Tadinya Seonghwa ingin menghampiri Hongjoong yang terlihat mengobrol dengan orang yang tidak dikenalnya. Namun, sebelah pergelangan tangannya di tahan dan membuat Seonghwa berbalik dan ternyata Yunho yang melakukannya. Tiba-tiba, rasanya Seonghwa merasa gugup dan takut akan mengatakan hal yang disesalinya di masa depan nantinya.
Seonghwa butuh Hongjoong di sisinya, karena dia tidak mempersiapkan dirinya untuk menghadapi Yunho hari ini. Meski pun Seonghwa memang memberikan undangan kepada Yunho untuk pameran lukisannya ini, tetapi bodohnya berpikir kalau lelaki itu tidak akan datang. Padahal Seonghwa seharusnya lebih dari tahu kalau Yunho akan mendatanginya di mana pun keberadaannya, bahkan di tempat seharusnya lelaki itu tidak mengetahuinya.
"Seonghwa...," panggilan Yunho itu terdengar lemah dan putus asa. Membuat Seonghwa merasa bersalah, tetapi kemudian mengingatkan diri sendiri bahwa kali ini dirinya harus bisa tegas kepada Yunho, "Bagaimana kabarmu?"
"Aku baik." Seonghwa tersenyum. "Aku bahagia karena impianku bisa terwujud, meski merepotkan Wooyoung dan San."
Yunho terdiam cukup lama dan Seonghwa menatap tangannya yang masih belum dilepaskan. Ingin menarik tangannya, tetapi merasa itu tidaklah sopan dan mau bagaimana pun, Yunho masih tunangannya. Orang yang memiliki status resmi dan begitu tinggi pada hierarki sebuah hubungan, meski belum ke jenjang paling tertinggi yaitu pernikahan.
Namun, Seonghwa merasa sudah tidak sanggup untuk bersama dengan Yunho. Hatinya sudah tidak untuk lelaki yang telah bersamanya sejak kecil, sepuluh tahun belakangan menjadi orang yang disebutnya sebagai pacar dan entah tahun keberapa mereka menjadi tunangan karena Seonghwa tidak merasa hal itu istimewa di kehidupannya. Ikatan itu hanya untuk membuat Yunho yakin bahwa Seonghwa tidak pergi dari sisinya seperti beberapa kali yang telah dicobanya selama ini.
"Seonghwa...," panggilan itu membuatnya menatap Yunho, "Apa kita bisa berbicara?"
"Yunho, apa sekarang kita tidak tengah berbicara?"
Yunho terdiam, seolah tidak menyangka Seonghwa akan menjawabnya seperti itu. Mungkin Yunho terlalu terkejut bahwa Seonghwa yang dikenalnya akan selalu menuruti perkataannya, sekarang bisa menjawabnya tanpa ragu.
Apa jarak bisa mengubah Seonghwa seperti ini?
Sepertinya benar, karena Seonghwa merasa sedikit lega setelah mengatakan hal itu. Mungkin banyak hal yang Seonghwa mesti lakukan untuk menjadi normal seperti orang-orang, tetapi untuk sekarang, hal yang dilakukannya kepada Yunho adalah sebuah kemajuan yang kurang dari dua bulan yang lalu tidak terbayangkan sebelumnya.
"Yunho, apa kamu selamanya memegang tanganku?" tanya Seonghwa yang membuat tatapannya bertemu dengan Yunho. Tidak ada tanda-tanda bahwa pergelangan tangannya akan dilepas oleh Yunho dan membuat Seonghwa hanya bisa tersenyum sebagai bentuk kesopanan. "Yunho, bisa lepaskan tanganku? Aku sekarang ada di depanmu, tidak melarikan diri."
"Kalau aku melepaskanmu, aku tahu dirimu akan pergi dariku, Seonghwa."
"Tapi ... bukankah sejak awal kamulah yang membiarkanku pergi?" Seonghwa tetap tersenyum dan membawa tangannya yang bebas untuk memegang tangan Yunho yang menahan pergelangan tangannya. Membuat tangan Yunho melepaskan tangannya dengan usaha yang tidak terasa kasar, tetapi sepertinya Seonghwa tidak bisa melakukannya karena lelaki di depannya tampak tersentak dengan sikapnya. "Yunho, semua orang berubah, termasuk aku yang kamu tinggalkan di tempat Hongjoong."
"Seonghwa, aku sudah bilang kalau...."
"Kalau aku hanya berada di tempat Hongjoong selama tiga bulan." Seonghwa tersenyum setelah melanjutkan perkataan Yunho. "Yunho, kamu pikir aku apa? Barang yang bisa dititipkan kepada siapa pun seperti kehendakmu?"
"Seonghwa...."
"Aku capek dengan semua ini." Jantung Seonghwa mendadak berdebar tidak karuan karena takut bahwa dirinya gagal mengatakan hal ini. Menghela napas, lalu kemudian menarik napas panjang sembari menatap Yunho. "Aku capek dengan kita. Aku ingin tidak ada kata kita lagi di antara kita berdua. Aku ... aku ingin berpisah denganmu."
Yunho tidak mengatakan apa pun dan Seonghwa pikir, dirinya sudah cukup jelas mengatakan hal yang ada di pikirannya. Namun, tatapan kemarahan yang ditunjukkan Yunho kepada Seonghwa membuatnya mengambil beberapa langkah mundur. Rasanya Seonghwa merasa pengulangan dengan hal ini dan tahu arahnya akan ke mana. Tubuhnya mendadak merasa dingin dan untuk kali ini, Seonghwa berharap ada yang menolongnya.
"Apa ini karena Hongjoong makanya kamu bisa berkata seperti itu, Seonghwa?"
Seonghwa berusaha memberikan sugesti kepada tubuhnya sendiri untuk tidak gemetar, jadi tidak menjawab perkataan Yunho. Bahkan Seonghwa tidak sadar kalau Yunho melangkah mendekatinya, tetapi kemudian merasakan tubuhnya dilingkupi kehangatan dan aroma familiar membuatnya sadar kalau sekarang berada di pelukan Hongjoong.
"Sepertinya mengundangmu merupakan pilihan yang buruk, Yunho," suara Hongjoong terdengar jelas dan Seonghwa baru kali ini mendengarkan debaran jantung Hongjoong dengan sungguh-sungguh. Bahwa ternyata, bukan hanya jantungnya yang berdebar tidak karuan jika berada di dekat Hongjoong, tetapi lelaki itu juga sama saat berada di dekat Seonghwa, "Kalau kamu datang kemari hanya untuk menghancurkan hari bahagianya Seonghwa, lebih baik pulanglah."
"Hongjoong, kamu sadar tengah memeluk tunangan orang lain?"
"Dan apa kamu tuli bahwa tunanganmu sudah meminta untuk menyudahi ikatan kalian?" tanya Hongjoong dan sekarang mereka bertiga menjadi pusat perhatian orang-orang. "Pulanglah, hari ini adalah hari Seonghwa menunjukkan karyanya sebagai pusat perhatian, bukan hubungannya denganmu yang menjadi pusat perhatian."
Yunho ingin mengatakan sesuatu sebagai balasan, tetapi diseret oleh San untuk mengikutinya. Mendengar makian dari Yunho untuk dilepaskan, tetapi tidak ada yang membantunya dan bahkan Mingi yang merupakan teman baiknya Yunho, membiarkan pacarnya untuk menyeret lelaki itu keluar dari tempat yang berubah fungsi sebagai pameran karya Seonghwa.
"Seonghwa ... hei, tidak apa-apa," Hongjoong merasakan gemetar dari tubuh Seonghwa di dekapannya, "Ada aku, ada yang lain melindungimu sekarang."
"Tapi ... aku ... aku...."
"Kamu sudah melakukan langkah besar untuk dirimu, Seonghwa," Hongjoong mencoba menenangkan Seonghwa, "Kamu hebat. Memutuskan hal penting bagi hidupmu itu adalah suatu pencapaian, Seonghwa."
Seonghwa tidak mengatakan apa pun, tetapi rasanya dia telah melakukan hal yang semestinya dan tidak ada rasa penyesalan. Tidak ada yang perlu ditakutkan, karena Seonghwa sudah bisa menghadapi dan melawan ketakutan terbesarnya. Hanya dengan pemikiran itu, Seonghwa perlahan menjadi tenang dan kemudian tersadar, kalau dia tengah berpelukan di tempat umum. Membuat Seonghwa segera menjauh dari Hongjoong, lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya serta berjongkok karena malu. Rasanya Seonghwa ingin melompat ke dalam lubang karena ingin bersembunyi dan mendengar tawa pelan sembari kepalanya diusap pelan.
"Seonghwa, jangan bersikap menggemaskan di depan semua orang. Cukup aku yang tahu sisimu ini."
Seonghwa masih berjongkok dan menutupi wajahnya, tetapi tahu kalau Hongjoong berjongkok di depannya karena merasakan embusan napas di kulit tangannya. Membuatnya melayangkan protes, "Hongjoong apa tidak bisa sehari tidak mengatakan aku gemas?"
Hanya tawa pelan sebagai jawaban dari protesan Seonghwa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dramarama | Joonghwa & Yunhwa [✓]
FanfictionSeharusnya, kalkulasi Yunho tidak salah. Namun, kenyataannya dia kalah dan harus menyerahkan perusahaan gim yang telah dirintisnya susah payah kepada Hongjoong. Kemudian, Hongjoong memberikan tawaran yang membuat hati Yunho berkecambuk. "Kamu boleh...