11 - mungkin bisa dibilang ini kencan

1K 227 9
                                    

Hari ini Hongjoong mengajak Seonghwa untuk jalan-jalan di luar karena hari ini hari Sabtu. Kemarin malam setelah percakapan mereka, Hongjoong menyakinkan Seonghwa bahwa apa pun yang dirasakan lelaki itu adalah valid. Bahwa Seonghwa tidak perlu merasa bersalah untuk apa pun yang dipilihnya, karena yang tahu bentuk kebahagiaannya adalah lelaki itu.

Seonghwa yang duduk di samping Hongjoong menatap jalanan dengan bersemangat. Hongjoong menyesali tidak meminta supir untuk menyetir karena matanya sejak tadi terus melirik ke arah Seonghwa. Sebelah tangannya digenggam oleh Seonghwa, meski kadang terlepas karena Hongjoong harus memindahkan gigi untuk menyesuaikan kecepatan mobil yang melaju.

Hongjoong membuat catatan mental kepada dirinya sendiri untuk lain kali meminta supir untuk menyetir agar dia lebih leluasa untuk memberikan semua atensinya kepada Seonghwa. Mungkin, harusnya moral Hongjoong merasa tersentil karena terlalu dekat dengan tunangan orang lain, tetapi dia tidak sepeduli itu dengan nilai moral. Seonghwa memberikannya izin dan Hongjoong tahu kalau lelaki itu tidak bahagia.

Lagipula sejak awal memang niatnya untuk merebut Seonghwa dari sisi Yunho dan kebetulan yang berpihak kepadanya, Seonghwa juga memilih Hongjoong.

"Hongjoong," panggilan itu membuatnya yang baru menarik rem tangan karena telah memarkirkan mobilnya, menatap Seonghwa yang tersenyum kepadanya, "Jadi kita hari ini mau ke mana?"

"Setelah membeli HP untukmu, aku akan mengikuti langkahmu ke mana pun, Seonghwa."

Seonghwa tersenyum dan kemudian tampak kaget karena Hongjoong melepaskan sabuk pengaman dan wajahnya terlalu dekat dengannya. Hongjoong sejak kemarin sebenarnya terpikirkan hal ini, tetapi melihat reaksi tegang Seonghwa membuatnya merasa ada yang salah.

"Seonghwa, kamu tidak suka didekati ya?"

"Bu-bukan begitu," Seonghwa menggeleng cepat dan Hongjoong sudah kembali ke posisinya, "A-aku ... aku kaget."

Hongjoong melihat kepanikan lelaki itu, semakin merasa ada yang salah. "Seonghwa, tenanglah," Hongjoong tersenyum dan kemudian menepuk pelan puncak kepala lelaki itu, "Kalau kamu tidak nyaman, bilang. Aku tidak akan marah dan tahu harus mengatakannya jika ingin mendekatimu."

"Maaf, Hongjoong."

"Tidak perlu minta maaf, karena kamu punya alasan tersendiri," Hongjoong tersenyum, "Ayo turun, kita beli HP untukmu."

Saat berada di dalam tempat penjualan HP, Seonghwa tidak mau melepaskan genggamannya dari Hongjoong meski pun berjalan ke sana kemari karena atensinya yang mudah teralihkan. Menarik Hongjoong untuk mengikutinya dan tidak membuatnya protes. Namun, saat Seonghwa saat sadar hal itu menatap Hongjoong dengan bersalah dan baru akan mengatakan sesuatu, bibirnya oleh Hongjoong ditempelinya dengan telunjuk dari tangan yang tidak digandeng oleh lelaki itu.

"Jangan mengatakan maaf, aku tidak keberatan, Seonghwa."

Saat telunjuk Hongjoong menjauhi bibir Seonghwa, lelaki itu tersenyum dan membuat Hongjoong ikut tersenyum. Sepertinya sekarang Hongjoong paham maksud dari senyuman yang bisa menular dan memang bersama dengan Seonghwa selalu membuatnya menemukan hal-hal baru yang tidak disangka olehnya.

Setelah membelikan Seonghwa HP, membuat Hongjoong juga ikut mengganti miliknya karena ingin kembaran yang bisa ditertawakan oleh Yeosang karena tahu sekali Hongjoong seringkali mengejek orang-orang yang suka memiliki barang kembaran, mereka berpindah ke toko buku. Hari Sabtu siang suasana tidak begitu ramai dan Seonghwa memastikan tangannya tetap mengandeng Hongjoong sebelum menariknya ke sana kemari untuk melihat buku-buku. Lalu, Seonghwa berhenti di salah satu rak best seller dengan buku-buku yang penulisnya bernama Hwaseong sembari tersenyum lebar.

Namanya seperti familiar.

"Seonghwa," panggilan itu membuat Seonghwa menoleh sembari tersenyum lebar, "Hwaseong itu ... kamu?"

"Bu-bukan!"

"Kamu tidak pintar berbohong, Seonghwa," Hongjoong menyentil pelan dahi Seonghwa, "Telingamu memerah kalau merasa malu dan sikapmu terlalu antusias untuk melihat deretan buku yang menggunakan namamu secara terbalik."

"Hehehe ... ketahuan ya?"

Hongjoong tersenyum, padahal tadi asal tebak. Seonghwa itu benar-benar seperti buku yang terbuka, apa pun yang dirasakannya bisa terlihat jelas. Lalu, Hongjoong merasa bingung sendiri karena kalau Seonghwa seperti ini, seharusnya Yunho bukankah sadar kalau sikapnya selama ini membuat tunangannya itu tidak nyaman?

Ah, persetanan dengan kepekaan Yunho, sekarang ini momen Hongjoong dan Seonghwa, tidak perlu memikirkan lelaki itu.

"Lalu uangmu ke mana, Seonghwa?" Hongjoong baru teringat kalau Seonghwa bilang dia bahkan tidak punya uang karena tidak punya rekening. "Katamu tidak memiliki rekening."

"Itu ... aku titip ke Wooyoung."

"Memangnya dia tidak akan menggunakannya?"

"Ya tidak apa-apa?" Seonghwa justru tampak tidak mempermasalahkannya. "Lagipula aku punya uang juga untuk apa? Yunho selalu membekukan rekeningku kalau dia tahu aku diam-diam memilikinya."

Mendengarnya langsung dari mulut Seonghwa membuat Hongjoong marah. Yunho benar-benar mengontrol hidup Seonghwa sampai di level finansial. Pantas dia saat ditanya untuk memilih Hongjoong atau Yunho, Seonghwa memilihnya. Karena mungkin bagi Seonghwa, meski dia masih bingung harus melakukan apa saat diberikan kebebasan, setidaknya dia dihargai dan tidak dikontrol seperti saat bersama Yunho.

"Mau aku buatkan rekening untukmu, Seonghwa?"

"Hongjoong, hari ini hari Sabtu. Bagaimana caranya aku membuat rekening?"

"Sepertinya kamu tidak tahu sekarang ada rekening yang bisa dibuat dari HP," perkataan Hongjoong membuat mata Seonghwa membesar, seperti kaget mendengarnya, "Selesaikan dulu belanja bukumu, nanti kita membuatnya. Tadi kulihat ada sales bank yang aku maksud."

"Kasihan ya dia bekerja di akhir pekan seperti ini."

"Namanya juga kehidupan, Seonghwa."

Seonghwa menganggukkan kepalanya dan kemudian kembali menarik Hongjoong kesana kemari. Satu jam kemudian, mereka mengantri ke kasir untuk membayar buku-buku Seonghwa. Lalu, seperti perkataan Hongjoong, mereka mencari sales bank yang bisa membukakan rekening dari HP. Hongjoong tidak bisa menahan tawanya melihat tatapan takjub dari Seonghwa saat sales perempuan menjelaskan fitur-fitur rekening di HP barunya.

Saat tatapan Seonghwa dan Hongjoong bertemu, lelaki itu tersenyum kepadanya yang membuatnya juga ikut tersenyum.

"Hongjoong terima kasih," Seonghwa tersenyum, "Baru kali ini aku merasa kencan yang menyenangkan selama hidupku."

Hongjoong tidak mengatakan apa pun karena baru tersadar kalau kegiatan mereka ini bisa masuk kategori kencan. Padahal dia tidak merencanakannya dan anti dalam hal-hal yang tidak terencana ... sebentar, jalan-jalan mereka ini bisa dimasukkan kategori rencana tidak? Karena apa yang dikatan Hongjoong kemarin tentang membeli HP dan ke toko buku memang terlaksana, tetapi membuka rekening untuk Seonghwa jelas di luar rencananya.

"Hongjoong kenapa?"

Hongjoong menatap Seonghwa sembari tersenyum. "Tidak apa-apa." Kemudian dia menambahkan kalimatnya karena tahu bisa membuat Seonghwa mengatakan hal yang seharusnya tidak perlu dikatakan. "Aku hanya senang saat tahu dirimu senang."

Seonghwa tertawa sebagai respon perkataan Hongjoong.

Ternyata bahagia memang sederhana, seperti melihat Seonghwa yang tertawa karena Hongjoong.

Dramarama | Joonghwa & Yunhwa [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang