0.3 - Bahagia
"Tidak menolak kehadiranku saat berada disampingmu, itu sudah cukup membuatku bahagia"
•••••
Setelah mengantarkan Frans kedepan pintu, Shei melambaikan tangannya kepada cowok itu. Memang selesai sarapan bersama, Frans langsung izin pulang. Sebenarnya Shei masih ingin menghabiskan waktu dihari minggu bersama cowok itu dengan mengajak nonton bersama atau sekedar jalan-jalan di taman. Tapi sayang, Frans menolaknya.
Dengan masih menyunggingkan senyumnya, Shei berjalan ke kamar untuk mengambil ponselnya. Mencari kontak kedua sahabat ceweknya dan menyambungkan sambungan video call.
"Pagi everyone" sapa Shei sambil tersenyum.
"Lo kenapa Shei kayak orang gila aja senyum-senyum. Jangan-jangan lo masih mabuk ya" balas Tari diseberang telpon.
"Hmm, semalem aja gak sadar diri" ujar Bella serak. Sepertinya cewek ini terbangun akibat telpon dari Shei.
Karena mereka membahas tentang semalam, Shei jadi penasaran siapa yang mengantarkannya ke apartemen.
"Semalam gue pulang sama siapa?" tanya Shei, meskipun ia tau pulang dengan 'si pujaan hati'. Tapi, ada sedikit kejanggalan pasalnya tidak mungkin cowok itu mengganti bajunya. Dan, sesuai pikirannya pasti Bella dan Tari juga menyusul ke apartemennya.
"Semalem kita nyuruh Rangga anterin lo pulang, tapi pas nyampe mobil kita gak liat lo. Kata Rangga, Frans yang nganterin" ucap Tari sambil meminum susu, mungkin cewek itu sedang berada di dapur. Sedangkan Bella, sudah tertidur kembali.
"Tapi kalian nyusulkan ke apart?" tanya Shei lagi.
"Gak, kita langsung pulang" balas Tari.
Shei terdiam cukup lama, ia memikirkan siapa yang mengganti pakaiannya.
"Oh ya Shei, Frans anterin lo ke apart dengan selamatkan?" lanjut Tari karena tidak ada balasan dari Shei.
"Iya, dia juga nginep Tar" kata Shei sambil tersenyum.
"Hah? Kok bisa?" Bella yang memejamkan matanya langsung terbangung melotot menghadap kamera. Karena ia cukup terkejut mendengar Frans menginap.
"Gue juga gak tau, bangun tadi gue udah liat dia tidur di sofa" jelas Shei sambil membalikkan badannya, telungkup.
"Tapi gue seneng banget, setidaknya dia gak secuek biasanya kita juga sarapan bareng dan dia pakai baju yang udah gue siapin. Ahh senengnya gue hari ini" jelas Shei semangat.
"Inget Shei jangan terlalu berharap, lo tau kan dia itu cueknya kebangetan. Gue takut lo sakit hati lagi" saran Tari.
"Iya iya" balas Shei.
"Btw, udah dulu ya gue mau belanja buat beli perlengkapan yang udah abis. Bye" ucap Shei. Setelah mendengar balasan dari kedua cewek itu, Shei langsung mematikan telponnya.
•••••
Hidup sendiri mengharuskan Shei mandiri, setidaknya itulah yang sedang ia usahakan. Terbiasa dituruti kedua orang tuanya sebelum bercerai, membuat gadis itu sedikit susah menjalani kehidupannya.
Shei pernah bahagia, pernah merasakan kasih sayang yang penuh dari kedua orang tuanya. Namun sejak mamanya menghancurkan kepercayaan sang papa, kehidupannya yang semula bahagia menjadi hancur.
Shei yang pada saat itu masih kelas 2 Menengah Pertama sangat terpukul. Diawal perceraian, Shei terpaksa harus tinggal dengan mamanya. Setelah mamanya menikah dengan selingkuhannya sekitar 2 bulan, Shei lebih memilih tinggal sendiri di apartemen papanya yang sekarang sudah beralih menjadi apartemennya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHEILLA'S BOYFRIEND (END)
Подростковая литератураTentang Sheilla Princessa A dan Ciko Frans Mahendra. Sheilla atau biasa dipanggil Shei merasa kehidupannya tidak pernah berjalan dengan mulus. Dimulai dari orang tuanya bercerai, mamanya yang menikah lagi dengan selingkuhannya, diperlakukan kasar ol...