"Apa kamu salah satu dari mereka, Aura? Aku sudah bilang kan? Aku ini begitu mudah di cintai?"
Cinta? Dalam sehari sudah dua kali Arga menanyakan tentang hal ini.
Bagaimana aku akan menjawab tentang apa itu cinta, jika sebelumnya aku tidak pernah merasakan.Lama aku menatapnya, mengamati wajah khawatir Arga yang semakin jelas terlihat saat menunggu jawabanku, seolah dia khawatir jika aku mengiyakan pertanyaannya.
Dan untuk kesekian kalinya aku di buat jatuh oleh tatapan matanya, bola mata coklat yang terlihat tajam itu menarikku untuk terus menatapnya, seolah tidak membiarkanku untuk menjauh dari pandangannya, membuatku lupa akan tanyaku kenapa dia tampak begitu khawatir akan jawabanku.
Dari jarak sedekat ini aku bisa menatap puas dan jelas wajahnya yang sedari awal memang tampak menawan, sayangnya sikapnya dulu yang menurutku menyebalkan menutupi semuanya.
Tapi seperti yang Hasan bilang beberapa saat lalu, semakin lama aku mengenalnya, semakin aku merasakan hal lain di diri Arga, dia tidak sepenuhnya buruk, bahkan kini aku mulai merasa aku benar-benar di buat gila olehnya.
Kadang aku merasa senang tanpa alasan hanya karena melihatnya tertawa lepas, kadang juga aku bisa merasakan kekhawatiran saat dia tampak panik dan penat akan tekanan berbagai hal, banyak rasa yang aku rasakan hanya karena ulahnya.
Sama seperti sekarang, hanya dalam waktu satu hari, jantung dan perasaanku di buat jungkir balik olehnya, di buat jengkel karena godaannya yang tidak ada habisnya, dan sekarang di buat melambung tinggi karena dia menepati janjinya dengan mengganti kameraku.
Aku tahu ini sekedar tanggung jawabnya, tapi entah kenapa aku merasa bahagia?
"Bagaimana cinta itu sebenarnya, Mas Arga?"
Arga terdiam mendengar pertanyaanku, sudut bibir tipis itu terangkat, membentuk senyuman yang membuat darahku serasa berdesir hebat.
"Apa cinta itu saat kita tiba-tiba bahagia hanya karena melihatnya tersenyum lepas?"
".........."
"Apa cinta itu saat kita juga merasakan sakitnya saat yang kita cinta sedang bersedih, banyak masalah dan tekanan?"
Lama Arga terdiam, seolah memberiku waktu untuk mengutarakan apa yang menjadi tanyaku hingga semua yang mengganjal di benakku tersampaikan.
Menunggu waktu yang tepat untuk menjawab setiap pertanyaan yang aku utarakan. Melihat kediamannya membuatku menghela nafas panjang.
"Apa di sebut cinta saat kita juga merasakan resahnya yang dia rasakan?"
"............."
"Apakah cinta saat jantung kita berhenti berdetak hanya karena tatapan matanya yang mengunci pandangan kita? Membuat nafas kita menjadi tercekat, serta perut yang melilit tidak karuan, dan membuat dunia serasa berhenti berputar?"
Suasana ramai di sekeliling kami serasa sunyi, aku serasa tuli dengan suasana hiruk pikuk yang ada, semuanya yang aku katakan baru saja kini benar kurasakan, semuanya seolah bergerak lambat, menyisakan aku dan laki-laki yang kini seperti patung tanpa bergerak sedikit pun.
Aku melangkah semakin mendekat, menipiskan jarak di antara aku dan laki-laki jangkung ini, susah payah aku mendongak, menatap kembali manik mata coklat yang entah sejak kapan menjadi favoritku, begitu pun dengan wangi tubuh seorang Argasatya, seperti candu yang membayangi pikiranku.
Gila memang jika di pikirkan, dulu semua yang ada di dirinya bisa membuatku darah tinggi tanpa harus berbuat apa pun, dan sekarang banyak sisi dirinya yang membuatku menggila, seperti candu dan zat aditif yang enggan untuk kulepaskan.
"Apa kamu sedang merasakan semua itu?"
Aku mengangguk, mengiyakan apa yang baru saja dia tanyakan setelah lama dia hanya terdiam mendengarkan apa yang aku katakan.
"Apa artinya cinta jika aku merasakan semua itu, Mas? Apa cinta bisa datang dengan tiba-tiba dan tanpa alasan sama sekali, Mas? Apa itu cinta yang datang saat kita dulu amat membencinya? Apa perbedaan benci dan cinta itu terlalu tipis hingga dengan cepatnya rasa itu berubah? Rasanya sangat konyol saat seorang yang pernah aku nobatkan sebagai seorang yang paling menyebalkan justru yang membuatku merasakan semua hal gila itu. "
Argasatya terkekeh, tawa yang terasa janggal di telingaku, tawa yang sungguh bukan dirinya, tawa yang menunjukkan ketidakpercayaan akan apa yang aku katakan.
Aku hanya terdiam melihatnya yang kini terkekeh pelan, membisu setelah banyak tanya terucap dariku barusan terhadapku, giliranku mengutarakan pertanyaan kini selesai, tinggal bagaimana si pemberi tanya memberikan jawaban atas semua tanyaku.
Arga berdeham, menghentikan tawanya dan menatapku lekat. Iris mata coklat itu berpendar hangat, begitu indah dan tidak ingin ku lewatkan, "Lo nggak akan pernah tahu rasa apa itu sampai lo mastiin sendiri. Sekedar terbawa rasa atau memang jatuh hati yang sesungguhnya."
Aku mengernyit, tidak paham dneban apa yang Arga katakan saat tubuh jangkung itu menunduk tepat di depanku, suaranya yang berat terdengar berbisik pelan, begitu lirih hingga nyaris tidak terdengar.
"Pejamkan matamu! Dan tolong jangan hajar aku setelah ini, Letnan."
Dan bodohnya aku menutup mataku tanpa banyak tanya, menuruti apa yang dia katakan tanpa sempat aku berpikir apa yang akan dia lakukan, sebuah kecupan hangat kudapatkan di dahiku, kali ini tubuhku tidak hanya membeku di tempat seperti yang seringkali kurasakan setiap kali mendapatkan perlakuan Arga yang tidak biasa, tapi aku merasakan hangatnya kecupan Arga di dahiku, membuat jiwaku seolah terbang dari tempatnya, rasanya dunia seakan menghentikan waktunya, membiarkanku meresapi hangat dari sentuhan laki-laki menyebalkan ini dan mencari jawaban atas tanyaku yang tidak kunjung di jawabnya.
Apa yang aku rasakan bahkan terasa lebih manis dari pada film picisan yang pernah aku tonton, Arga begitu menghargaiku, ciumannya di dahiku menunjukkan jika dia tidak sebrengsek apa yang dunia katakan tentangnya.
Rasanya seperti ada kembang api di dadaku saat tangan itu menangkup pipiku, meledakkan kebahagiaan yang tidak bisa di ungkapkan hanya dengan kata-kata.
Tanpa sadar tanganku terangkat, menyentuh dadanya yang terbalut kemeja mahal tersebut dan meremasnya kuat, Arga tidak perlu banyak berbicara, debaran jantungnya yang berlomba-lomba dengan degup jantungku membuatku menemukan jawaban atas tanyaku yang tidak kudapatkan.
Ya, aku mencintainya. Di tengah mataku yang terpejam tanpa sadar aku tersenyum sendiri, merasa begitu bodoh saat tanpa pernah aku sadari, aku sudah jatuh hati padanya, rasanya begitu sederhana, tapi sentuhannya yang membuatku benar-benar tersadar jika rasa itu benar tumbuh dan nyata adanya.
Sepenggal alur cerpen yang pernah ku baca dan kurutuki kini benar-benar terjadi padaku, kisah tentang sang Letnan Wanita yang jatuh hati pada Pangeran yang seharusnya di jaganya tanpa embel-embel perasaan benar-benar terjadi padaku.
Entah itu hanya kebetulan, atau sang penulis memang dengan usilnya membocorkan takdirnya padaku.
Perlahan Arga melepaskan kecupannya, hanya sepersekian detik dia mencium dahiku, dan dia tidak pernah tahu, jika hal yang dia lakukan ini telah mengubah duniaku kedepannya, mengubah hariku yang selama ini hanya berputar di tengah dunia kemiliteran menjadi ternoda akan rasa yang di sebut cinta.
Sayangnya berbeda dengan apa yang aku rasakan, karena apa yang aku dengar sangat jauh dari apa indahnya cinta pertama.
"Bagaimana perasaanmu?" helaan nafas berat seperti yervekat terdengar dsrinya, memutus jawaban yang bahkan belum kuberikan, karena sosok yang sebelumnya melambungkan anganku begitu tinggi itu kini mengusap rambutku perlahan sebelum melangkah meninggalkan diriku sendirian.
"Aku harap jawabannya bukan iya, masih banyak laki-laki baik yang menanti Letnan hebat sepertimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful KOWAD Ready On Ebook
RomanceSalah satu prinsip dalam cinta yang di yakini Argasatya itu adalah laki-laki yang melindungi si wanita. Hingga akhirnya saat dia di haruskan memimpin perusahaan, prinsip yang di yakininya selama ini menjadi ternoda karena Ayahnya menempatkan salah s...