Delapan : Aku memang buruk

1.7K 361 26
                                    

disclaimer.
Cerita ini fiksi semata yang terinspirasi dari Prajurit tangguh di Negeri ini untuk hiburan.
Jika ada beberapa bagian yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya itu adalah bentuk dramatisasi penulis.
Harap di maklumi dan tidak di permasalahkan tulisan yang bersifat hiburan ini.
Happy reading reader.
Enjoy

Langkahku bergema di koridor Hotel ini dengan begitu nyaring, aku tidak sendirian, tapi suara langkah kaki ringan dengan balutan sepatu perempuan juga mengikutiku.

Bulu kudukku meremang, tanpa sadar tanganku terangkat, menyentuh dahi dan leherku bergantian, sengatan dari dinginnya revolver yang baru saja di todongkan dan merenggut nyawaku ini masih terasa hingga sekarang.

Seumur-umur, sekesal, dan semarah apapun seseorang tersebut padaku, baru kali ini aku dianiaya seperti ini, dan lebih-lebih lagi, yang melakukannya adalah perempuan.

Harga diriku benar-benar terhina, dan melawannya pun aku sadar diri aku akan kalah telak. Kemampuanku dalam bisnis dan negosiasi tidak perlu kuragukan, tapi menghadapi perempuan dengan kemampuan setara seorang laki-laki jelas hanya akan mempercepat perjalananku menuju akhirat.

Dua kali dalam sehari ini aku diajaknya menantang maut, kakiku hingga sekarang masih gemetar karena ulah Fast and Furiosnya menerobos seluruh jalanan menuju hotel ini.

Entah apa yang ada di kepala Ayah sampai benar-benar menepati kalimat beliau dengan meminta seorang Monster berwujud perempuan tersebut menjadi penjagaku, tidak cukup menyebalkan, tapi dia juga lebih menakutkan dari Bunda.

Hanya karena permintaanku untuk mengiyakan ajakan Dinner Mike dia bisa semarah ini.

Lagipula, seharusnya si Aura-Aura ini bangga, seorang Bodyguard sepertinya ditaksir oleh Mike, teman kuliahku yang kini meneruskan Perusahaan orangtuanya yang mulai mengakar ke Indonesia juga, tapi dia justru mencak-mencak dan menganggapku menghinanya.

Hiiiisssshhh, inilah sebabnya aku enggan menjalin hubungan dengan para mahluk bergincu itu, selain mereka bisa menafsirkan satu kata menjadi banyak arti dan bahkan menjadi kalimat negatif, mereka juga terlalu baperan dan tidak mau mendengarkan. Menganggap laki-laki selalu salah, dan membenarkan setiap hal yang mereka lakukan.

Dan lihatlah si Aura ini, wajahnya yang kelewat datar tanpa ekspresi benar-benar menunjukkan ancaman saat dia turut berdiri di sampingku, menungguku memenuhi permintaannya.

"Apa yang kalian bicarakan?"

Mendadak aku gelisah, tidak enak sendiri dengan pertanyaan yang dilontarkan Michael terkait kepergian kami tadi.

Tidak mungkinkan aku menjawab padanya jika beberapa menit yang lalu aku pergi dengan pengawal baruku yang dia sebut cantik ini untuk menolak permintaannya.

Mendadak kepalaku menjadi pening, menatap Mike yang terlihat begitu tertarik pada Aura, dan menaruh harapan besar pada pengawalku ini untuk menerima ajakan dinnernya, dan beralih pada Aura yang berdiri tepat di sampingku tanpa ekspresi sama sekali, seolah mengancamku jika aku tidak memenuhi permintaannya tadi, maka dia tidak akan segan melemparku ke Neraka.

Astaga, seumur hidupku, baru kali ini aku di repotkan dengan intimidasi perempuan. Dan konyolnya ditengah pilihan antara pilihan sahabatku dan malaikat pencabut nyawa di sampingku, sebuah ide tidak masuk akal tapi paling bisa di nalar terlintas di otakku untuk menjadi alasanku membatalkan permintaan Mike dan menyelamatkan nyawaku sekarang ini.

Aku menarik nafas panjang, berdoa agar aku masih bisa bernafas setelah keluar dari Restoran Hotel ini.

"Mike, tapi sorry! Aura nggak bisa nemenin lo buat dinner." belum sempat Mike mengeluarkan kalimat protesnya atas perubahanku yang mendadak, aku meraih tangan Aura yang ada di sampingku, alis tajam perempuan berwajah judes itu terangkat, jantungku sudah kebat-kebit tidak karuan, takut jika sebelah tangannya yang bebas akan memukulku atas kelanacanganku ini.

"She's my Girl."

"Haaah?"

"Haaah?"

"Sayang, maafin aku!" sumpah, demi apapun aku jijik sendiri dengan apa yang baru saja keluar dari mulutku saat menyebut sayang pada perempuan jutek ini. Terlebih saat Aura sudah seperti gunung berapi yang siap memuntahkan lavanya atas perbuatan gilaku ini, tapi percayalah, jika di dunia ini pilihannya hanya tinggal Aura dan semut merah, aku akan dengan senang hati menikahi semut merah tersebut.

Tapi hanya alasan ini yang paling masuk akal yang terlintas di otakku untuk menolak permintaan Mike yang sudah terlalu berharap.

"Apa yang aku bicarakan ke Mike tadi lantaran aku masih marah ke kamu, aku nggak benar-benar serius nyuruh kamu Dinner sama sahabat aku ini. Maafin aku, ya!"

☁☁☁☁☁☁☁☁☁☁☁☁☁☁

Aura side

"Jadi dia pacarmu? Really? Sandiwaramu menyebalkan, Man. Aku sudah terlanjur berharap tadi, menemukan wanita yang benar-benar sesuai dengan kriteriaku."

Belum sempat aku menguasai keadaan akan rasa terkejut atas kalimat ajaib Arga yang tiba-tiba mengatakan jika dia kekasihku, suara celetukan dari laki-laki asing yang begitu fasih berbahasa itu membuatku semakin pening.

Arga menarik tanganku kuat, membuatku dengan cepat terduduk di kursi sebelahnya, tatapan mataku yang tajam dan berniat untuk mengulitinya sama sekali tidak diindahkan olehnya, jika bukan dalam keadaan ramai seperti di jam sekarang ini, kali ini kupastikan dahinya akan benar-benar berlubang, tapi kembali lagi, Arga adalah manusia bebal tanpa otak dengan sikap penuh kekonyolan yang membuat emosiku melambung tinggi.

Tanpa rasa berdosa sama sekali seolah lupa akan ancamanku, sekarang dia pun merangkul bahuku erat, membuat wajahku nyaris terantuk pada pipinya, bersikap terlalu mesra pada sahabatnya itu hingga aku merasa mual sendiri hanya karena tatapan Arga yang menurutnya mempesona tersebut.

Mempesona untuk orang lain, tapi tidak untukku. Bahkan aku harus menahan diri untuk tidak menghantam wajahnya itu dengan gelas wine yang ada di meja.

"Walaupun dia sering kukatai aneh, tapi sama sepertimu yang langsung jatuh hati padanya, Mike. Akupun begitu, jika tidak mana mungkin aku mau mendapatkan seorang pengawal perempuan. Kamu tahu dengan benarkan prinsipku, laki-laki yang melindungi perempuan, dan sampai aku melanggar prinsipku sendiri, itu karena aku jatuh hati padanya."

Damn!!!

Argasatya Haryawan. Dasar Pangeran Egois dengan otak bebal dan mulutnya yang tanpa filter, bisa-bisanya dia berakting seolah dia seorang yang begitu memujaku.

Satu jam, satu jam aku menahan diri untuk tetap diam dengan tangan Arga yang berada di pinggangku, benar-benar tidak bergerak seperti sedang ujian menyelam tanpa alat, menghemat udaraku agar tetap lolos, tapi kali ini aku menahan diri agar iblis yang ada di dalam diriku tidak lolos keluar saat mendengarkan semua omong kosongnya.

Hingga akhirnya, tiba saatnya seorang yang bernama Michael itu pamit untuk pergi, semua kekesalan yang sudah ku simpan dan siap meledak keluar juga.

"Lepasin tanganmu, atau ucapkan selamat tinggal pada semua jam mahalmu karena kamu nggak akan pernah memakainya."

Dengan senyum khas dirinya yang sarat ejekan Arga melepaskan, tak lupa pula cibiran juga dia sematkan di ujungnya, "Iya, jangan kelewat PD, mentang-mentang punya pinggul bagus."

Hampir saja tanganku melayang kearah mukanya, begitu terhina akan kalimatnya yang kembali menyuarakan akan fisikku walaupun kali kni bukan ejekan, tapi kali ini Arga menangkap tanganku, menggemggamnya kuat dan melihatku dengan senyuman geli.

Bahkan dengan kurang ajarnya dia melihatku sembari bertopang dagu, sadar jika kami ada di tengah keramaian dan tidak mungkin aku mencelakainya seperti saat tadi di tangga darurat, tampak senyuman puasnya melihatku yang tidak bisa membalas sikapnya yang menyebalkan ini.

"Jangan terlalu kesal denganku, Letnan Aura. Yang kamu kawal ini laki-laki yang mudah membuat setiap orang jatuh cinta, dan sedikit turunkan kekesalanmu. Kamu tahu, beda antara cinta dan benci itu begitu tipis, sekarang kamu kesal, bisa jadi detik berikutnya kamu jatuh hati."

".............."

"Aku memang buruk, tapi aku tidak seperti yang ada di otakmu yang penuh spekulasi itu."

Beautiful KOWAD Ready On EbookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang