Mobil Pajero Sport warna hitam milik Andre akhirnya berhenti didepan pintu masuk sebuah mall yang berada di daerah Jaksel, setelah berkendara selama hampir 30 menit dari rumah mereka yang terletak di daerah Tangsel.
"Loh, kok berhenti disini bang? kenapa ga masuk sekalian sih?" protes Karin karena abangnya malah menghentikan mobilnya di jalan arah pintu masuk bukannya sekalian parkir didalam area mall atau berhenti didepan lobby pintu utama.
"Ribet dek, ntar abang harus puter balik segala. Udahlah, jalan aja deket juga," kilah Andre.
Karin cemberut.
"Sia-sia amat sama adek sendiri, ntar kalo gue diculik gimana? dengus Karin.
"Yaelah, lebay banget sih, siapa juga yang mau nyulik. Dah, buruan turun," Andre menggerakkan kepalanya, mengkode Karin untuk turun.
"Iya.. iya," sungut Karin sembari melepaskan seat beltnya lalu memutar tubuhnya untuk meraih handle pintu hendak keluar dari mobil. Namun sedetik kemudian, dia memutar badannya kembali menghadap ke bang Andre.
"Bang- ", panggil Karin.
Andre yang sudah siap menggerakkan tuas gigi mobilnya, menjadi urung melakukannya. "Apa lagi?" tanyanya sambil melihat ke Karin.
"Bagi duit dong!" ucap Karin cengengesan sambil menengadahkan kedua telapak tangannya kearah Andre.
"Duit mulu? kan udah dapat jatah dari papah sama mamah."
"Kan bulan ini dari abang belom. Jangan pelit-pelitlah bang, ntar seret loh pas dihisab di akherat," celetuk Karin memasang tampang sok dimanis-maniskan.
Andre menghela napas kesal, tapi tidak berniat membalas perkataan Karin. Terlalu lelah kalau harus meladeni ucapan adiknya.
"Cari duit tuh susah, jangan boros-boroslah. Lo kenapa ga ngambil endorse lagi kaya dulu? kan lumayan bisa buat pegangan," ucap Andre sambil tangan kanannya merogoh saku bagian belakang celananya untuk mengambil dompet.
"Males. Kalo masih bisa minta dari kalian ngapain mesti repot-repot cari duit sendiri. Lagian nih bang, kalau bukan Karin yang ngabisin duitnya papah sama mamah, takutnya ntar malah dihabisin sama orang lain loh," jawab Karin yang malah kemudian mendapat sentilan dari Andre di dahinya.
Karin reflek mengusap-usap dahinya, "Ihhh, sakit."
"Makanya kalo ngomong jangan ngaco. Ga jadi nih!"
"Eh, jangan!" Karin mengiba.
Andre lalu mengambil salah satu kartu ATM dari dompetnya. "Ambil lebih dari 5 juta, mobil lo gue sita," ancam Andre sambil memainkan kartu di tangannya.
"Idih, kek rentenir aja! mana ada pinjem 5 juta jaminannya mobil harga ratusan juta," protes Karin.
"Kalau ga mau ya udah," ucap Andre hendak mengembalikan lagi kartunya kedalam dompet tapi tangannya segera ditahan oleh Karin dan kartu itu direbutnya.
"Iya.. iya," Karin terpaksa setuju meskipun raut mukanya terlihat manyun.
Andre tersenyum super tipis.
"Ntar pulangnya sendiri apa gue jemput?" tanya Andre.
Karin mengerutkan keningnya, tumben abangnya berbaik hati. Sungguh kejadian langka. "Jemput dong," jawab Karin cepat takut kalau abangnya berubah pikiran.
"Yaudah, entar 2 jam lagi gue jemput," titah Andre.
Karin mengangguk lalu membuka pintu dan keluar dari mobil. Namun saat akan menutup pintunya kembali, Andre bertanya. "Tau PIN-nya ga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Bersemi di Demonstrasi [JINRENE] (TAMAT√)
Short StoryKarin cuma bisa diam terpaku dalam dekapan pemuda yang sudah menolongnya kala ada kerusuhan demonstrasi mahasiswa saat itu. Hanya aroma tubuh dan suara pemuda berjas almamater kuning itulah yang selalu terngiang-ngiang dalam benaknya saat mereka ak...