Jika orang-orang pikir Yunho tidak memiliki ketakutan apa pun karena melihat sikapnya selama ini, mereka sebenarnya salah besar. Ketakutan Yunho bukan kepada serangga, hantu, bahkan bukan tentang orang tuanya, tetapi seseorang yang bernama Seonghwa. Tepatnya, ketakutan Yunho kalau Seonghwa menemukan orang lain yang lebih baik darinya dan memutuskan untuk meninggalkannya.
"Kenapa Yunho berpikir seperti itu?" Tanya Seonghwa saat mendengarkan kekhawatirannya setelah mereka bertengkar karena Seonghwa pergi bermain dengan teman sekelasnya sepulang sekolah tanpa bilang kepada Yunho. "Aku ada di dekatmu. Aku dipenghujung hari akan selalu pulang ke rumahmu. Aku akan pulang kepadamu, Yunho."
"Aku hanya takut, Seonghwa. Rasa takut tidak semuanya bisa dijelaskan."
Seonghwa menatap Yunho cukup lama, lalu tersenyum dan merentangkan tangannya. Padahal mereka sudah SMP, tetapi sikap Seonghwa yang selalu memberikan pelukan kepada Yunho masih tetap dilakukannya. Juga, Yunho tidak pernah protes dan mau berada di dekapan Seonghwa. Mencium aroma samar pelembut pakaian yang berbeda dengan miliknya karena kulit Yunho yang sensitif sehingga detergen serta pelembut pakaiannya harus dipesan khusus dari Eropa.
"Aku tidak pergi, Yunho. Jadi berhentilah khawatir kalau aku akan meninggalkanmu."
Namun, nyatanya ibu Yunho tahu kelemahannya itu dan menggunakannya untuk mencapai tujuannya. Membuat Yunho bukan hanya harus menjadi yang terbaik, tetapi menjadi paling terbaik di antara terbaik. Rasanya, hidup Yunho tidak pernah ada kata mudah, kecuali jika bersama Seonghwa dan membuatnya sejenak melupakan kegilaan ibunya yang ingin mengaturnya sedemikian rupa.
Akan tetapi, ada masa yang menjadi mimpi buruk Yunho. Saat dia gagal menjadi nomor satu di angkatannya, meski di peringkat kelas menjadi nomor satu. Hanya selisih satu angka dengan nomor satu di angkatannya dan Seonghwa tidak ditemukannya di rumah setelah pulang dari rumah ayahnya saat diajak makan malam oleh beliau. Padahal biasanya Seonghwa akan menungguinya kalau Yunho pergi ke suatu tempat.
Meski bertanya kepada pengurus rumah yang lain, tidak ada yang menjawab dan tidak bisa menemukan ibu serta ayah Seonghwa di rumahnya. Padahal mereka selalu tinggal di rumah dan jarang sekali pergi kecuali untuk urusan mengambil rapot Seonghwa atau pun saat hari Chuseok.
"Mencari Seonghwa?" Suara ibunya membuat Yunho menoleh cepat dan senyuman perempuan yang melahirkannya itu sekarang di matanya benar-benar mengerikan. Senyuman sinis yang membuat bahu Yunho menegang, karena tahu ini tidaklah berakhir baik. "Ibu sudah mengusir mereka dari rumah. Sepertinya membiarkanmu bergaul dengan anak itu memberikan pengaruh buruk."
"Ibu!"
"Jangan meninggikan suaramu, Jung Yunho." Tatapan sinis perempuan yang melahirkan Yunho itu semakin membuat emosinya tersulut. "Membiarkanmu bermain bersamanya selama ini ternyata adalah sebuah kesalahan. Kamu tidak menjadi terbaik di semester ini."
"Ibu pikir aku robot yang akan selalu sempurna dalam segala hal?!"
"Kamu anak ibu dan anakku harus bisa segalanya."
Yunho mendengarnya benar-benar kesal dan melihat guci yang setinggi tubuhnya, lalu mendorongnya hingga pecah. Pekikan ibunya tidak Yunho pedulikan dan tangannya mengambil pecahan yang menurutnya paling tajam, menggenggamnya dengan erat sehingga merasakan pedih dan tangannya mulai berdarah.
"Yunho! Jauhkan itu dari tanganmu," ibunya terlihat panik dan Yunho hanya bisa tersenyum sinis. Lalu, mengarahkan pecahan itu ke lehernya dan bisa melihat wajah ibunya yang langsung memucat. Mendelik seolah telah bertemu dengan hantu, "Yunho, jangan begini. Jauhkan itu dari lehermu!"
Yunho tidak mengatakan apa pun, tetapi menyentuhkan ujung pecahan yang digenggamannya ke lehernya. Ada sedikit rasa pedih dan melihat ibunya yang panik adalah sedikit hiburan bagi Yunho yang selama ini merasa dikontrol segala sesuatu di kehidupannya.
"Yunho ... katakan kepada ibu maumu. Ibu akan melakukannya untukmu."
"Ibu tahu hal yang harus dilakukan," Yunho tersenyum. Melihat wajah ibunya yang semakin panik, tetapi tatapannya jelas tidak suka dengan apa yang barusan di dengarnya, "Sekarang atau aku melakukannya di depan ibu sehingga hanya tinggal nama."
Malam itu, Yunho baru mengerti kalau kehilangan Seonghwa sama seperti kehilangan dunianya. Namun, ibunya yang selama ini dipikirknya tidak akan bisa dikalahkan olehnya, nyatanya bisa kalau Yunho menyakiti diri sendiri karena Seonghwa-nya dijauhkan.
Tentu saat Seonghwa datang, wajahnya yang tadinya bertanya-tanya karena baru tinggal di apartemen dekat sekolahnya hari ini, tetapi kemudian diminta kembali ke rumah Yunho. Lalu, dia langsung terlihat panik melihat tangan Yunho yang diperban dan lehernya yang diberikan plester.
"Yunho kenapa terluka?" Seonghwa langsung membolak-balikkan Yunho dengan kedua tangannya. "Apa Yunho berkelahi dengan seseorang? Di mana yang sakit? Siapa yang melakukannya? Astaga, perbannya ada darahnya! Bagaimana...?"
Yunho yang menarik Seonghwa ke pelukannya membuat lelaki itu berhenti berbicara. Meski itu membuat Seonghwa mengerjapkan matanya, tanda dia tidak mengerti apa yang terjadi. Lalu, yang didengarnya adalah isakan dan bahunya yang terasa lembab, membuat Seonghwa panik.
"Yunho, kenapa menangis? Ada yang sakit ya, kalau begitu ayo ke rumah sakit." Seonghwa semakin panik karena Yunho tidak meresponnya lewat kata, tetapi lewat pelukan yang semakin mengerat. "Yunho, katakan sesuatu. Aku tidak tahu harus melakukan apa kalau kamu hanya menangis."
"Tinggal."
"Ya?"
"Tetap tinggal. Jangan pergi."
Ada jeda beberapa saat dan Yunho semakin merasa takut kalau setelah ini Seonghwa pergi meninggalkannya. Namun, tepukan pelan di punggungnya dengan kedua tangan, hal yang biasa memang Seonghwa lakukan kalau sedang menenangkannya serta jawaban yang membuatnya merasa tenang.
"Aku tidak akan pergi, Yunho."
Namun, Yunho tidak yakin bisa mempercayai ibunya, jadi dia meminta Seonghwa untuk malam itu tidur di kamarnya. Dulu waktu SD, Seonghwa sering tidur di kamar Yunho. Namun, begitu memasuki SMP, mereka tidak pernah tidur bersama. Seonghwa bilang kalau dia tidak merasa nyaman karena tidur bersama orang lain, padahal Yunho tahu kalau ibunyalah yang menjadi penyebab Seonghwa mengatakan hal tersebut.
"Yunho, aku...."
"Malam ini, hanya untuk malam ini, kumohon," Yunho menatap Seonghwa dengan mata sembab karena menangis tadi, "Jangan pedulikan kata ibuku, aku yang memintamu di sini. Karena kamu temanku."
Yunho tidak pernah tahu, kalau menyebut Seonghwa sebagai temannya bisa membuat mulutnya terasa pahit. Rasanya tidak benar, karena bagi Yunho, seorang Seonghwa jelaslah lebih dari teman baginya. Seonghwa sebenarnya tidak mengerti yang terjadi kepada Yunho, tetapi akhirnya mau tidur di kamar Yunho. Meski pun saat tertidur dan dirinya sedikit bergerak, tautan tangan mereka langsung terasa lebih kencang karena Yunho mengenggamnya lebih erat.
Hari itu, Yunho mempelajari dua hal penting.
Yunho tidak siap kehilangan Seonghwa yang baginya adalah dunianya.
Yunho ternyata bisa melakukan hal berbahaya yang memberikan rasa takut kepada ibunya jika itu berhubungan dengan Seonghwa.
"Seonghwa...," gumam Yunho yang membuka matanya di pagi hari dan merasa lega melihat Seonghwa di depannya yang tengah tertidur pulas, "Jangan pergi. Aku ... aku akan melakukan apa pun agar dirimu nyaman di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dramarama | Joonghwa & Yunhwa [✓]
FanfictionSeharusnya, kalkulasi Yunho tidak salah. Namun, kenyataannya dia kalah dan harus menyerahkan perusahaan gim yang telah dirintisnya susah payah kepada Hongjoong. Kemudian, Hongjoong memberikan tawaran yang membuat hati Yunho berkecambuk. "Kamu boleh...