Hongjoong berusaha menahan tawanya melihat Seonghwa yang tampak tegang di belakang kemudi mobil. Seperti perkataannya kemarin, Hongjoong akan mengajari Seonghwa menyetir. Untuk meminimalisir ketakutan Seonghwa akan menyebabkan kecelakaan kepada orang lain, mereka berlatih di area sekitar rumah Hongjoong.
Meski bisa dibilang area sekitar rumah Hongjoong hanyalah jalanan kosong serta pepohonan di sepanjang sisinya. Dulu, Hongjoong menganggap rumahnya terlalu jauh dan cukup menyeramkan jika dilewati malam hari. Sekarang, Hongjoong bersyukur dialah pemilik area sepi itu karena setidaknya bisa menjamin rasa aman kepada Seonghwa.
"Hongjoong, aku tidak bisa," Seonghwa menatapnya sembari menggelengkan kepalanya. Tatapannya panik dan Hongjoong menahan kedua tangan Seonghwa untuk tidak memilih kabur dari kursinya, agar tatapan mereka bertemu, "A-aku tidak bisa. Aku takut akan merusak mobil Hongjoong. Ini pa-pasti mahal."
"Seonghwa, tenanglah," Hongjoong tersenyum, mencoba memberikan motivasi, "Ini tidak seburuk bayanganmu. Kita coba dulu, setelah itu aku tidak akan memaksamu untuk melanjutkannya kalau tidak ingin."
"Ta-tapi...."
"Seonghwa, aku percaya padamu. Jadi ayo coba kamu percaya juga kepada dirimu."
Hongjoong tidak tahu apakah perkataannya seperti mantra untuk Seonghwa, karenan lelaki itu merasa tangan yang digenggamnya perlahan tidak gemetar. Seonghwa menatap Hongjoong cukup lama dan membuatnya menganggukkan kepala. Kemudian Hongjoong perlahan melepaskan tangan Seonghwa sembari tersenyum.
"Coba dengarkan instruksiku. Kalau kamu kehilangan kendali, aku akan menyelamatkanmu, Seonghwa."
"Tapi...."
"Percaya padaku, Seonghwa. Kita tidak akan mengalami hal buruk selama kamu percaya diri." Hongjoong menatap Seonghwa. "Seonghwa, bisa melakukannya bukan?"
Ada jeda beberapa saat sebelum Seonghwa akhirnya mengangguk dengan ragu. Kemudian dia menatap setir mobil di depannya, lalu menghela napas panjang. Menyalakan mesin mobil, kemudian melirik Hongjoong, seolah meminta untuk diberi arahan.
"Kaki kirimu menginjak rem. Juga turunkan rem tangannya, Seonghwa," Hongjoong menunjuk rem tangan yang dipegangnya. Tadinya Hongjoong ingin menjauh dari sana, tetapi Seonghwa dengan cepat juga mengenggam tangannya sembari menurunkan rem tangan, "Kedua tanganmu di kemudi, Seonghwa. Kamu baru menyetir hari ini, jangan mencoba melakukannya dengan satu tangan."
"I-iya."
Hongjoong melihat sebelah tangan Seonghwa yang tadi mengenggamnya akhirnya berpindah ke kemudi dan memegangnya begitu kencang. "Seonghwa, rileks. Kalau kamu tegang, itu akan membuatmu cepat lelah. Tarik napas, lalu embuskan perlahan. Tarik napas, embuskan perlahan."
Seonghwa menuruti perkataan Hongjoong dan perlahan mulai tidak begitu tegang, meski tangannya masih terlihat cukup kuat mencengram kemudi. Hongjoong menahan diri untuk tidak menghela napas dan memberikan instruksi, "Seonghwa, lihat tuas gigi, pindahkan dari R ke angka satu lalu perlahan lepaskan injakan rem kakimu."
Suara tuas yang dipindahkan membuat Hongjoong memposisikan tangan kirinya di rem tangan untuk berjaga-jaga kalau Seonghwa melepaskan rem kaki terlalu cepat. Benar dugaanya, Seonghwa melepaskannya begitu cepat, tetapi yang tidak diantisipasi oleh Hongjoong adalah lelaki itu kembali menginjak remnya dengan tergesa dan membuatnya terdorong ke depan serta refleks menarik rem tangan. Untungnya Hongjoong serta Seonghwa menggunakan sabuk pengaman sehingga mereka tidak terluka.
Hongjoong menoleh dan Seonghwa gemetar sembari terus menggelengkan kepalanya. Tatapannya seperti hendak menangis dan Hongjoong mencoba menenangkan dengan memegang tangan Seonghwa. Hongjoong tahu kalau mencoba untuk pertama kali membuat seseorang takut, tetapi tidak menyangka kalau bisa membuat Seonghwa sampai seperti ini.
"Seonghwa ... tidak apa-apa," Hongjoong berusaha memberikan pengertian, "Tidak semua hal berjalan sesuai keinginan dalam sekali coba."
"Ta-tapi ... tapi...."
"Kalau kamu ingin berhenti sekarang, aku tidak akan marah, Seonghwa," Hongjoong tersenyum untuk menenangkan Seonghwa, tetapi lelaki itu justru menggelengkan kepalanya yang membuatnya kebingungan, "Seonghwa, kenapa menggelengkan kepalamu?"
"Aku ... a-aku mengecewakan Hongjoong."
"Seonghwa...."
"Aku pasti buat Hongjoong marah. Maaf ... maafkan aku....."
Hongjoong melepas tangan Seonghwa, membuka sabuk pengaman lelaki itu sekaligus miliknya, untuk menarik Seonghwa ke dalam pelukannya. Tubuh Seonghwa gemetar dan terus menggumamkan maaf, membuat Hongjoong merasa sedih sekaligus marah. Sedih karena Seonghwa sampai seperti ini karena Hongjoong menyakinkan bahwa dia bisa melakukannya dan marah karena ini pasti penyebabnya adalah Yunho yang notabene tunangan lelaki itu.
"Sssh, Seonghwa ... aku tidak marah. Ayo atur napasnya. Tarik napas, tahan sampai hitungan ketiga, lalu pelan-pelan embuskan lagi," Hongjoong berusaha meredakan kepanikan Seonghwa yang ada di dekapannya dan mengelus punggung lelaki itu, "Iya, seperti itu. Tari napas, tahan sampai hitungan ketiga, lalu embuskan perlahan."
Gemetar tubuh Seonghwa perlahan mulai berkurang dan napas lelaki di dekapan Hongjoong juga terasa mulai teratur. Meski Hongjoong merasa bagian dari bajunya ada yang lembab, mungkin karena air matanya Seonghwa dan membuatnya merasa gagal untuk melindungi lelaki itu.
"Seonghwa," Hongjoong tidak berharap Seonghwa membalas, hanya ingin lelaki itu mendengarkannya, "Aku tidak marah kepadamu. Gagal untuk pertama kalinya itu hal biasa dan aku tidak mempermasalahkannya. Manusia itu tempatnya salah, tidak apa-apa, Seonghwa."
Tidak ada jawaban, tetapi merasakan Seonghwa sudah tidak gemetar baginya lebih dari cukup. Juga membuatnya berpikir harus membuatkan janji temu dokter psikiater untuk Seonghwa. Mungkin, baiknya dokternya yang mendatangi Seonghwa, karena Hongjoong juga mulai khawatir kalau lelaki yang ada di dekapannya tidak dalam pengawasannya akan bertemu dengam Yunho.
Brengsek, mengingat nama itu rasanya Hongjoong bukan hanya ingin memaki dengan kata-kata kotor terbaiknya, tetapi merasa ingin menghilangkannya dari dunia. Hal yang menahan Hongjoong untuk tidak melakukannya hanya dua, bahwa manusia yang masih punya akal sehat tidak akan membunuh dan Hongjoong tidak mau dibenci oleh Seonghwa karena melakukan hal kotor tersebut.
"Seonghwa," Hongjoong memanggil lelaki itu setelah beberapa waktu berlalu dan dia tidak mau bergerak menjauh darinya, "Terima kasih sudah mencoba. Jangan menyalahkan dirimu sendiri, kamu sudah mencoba itu sudah lebih baik dari dirimu kemarin yang belum mencoba."
Lalu, Hongjoong merasakan gemetar dari tubuh Seonghwa yang membuatnya panik. Kemudian, Hongjoong tersadar kalau itu bukan karena respon ketakutan Seonghwa, tetapi karena lelaki itu menangis di dekapannya. Meski suaranya hampir tidak terdengar karena sepelan suara AC di mobil, Hongjoong nyatanya bisa mendengar isakan Seonghwa.
"Hongjoong...," gumaman yang terlampau lirih itu seharusnya tidak bisa Hongjoong dengar, tetapi nyatanya dia bisa dan menunggu apa yang akan dikatakan oleh Seonghwa, "Te-terima kasih ... terima kasih karena mau percaya padaku."
Rasanya Hongjoong tidak pernah ingin melindungi seseorang sekuat tenaga dan dayanya sebelum momen ini ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dramarama | Joonghwa & Yunhwa [✓]
FanficSeharusnya, kalkulasi Yunho tidak salah. Namun, kenyataannya dia kalah dan harus menyerahkan perusahaan gim yang telah dirintisnya susah payah kepada Hongjoong. Kemudian, Hongjoong memberikan tawaran yang membuat hati Yunho berkecambuk. "Kamu boleh...