Extra 1: Sidang Dadakan

214 32 41
                                    

Gue ada di tahap mulai memahami apa arti sebuah hubungan yang lebih serius, dan sebuah alasan kenapa seseorang mau menikah. 

Bukan karena takut kehilangan, bukan karena terlalu cinta, tapi karena memang ingin mempersatukan dua orang yang memiliki perasaan yang sama dan membina kehidupan yang baru bersama.

Itu, arti menikah buat gue. - Arbinta

**

Arbinta

Udah setahun lebih gue secara resmi jadi mas pacarnya Abel dan sekitar empat bulan lagi kita memasuki tahun kedua kita, tapi ya gitu-gitu aja. Nggak ada gebrakan baru. Adanya dia jadi kebiasaan gebrak meja juga kalau ketawa gara-gara bergaul sama gue.

Ngomong-ngomong kabar temen-temen gue, Ezra udah di Surabaya. Sejak dia masuk BUMN nggak lama dia dipindah tugas ke wilayah Jawa Timur. Sena masih di Jakarta tapi udah di BUMN juga, Theo, Dio sih masih gitu-gitu aja, nggak ada yang berubah.

Gue masih di TAKA tapi mulai berjalan usaha gue, Abel juga baru aja selesai masa pendidikan setelah dia lulus CPNS enam bulan lalu.

Selama gue pacaran sama Abel, gue nggak pernah aneh-aneh. Paling aneh cuma ciuman yang waktu itu pas pulang dari Prambanan. Wkwkwkwk. Malu gue ngebahasnya. Gue beneran hati-hati banget sama Abel gue nggak mau bikin dia takut sama gue.

Selama enam bulan kita sibuk kerja bagai kuda tapi nggak sampai lupa orang tua dan pacaran, akhirnya kita punya jatah long weekend. Setelah setiap bulan yang gue tunggu cuma tanggal merah berderet-deret, akhirnya muncul juga tuh warna keramat.

Alhasil, dini hari gue udah bersiap bawa ransel berisi perlengkapan mandi, baju ganti, dan segala macem permainan.

"Ma, Binta pamit."

"Udah izin sama papa mu?"

"Udah ma. Kemarin izinnya."

"Terus katanya apa?"

"Hem. Gitu doang ma. Sambil baca koran sih papa." Gue menirukan jawaban papa waktu gue bertanya dan mama tertawa.

Mama mengangguk sambil merapatkan cardigan rajut panjangnya karena malam ini lumayan dingin efek hujan sepanjang siang dan sore hari ini.

"Abel kamu jemput malam-malam begini?"

"Nggak lah, ma. Besok Binta jemputnya, kan dia di Bandung."

"Loh sejak kapan?"

"Tiga bulan lalu dia tugas di Bandung ma."

"Pantes kamu jadi anteng belakangan, terus kalau mama tanya tumben nggak pacaran kamu bilang sibuk." Mama mencibir dan gue hanya menggaruk kepala gue yang nggak gatal sambil celingukan.

"Mama udah lama nggak telpon Abel. Titip salam ya nanti."

"Gampang nanti pulang dari sana Binta bawa aja ke rumah sekalian."

"Halah gayamu." Mama mengusap kasar wajah gue kaya gue anak kecil yang lagi gegayaan depan mamanya.

"Udah ah ma. Berangkat ya Binta."

"Assalamualaikum."

"Hati-hati nak. Waalaikumsalam."

**

Sesampainya di Bandung gue tinggal di hotel. Kakak ipar gue udah nggak punya tempat tinggal di Bandung yang bisa gue tebengin jadi ya nggak apa-apalah sehari doang, lagian gue kerja nggak pake libur enam bulan gitu ya buat ini juga.

Selain itu, modal nikah. Ehehehehe. Mulai mikirin nih gue. Waktu tuh nggak kerasa tiba-tiba nanti umur gue udah 30 tahun, nggak maul ah gue nikah umur segitu. Kan dulu gue janjinya bilang dua tahun lagi.

Lost & Found [CHANxSEUL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang