Cewek dengan sepatu putih itu terlihat hormat kepada bendera merah putih. Sesekali tangan kirinya mengelap peluh keringat yang membanjiri wajahnya. Ia harus berdiri sampai jam istirahat. Ia dihukum karena terlambat datang ke sekolah hari ini. Hanya ia yang dihukum, tidak ada orang lain.
Sedangkan cewek lainnya yang berdiri di pinggir lapangan menatap cemas pada cewek yang sedang hormat pada bendera. Cewek itu kemudian menuju ke kelasnya untuk memarahi seseorang. Anggi berjalan cepat, sambil mengomel tanpa henti. Murid lainnya menatap Anggi dengan aneh. Masih pagi ia sudah marah-marah.
"Kakak!" panggil Anggi.
Seseorang yang dipanggil kakak yang tak lain adalah Angga tidak menyaut panggilan Anggi. Melihat pun tidak. Angga sibuk bermain ponsel.
"Kak Angga, lo denger gak gue manggil," ucap Anggi kesal.
"Paan," balas Angga sambil matanya tetap melihat layar ponsel.
"Kakak kok gak berangkat sekolah sama Gadis?" tanya Anggi. Pasalnya Anggi berangkat terlebih dahulu, karena Raka, sang ketua OSIS menjemputnya pagi-pagi sekali.
"Gue udah janji jemput Gina," ucap Angga menjawab pertanyaan Anggi.
"Gina lagi Gina lagi. Harusnya kakak itu anter Gadis dulu," ucap Anggi kesal.
"Gue bukan supir pribadi Gadis sampai harus anter dia tiap hari ke sekolah," balas Angga tak kalah kesal.
"Tapi, setidaknya lo kasih tau gue kalo misal lo gak bisa jemput Gadis!"
Di dalam kelas hanya ada beberapa orang, jadi tidak ada penonton yang menonton acara pertengkaran kakak adik itu. Jam pertama kosong, sehingga murid lebih memilih menghabiskan waktu di kantin atau tempat lainnya, termasuk Gilang dan Kevin.
"Gue lupa," jawab Angga tanpa melihat Anggi.
Anggi menghela nafas. "Kakak tau gak? Kalo Gadis ke sekolah itu jalan kaki. Kemarin pas pulang juga jalan kaki. Dia belum sarapan, Kak. Dia maag, kalo dia pingsan gimana?" ucap Anggi marah campur cemas. Angga diam setelah mendengar perkataan Anggi.
"Udahlah," ucap Anggi menghentikan pertengkaran mereka.
"Lo mau kemana?" tanya Angga.
"Kantin, gue belum sarapan, sekalian beliin Gadis minum," jawab Anggi. Kemudian ia pergi ke kantin bersama Raka. Ya, Raka memang ada di sana, mendengar setiap pertengkaran antara kakak dan adik itu. Tapi, itu bukan urusannya, jadi ia tidak ingin ikut campur.
Angga segera keluar dari kelas menuju lapangan. Dari pinggir lapangan, ia dapat melihat Gadis sedang hormat pada bendera. Angga mendongak, melihat matahari yang bersinar terang. Kemudian melihat Gadis lagi, cewek itu terlihat pucat. Ia harus bertindak, jika tidak Gadis akan pingsan.
Angga mengingat-ngingat siapa guru yang bertugas untuk menghukum murid yang telat hari ini. Ketika sudah mengetahui gurunya, Angga langsung menemui guru tersebut."Selamat pagi Bu Siska," ucap Angga sambil tersenyum manis. Bu Siska menoleh ke arah Angga.
"Kenapa?" tanya Bu Siska melihat Angga yang menyapanya.
"Ibu yang hukum murid yang terlambat hari ini?" tanya Angga memastikan terlebih dahulu.
Bu Siska mengangguk. "Benar, ada apa?"
"Gini, Bu. Cewek yang ibu hukum hari ini boleh Ibu bebaskan dari hukuman?" tanya Angga. Bu Siska mengernyitkan dahinya heran.
Melihat raut wajah Bu Siska, Angga memperjelas maksudnya. "Soalnya cewek yang Ibu hukum lagi sakit, dia maag, Bu. Wajahnya pucat sekali. Dia telat juga karena sedang sakit, tapi dia paksa untuk sekolah," ucap Angga sedikit berbohong.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALUNG PERJODOHAN (END)
FantasyHidup Gadis Ayu Marshanda atau akrab dipanggil Gadis baik-baik saja sebelum mendengar bahwa Ayahnya ingin menjodohkannya dengan kepala desa. Gadis tentu saja menolak perjodohan itu dan pergi bekerja ke Jakarta melalui seseorang yang datang ke desany...