Karena rumah,
Sebuah tempat untuk kembali
Sejauh apapun perjalannya
Pada akhirnya akan kembali kesana
**
2019
Arbinta
Belakangan, gue lagi nyiapin untuk showcase gue seminggu setelah Abel sidang, Album, dan kerja. Sibuk banget gue, tapi untungnya gue bisa.
Bisa gila.
Kadang gue tidur di studio, kadang di rumah Anggrek, kadang di rumah. Kadang di kantor. Makin kesini rumah gue makin banyak. Tapi tetep, rumah buat hati gue. Ya Abella Javanka. Hehe.
Sesuai permintaan Papa waktu itu, dia mau gue ngundang dia pas nanti di showcase itu makanya gue latihan mati-matian karena gue mau nunjukin ke Papa kerja keras gue berapa tahun ya... 5 tahun? Kayaknya segitu. Saking kerasnya hidup gue dulu gue sampe nggak inget.
Dan ya, rencana gue mau bikin konsultan juga nggak main-main. Rei, Juhi, Brian juga setuju. Mereka sih mikirin duitnya dan ilmunya sayang juga kalau nggak kepake. Belakangan gue juga mikirin kaya gitu.
Walaupun dulu gue nggak suka, tapi itu semua yang ngebawa gue sampe sini. Setidaknya, itu yang gue ambil sekarang. Daripada gue pusing menyesali, mending cari hikmahnya. Klise, tapi nyatanya, emang bener. Ada hikmahnya.
"Bang, lo beneran mau main drum pas showcase?"
"He eh." Gue mengangguk. Setidaknya itu yang mau gue tunjukin ke Papa.
"Tapi tetep, pas nyanyi dua lagu itu, gue main gitar." Brian mengangguk.
"Udah selesai masalah lo?" Rei sekarang nanya. Dia tukang bengong tapi juga peka sikon. Jadi dia ngerti lah.
"Hahaha, udeh. Perhatian banget sih lo."
"Idih." Rei bergidik dan pergi lagi.
"Jadi spesial stage lo apa?"
"Ya dua aja. Nggak usah banyak-banyak."
Gue nyiapin dua lagu. Sampai.
Satu lagi, Rumah.
Kalau digabung, Sampai Rumah.
Nggak deng. Sendiri-sendiri itu.
Gue menarik napas gue dalam dan gue senyum sendiri.
"Weh senyam senyum kerasukan demit studio lo?" Juhi nempeleng gue. Ni orang ya, kalau bukan karena gue butuh, udah gue tindih drum biar gepeng sekalian.
"Bacot anda." Gue menjawab kesal.
"Pulang sih lo. Udah berapa hari nggak pulang?"
"Tiga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost & Found [CHANxSEUL]
Fiksi Penggemar[SELESAI] Binta tidak punya banyak harapan, hanya satu. Untuk diterima. Abel tidak pernah meminta, tetapi dia selalu menerima dan tidak bisa menolak. Mereka bertemu, untuk saling belajar dari kekurangan mereka dan menemukan kebahagiaan mereka. NOTE...