ayah tanpa embel-embel anak presiden sudah tidak kudapatkan lagi selama masa jabatan Ayah menjadi orang nomor satu di Negeri ini.

Seperti hari ini, niat hatiku melarikan diri tidak sesukses biasanya karena bertemu dengan wanita barbar yang menghajarku tanpa ampun, bahkan rasanya tangan dan kakiku masih berdenyut nyeri karena pukulannya.

Wanita cantik bermata tajam dan berbibir paling sexy yang pernah aku temui, konyol memang, di tengah kekesalanku karena ulahnya yang membantu Hasan karena menghentikanku, aku masih bisa memperhatikan setiap bentuk wajahnya.

Bukan hanya membuatku kesal karena sudah memukuliku seperti buronan, tapi dia juga membuatku kesal karena satu-satunya orang yang menyuruhku meminta maaf.

Ayolah, aku ini seorang Heryawan, dan seorang Heryawan tidak akan meminta maaf pada siapa pun.

Tapi sudut hatiku menepis apa yang baru saja bergumam di dalam hatiku ini saat melihat kamera rusak yang kuletakkan di atas meja Ayah, menyentuhnya kembali membuatku meringis melihat kerusakannya yang cukup parah.

Pantas saja perempuan galak tadi marah-marah sambil melotot ngotot memintaku bertanggung jawab dan meminta maaf padanya, jika tahu separah ini, aku tidak akan memintanya berhenti bersikap formal padaku, biar saja dia bersikap segan dan tidak memperpanjang masalah denganku.

"Harusnya kamu itu mulai berpikir dewasa, Ga. Dua Kakakmu bahkan sudah menikah. Bukan malah bikin Ayah makin pusing dengan semua tingkahmu yang begajulan itu."

Kembali mengabaikan Ayah yang masih saja terus memprotes setiap tindakanku, aku memilih meraih kartu SD yang ada di camera tersebut, memindai setiap hasil bidikan perempuan galak itu di ponselku, dan hasilnya, aku di buat terpana oleh setiap gambar yang aku temui.

Bukan foto narsis seperti layaknya perempuan pada umumnya, tapi lebih banyak pada foto estetik dari pemandangan umum di sekeliling kita, mulai dari gemerlap lampu kota, potret secangkir kopi di gelas plastik, hingga potret dua orang yang sedang memandang dalam diam di Kota Tua sore tadi yang di ambil dengan gaya yang berbeda layaknya seorang fotografer handal, jika seperti ini aku akan lebih percaya jika dia mengatakan seorang Fotografer dari pada mengatakan manusia sejenis Hasan yang kaku dan menyebalkan.

Semakin banyak aku membuka fotonya, semakin aku kagum akan kemampuan memotret tentara wanita bermulut bawel itu, rasa tidak percayaku akan statusnya yang merupakan prajurit terjawab saat mendekati slide awal aku melihat potretnya yang mengenakan seragam loreng dengan baret biru khas para Paspampres, bukan hanya itu, dari kumpulan foto itu aku juga bisa menebak jika Papanya adalah salah satu Perwira dengan tiga bintang di bahunya.

Astaga, dia benar-benar perempuan mengerikan, tipe perempuan yang sama sekali tidak masuk ke dalam kriteriaku. Perempuan yang akan membuatku terlihat lemah sebagai laki-laki, hal yang sangat bukan prinsipku, sosok yang tidak bisa membuatku menjadi superhero bagi hidupnya.

Kagum dan ngeri secara bersamaan, hal itu yang terjadi padaku saat melihat setiap potretnya, hingga aku benar-benar tidak fokus dengan kalimat Ayah.

"Jadi, mulai minggu depan kamu belajar bertanggung jawab atas perusahaan Ayah dengan benar ya, Ga. Ayah nggak mau dengar kamu terlibat skandal apa pun lagi."

Aku hanya mengangguk tanpa berpikir apa yang di katakan Ayah, wajah dan juga ekspresi perempuan bawel yang membuatku ngeri dan kagum di saat bersamaan ini membuatku menjadi tolol seketika, dia secara fisik adalah perempuan yang cantik dan menarik, matanya terlihat begitu tajam dan menyimpan banyak rahasia, sayangnya kekuatannya sebagai wanita membuatnya kunobatkan menjadi tipe wanita yang tidak akan pernah menarik perhatianku.

"Kamu dengar Ayah ngomong nggak sih, Ga?"

"Haaaah?"

Serobotan Ayah terhadap ponsel yang ku pegang membuatku terkejut tanpa memberikanku kesempatan untuk mencerna pertanyaan beliau, aku menelan ludah ngeri melihat wajah kesal Beliau, tapi dalam hitungan detik, raut wajah Ayah berubah menjadi penuh tanya, membalik layar ponselku padaku, memperlihatkan foto Perempuan bawel tadi padaku, potret dengan rambut sebahu dan baret birunya.

"Arga, Ayah tahu kamu brengsek, tukang tebar pesona kesana-kesini, tapi haruskah kamu menggoda para Heryawan's Angel juga?"

"Heryawan's Angel?" ulangku tidak mengerti, kenapa otakku justru memikirkan tentang sebutan untuk para selir Ayah mendengar julukan yang baru saja kudengar, dan sepertinya pemikiran absurdku ini di ketahui oleh Ayah.

"Heryawan's Angel itu sebutan bagi para Paspampres wanita, Arga. Sebutan bagi para wanita tangguh pelindung para Presiden, mereka di namakan sesuai presiden yang menjabat. Sekolah di luar negeri hanya membuatmu banyak tingkah tapi tidak membuat otakmu berkembang."

Aku manggut-manggut paham, tidak menyangka jika semudah ini menamakan sesuatu, antara kreatif dan malas berpikir, sayangnya pertanyaanku barusan juga mengundang kekesalan Ayah lainnya, sepertinya hari ini memang hari burukku, selain gagal melarikan diri dan mendapatkan beberapa pukulan dari Kowad absurd itu, aku juga harus menerima kekesalan Ayah yang tidak ada habisnya.

"Jawab Ayah!"

Aku menghela nafas panjang, mencoba menyabarkan diri menghadapi beliau, "jawab yang soal apa, Ayah? Bahkan Arga nggak paham apa yang sejak tadi Ayah bicarakan."

Nyaris saja Ayah menjitak kepalaku saking kesalnya, hingga beliau dengan gemas menunjukkan potret Perempuan bawel itu sekali lagi.

"Kamu nggak ada niat godain dia, kan?"

Aku terbelalak, "YA NGGAKLAH, ASAL AYAH TAHU, DIA YANG SUDAH BIKIN ARGA SENGSARA HARI INI."

Nafasku terengah usai mengatakannya, gemas sendiri mendengar Ayah bertanya apa aku berniat menggoda perempuan bawel itu. "San, ceritain ke Ayah siapa temanmu yang sudah bikin kakiku sakit sampai sekarang."

Hasan yang sejak tadi terdiam di belakangku mulai menceritakan siapa Kowad tadi ke Ayah, di mulai dari kronologi aku kabur dan menginjak kamera hingga hancur, walau aku tahu jika apa yang di katakan Hasan tidak lebih baik, tapi setidaknya aku tidak harus menceritakan sendiri bagian betapa memalukannya diriku yang di hajar perempuan.

Aku sudah berniat untuk pergi dari ruangan Ayah usai Hasan selesai bercerita, saat Ayah kembali membuka suara, satu kalimat yang membuatku menyesali kenapa aku tadi tidak menyimak dengan benar kalimat panjang Ayah.

"Jadi selama hidupmu, baru kali ini ada yang berhasil mengatasi sikap biang kerokmu, maka mulai minggu depan, Ayah akan memintanya masuk ke barisan pengawalanmu, biar kamu benar-benar serius belajar menghandle perusahaan."

Beautiful KOWAD Ready On EbookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang