"Patah hati yang paling menyakitkan itu saat seorang yang memiliki rasa yang sama tapi tidak mau mengakui."
Aria tersenyum kecil, sosoknya yang begitu jarang tersenyum kini justru memperlihatkan hal yang seolah memintaku untuk yakin jika semuanya baik-baik saja.
"Ternyata sahabatku yang paling cantik dan favorit Kakek ini sedang jatuh cinta?" tawa menyebalkan Aria bersambut dengan kekehan geli Hasan di belakangnya, suasana yang sangat menyebalkan untukku.
Di saat wajahku berantakan berderai air mata, dua sahabat ini justru menertawakanku.
Hasan turut berjongkok, wajah kaku yang menjadi topeng saat dia bertugas kini dia tanggalkan, senyum menyeringai sarat kepuasan darinya kini tampak mengejekku.
"Aku sudah bilang bukan jika benci dan cinta antara kamu dan Mas Arga itu terlalu tipis. Dan terbukti bukan, sekarang kamu menangis karena cinta kalian."
Bukan hanya kalimat Hasan di kali pertama aku bertugas yang melintas di benakku, tapi juga penggalan alinea cerpen tanpa nama pengirim kini benar menghantui benakku, kini kata-kata dan hal yang awalnya ku cibir benar terjadi.
Aku benar-benar jatuh pada pesona dan kehangatan sikap yang di tawarkan Arga, sikap menyenangkan di balik menyebalkannya dirinya.
"Jadi yang sudah bikin kamu nangis itu Arga yang di kawal Hasan?"
Jika bisa memilih, ingin rasanya untuk menggeleng, tapi kenyataannya memang itulah yang terjadi.
"Kalo kamu lihat keseharian mereka, tanpa kamu harus bertanya kamu akan paham, Ya. Bukannya tatapan mata nggak pernah bisa bohong."
"Tapi nyatanya dia nolak aku bahkan sebelum aku mengatakan apa pun, San. Menyedihkan, bukan? Kalo aku yang terlalu percaya diri, tapi kamu juga lihat sendiri bukan bagaimana perasaan itu juga terlihat di matanya."
Hasan menatapku prihatin, kini kami bertiga benar-benar seperti orang yang tidak berguna di pinggir jalan, dua orang tampan dengan pangkat Perwira muda yang menemani aku yang tampak lebih menyedihkan dari pada korban perampokan, kami memang jomblo yang mengenaskan, bertukar cerita tentang cinta yang baru kami temui dalam hidup.
Hubungan pertemanan antara aku dan dia orang di dekatku sekarang oni memang sulit untuk di jabarkan.
Aku menatap Aria, ingin meminta pendapatnya dari seorang yang kupikir paling rasional, bukan seorang yang akan terus memihak Arga seperti Hasan.
"Menurutmu, apa yang bikin laki-laki tidak mau mengakui perasaannya, Ya? Kalau satu waktu nanti kamu menemukan cinta, apa yang akan buat urung untuk membalas perasaannya."
"Kenapa kamu justru menanyakan hal ini padaku, aku terlalu sibuk untuk membantu mengurus Perusahaan Kakek dan juga lelah di Batalyon, Ra. Kamu tahu kan apa posisiku di Batalyon. Sampai aku tidak mempunyai waktu memikirkan omong kosong tentang hal bernama cinta yang sekarang mampu membuat Kowad hebat sepertimu menangis meraung untuk pertama kalinya." aku mencibirnya, merasa menyesal sudah bertanya pada manusia berhati batu seperti Aria ini, jawabannya sungguh tidak membantu kegamanganku.
"Kamu hanya tidak mengenal Mas Arga sebenarnya, Aura."
Perkataan Hasan yang di ucapkannya sembari berdiri membuatku mengalihkan perhatianku, tatapan miris masih terlihat di matanya, tapi kali ini tatapan itu sekarang tidak di tujukan padaku, tapi pada seorang yang sedang menjadi topik utama pembicaraan kami.
"Kamu harus mengenalnya untuk memahami setiap tindakannya, dia menyebalkan, berbuat onar, bukan tanpa alasan. Kamu lihat sendiri kan, semakin lama kamu berada di sisinya, semakin kamu melihat sisi hangat dan perhatian sekarang Mas Arga." aku terdiam, mnecerna setiap kata lirih Hasan, "Memangnya kenapa kamu bisa jatuh hati padanya, itu karena tanpa kamu dan Mas Arga sadari, Mas Arga sudah mengizinkanmu mengenalnya lebih jauh dari semua wanita yang pernah dia izinkan mendekat.
"................"
"Jika dia menyangkal perasaannya apa pun alasannya, maka tugasmu meyakinkannya. Ada banyak hal yang akan membuatmu terkejut saat kamu masuk semakin dalam ke hidupnya."
❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤
Pembicaraanku dengan Hasan tempo hari kini berputar-putar di kepalaku, terlalu banyak hal mengejutkan yang aku dapatkan hari ini.
Di mulai dari fakta masalah skandal yang mencoreng bukan hanya nama pribadi, tapi juga kredibilitasku sebagai salah satu anggota Paspampres, juga masalah intern antara Arga dan Ayahnya, konflik perang dingin yang tersembunyi dengan begitu apik dari masyarakat di luar sana, hubungan buruk yang di biarkan begitu saja hingga membuat Arga terus menerus berbuat onar.
Sekarang aku mengerti apa arti pembicaraanku dengan Hasan, apa yang aku dengar tadi sudah menjelaskan semuanya.
"Kamu cukup diam, dan biarkan aku akan berbicara." aku sama sekali tidak bereaksi, hanya menatap diam sosok tegap yang terbalut setelan mahalnya tersebut yang berjalan cepat dengan Sekretarisnya.
Dia berbicara denganku, tapi sama sekali tidak ingin melihatku, membuat Hasan selalu melemparkan tatapan kasihan padaku.
Ya, aku memang mengenaskan.
"Kita bisa cari cara lain buat meredam berita ini, Mas. Kita akan cari cara biar Mbak Mutia dan Pak Fajar tidak angkat suara apa lagi membatalkan pertunangan kalian."
Ingin rasanya aku menyumpal mulut sekretaris Arga tersebut, semenjak kami berdua keluar dari ruang kerja Arga, dialah yang terus menerus berkicau menyebut nama perempuan yang membuatku gondok sendiri.
Jika aku tidak menaruh hati pada Arga sekali pun, aku pasti juga kesal mendengar berita perjodohan antar dua penguasa hanya untuk memperkokoh posisi kekuasaan. Dan sekarang hal menyebalkan tersebut terjadi pada orang yang aku cintai.
"Kalo Mutia mau nolak tawaran Ayah buat pertunangan ini, harusnya dari dulu, kenapa seheboh ini hanya karena foto aku mencium Aura, perasaan waktu ada gosip aku masuk hotel sama model, dan ke gap mesum di mobil nggak seheboh ini."
Astaga, di tengah langkahku yang tergesa mengikuti langkahnya aku di buat pening dengan nada suara Arga yang begitu enteng membicarakan gosip murahan yang membuatnya di cap sebagai buaya sepertinya. Kenapa dia ringan sekali menghadapi semua ini.
Terlalu menghayatikah dia dalam berperan menjadi 'bobrok' Ayahnya sampai dia melupakan harga dirinya.
"Itu karena ini kali pertama Mas Arga menunjukkan tertarik pada perempuan, bukan malah perempuan yang berusaha menjebak Mas Arga, itu yang membuat semuanya menjadi besar."
Kalimat dari Hasan membuat Arga menghentikan langkahnya, wajah datar yang sangat bukan dirinya kini menatapku, bergantian dengan Hasan seolah dia sedang memikirkan sesuatu.
"Begitukah yang di pikirkan orang-orang sampai membuat semuanya menjadi besar?"
Arga mendekatiku, tatapan bersalah tersirat di wajahnya saat dia mendekati ku, tatapan yang tersembunyi di balik wajahnya yang seolah tidak peduli, ingin rasanya aku berteriak padanya, jika semua skandal ini bukan apa-apa di bandingkan dengan hatinya yang terluka karena tekanan dari Ayahnya, "berarti kamu juga tahu Aura jika apa yang aku lakukan ini adalah hal yang terbaik untuk kariermu, kamu sudah lihat bukan, berdekatan dengan manusia sampah sepertiku akan membuatmu dalam masalah setiap harinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful KOWAD Ready On Ebook
RomanceSalah satu prinsip dalam cinta yang di yakini Argasatya itu adalah laki-laki yang melindungi si wanita. Hingga akhirnya saat dia di haruskan memimpin perusahaan, prinsip yang di yakininya selama ini menjadi ternoda karena Ayahnya menempatkan salah s...