Tujuh : Permintaan Maaf

1.6K 378 28
                                    

disclaimer.
Cerita ini fiksi semata yang terinspirasi dari Prajurit tangguh di Negeri ini untuk hiburan.
Jika ada beberapa bagian yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya itu adalah bentuk dramatisasi penulis.
Harap di maklumi dan tidak di permasalahkan tulisan yang bersifat hiburan ini.
Happy reading reader.
Enjoy

"Bodoh jika kamu menolaknya, Aura. Seorang pengawal sepertimu di ajak berkenalan dengan seorang salah satu petinggi Perusahaan Asing yang terkenal merupakan satu keberuntungan, bukan begitu, Mike?"

Aku sama sekali tidak memberikan tanggapan saat manusia bodoh nan menyebalkan ini berbicara dan disambut tawa oleh laki-laki asing yang merupakan sahabatnya tersebut. Dua kali dia membuat masalah denganku, seharusnya dia tahu jika aku tidak pernah memberi ampun padanya.

Tapi kembali lagi, Arga adalah manusia bebal yang otaknya hanya dipakai saat berbisnis, untuk keadaan seperti sekarang ini sepertinya otaknya sudah disimpan di tumit lagi hingga dia tidak menangkap betapa aku ingin mematahkan lehernya.

Dua orang laki-laki ini menatapku, menunggu tanggapan atas diriku, membuatku menghela nafas panjang sebelum menjawab.

"Apa itu sebuah perintah?"

Senyuman puas sarat akan kemenangan tersinggung di wajah Arga, "Tentu saja itu perintah untukmu, dan hadiah untuk sahabatku ini. Ayolah Aura, Mike ini sahabatku, sayangnya dia meminta berkenalan denganmu, aneh sekali seleramu, Mike! Aku bisa saja mengenalkanmu pada Supermodel Negeri ini, tapi lo malah milih Perempuan menyeramkan seperti dia, lo tahu Mike, selain seram dia juga galak sekali, menyebut kameranya yang aku injak di setiap kalimat."

Demi Tuhan, sudah berapa kali manusia berwajah tampan tapi berhati setan ini menghinaku sebagai seorang yang tidak menarik di depan mataku sendiri.

"Selera orang beda-beda, Arga. Aku menyukai perempuan maskulin seperti pengawalmu ini, cantik dan garang di saat bersamaan, imajinasiku langsung berkelana liar."

Gigiku gemeltuk, menahan emosiku yang sepertinya hanya tinggal setipis kertas merasakan harga diriku di permainkan olehnya.

"Bisa kita berbicara dahulu, Mas Arga?" itu bukan pertanyaan, karena itu adalah pernyataan, dia bisa sesuka hatinya berbicara, maka kali ini dia harus mendengarku.

Tidak menunggu jawabannya aku berbalik, mengabaikan tatapan tanya dari rekanku yang lainnya saat kudengar derap langkah Arga mengikutiku.

"Kalo harus bicara kenapa sejauh ini?" mengabaikan keluhan dari Pangeran Egois ini aku melangkah semakin cepat menyusuri koridor Hotel menuju tangga darurat, tempat yang kurasa aman untuk berbicara dengan manusia bebal dan seenaknya sepertinya.

Suara hentakan sepatu mahal Arga terdengar semakin keras mendekat padaku, hingga akhirnya tangan kokoh terbalut jas mahal itu menggapai lenganku, menghentikan langkahku.

"Kalo mau ngomong nggak perlu sampai di tempat seperti ini. Sok misterius banget jadi cewek. Lo nggak cukup cakep buat jadi cewek yang ngadi-ngadi."

Kusentak cekalan tangannya di lenganku, dengan kesabaranku yang terkuras habis menghadapi cemoohannya, aku berbalik, menodongkan senjata yang selalu kubawa kemanapun saat bertugas tepat pada keningnya, hanya satu tarikan, dan peluru yang ada di dalamnya bersiap menembus dahi laki-laki menyebalkan ini.

Kedua tangan Arga kini terangkat, tatapan ngeri terlihat jelas di matanya saat moncong pistol tepat berada di depan wajahnya. Sepertinya dia sudah mengerti dengan benar fungsi dari pistol yang ada di depan matanya.

"Shit! Lo mau bunuh gue?"

Aku tersenyum miring, menikmati wajahnya yang ketakutan dan tidak berdaya, berbanding terbalik dengan kata-katanya yang selalu berhasil membuatku tersinggung.

"Apa menurutmu aku sedang bercanda pada seseorang yang menyodorkanku pada kliennya seperti pelacur?"

Aku mendekat, membuat Arga beringsut mundur hingga akhirnya dia terantuk pada dinding dan tidak bisa bergerak lagi, suaranya benar-benar tercekat, ketakutan jika aku akan serisu menembaknya.

"Au.. Aura, becanda doang. Di... Di.. Dia teman gue kuliah, nggak ada niat macem-macem, dia benar-benar cuma mau kenalan."

Aku semakin menekan ujung pistolku pada dahinya, kini bukan hanya senjataku, tapi bahunya yang kini ku cengkeram kuat, demi apapun seorang bernama Argasatya ini benar-benar menguras emosiku, seorang Aura yang terkenal begitu tenang dalam emosi, kini meledak hanya dalam waktu kurang dari satu hari bersama Sang Pangeran egois ini.

Mata coklat terang itu bergerak liar, mengikuti tatapanku padanya, "Kalo begitu batalkan, dan buat dia menghargaiku dengan benar, bukan sebagai alat bisnis. Kamu tahu, Ga?"

"Lo nggak akan berani buat gue luka sedikitpun, lo lupa? Selain Pengusaha, Bokap gue presiden_" Kutekan leher Arga kuat, membuat kalimatnya terhenti dan dia yang terbatuk-batuk kesulitan bernafas.

Tubuh gemetar Arga yang ketakutan membuatku tersenyum kecil, "Kamu pikir aku takut dengan penjara, lebih terhormat aku dipenjara untuk membela harga diriku daripada menurutimu untuk dinner sebagai deal kerjasama kalian, aku bukan perempuan gila harta yang akan silau dengan tawaran murahan seperti kalian berdua. Aku akan dengan senang hati melenyapkan Pangeran menyebalkan yang di benci banyak orang sepertimu jika kamu tidak bisa bersikap baik terhadapku, Ga!"

Aku beringsut mundur, memberinya jarak agar dia bisa bernafas lagi. Dan saat aku kembali mendekat untuk merapikan kerah kemejanya yang berantakan, Arga hampir berlari lagi.

"Aku hanya merapikan kemejamu yang kusut, Ga. Seorang Putra pemimpin negeri ini tidak akan pantas jika berpenampilan kusut" aku mencoba tersenyum ramah, menenangkannya yang masih dilanda syok atas apa yang kulakukan.

Kali ini aku ingin memastikan jika dia mendengar kalimatku dengan benar dan tidak mengulangi perbuatan bodohnya ini.

Dia boleh Putra seorang Presiden yang memerintahku, aku akan dengan senang hati menjadikan diriku sebagai Perisai Hidup untuknya karena itu memang tugas dan kebanggaanku, tapi menghargaiku sebagai manusia dan perempuan adalah kewajibannya juga. Dilecehkan seperti tadi kuharap adalah hal terakhir yang dilakukannya.

"Walaupun aku seorang Tentara, aku adalah perempuan! Perpaduan antara perempuan dan prajurit, itu bukan kombinasi yang pas untuk kamu hina, Arga! Jadi mari kita sepakat, tutup mulutmu yang tak beradab itu tentangku, dan biarkan aku menjalankan tugas dari Ayahmu untuk menjagamu dengan benar."

Dengan patuh Arga mengangguk, persis seperti seorang anak yang mendengar nasihat dari Ibunya, sepertinya shock therapy yang kuberikan padanya sukses membuatnya sedikit terdiam.

Orang-orang diluar sana, khususnya pada perempuan yang memujanya tidak akan percaya, seorang bebal, biang kerok, dan biang onar sepertinya bisa tunduk atas ancamanku, takut jika aku nekad menembaknya.

"Gue boleh pergi sekarang?"

Aku menggeleng, membuat Arga langsung menyugar rambutnya frustasi, takut jika aku kembali berbuat nekad.

Tapi aku tidak ingin mengancamnya lagi, kuulurkan tanganku padanya, "Kita sepakat, Mas Arga? Yang tadi adalah kali terakhir anda menghina saya?"

Untuk beberapa saat tanganku tergantung, diabaikan oleh Arga atas tawaranku untuk berdamai, dan nyaris saat aku hendak menurunkan tanganku karena tidak kunjung mendapatkan balasan.

Arga menggenggamnya, dan yang lebih tidak kusangka, seorang dengan sikap sombong itu mengucapkan kalimat tidak terduga.

"Gue juga minta maaf."

☁☁☁☁☁☁☁☁☁☁☁☁☁☁

Beautiful KOWAD Ready On EbookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang