- ending fairy -
Kota Seoul kini memasuki liburan musim dingin. Semua kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan pun diberhentikan sementara. Jeje yang menyandang status mahasiswa baru, kini tengah bekerja di kios miliknya sendiri. Ah ya, Jaehyun sendiri sudah punya pekerjaan tetap dan kondisi ekonomi mereka pun membaik. Tidak seperti dulu lagi.
Hari ini cukup sepi, pembelinya tidak terlalu banyak seperti biasanya. Mungkin karena banyak orang-orang berdiam diri di dalam rumah. Jeje yang tengah bersenandung ria kini menoleh ke arah pintu yang baru saja dibuka.
Seorang pembeli.
"Selamat datang, Kak. Mau pesan apa ya?" sapa Jeje dengan senyum ramahnya.
Orang itu tidak menjawab, Jeje pun bingung. "Kak?"
Pemuda tinggi tersebut kini membuka topi yang dia pakai, saat itu juga Jeje menyadari satu hal. Orang ini adalah pemuda yang kemarin dia temui di festival itu. "Oh, Jisung? Wah, kebetulan sekali. Kau mau pesan apa?"
"Rekomendasi darimu, aku mau itu," jawab Jisung sambil tersenyum tipis.
"Oke, tunggu sebentar ya?" Jisung mengangguk. Dia pun duduk di salah satu tempat yang ada di dekat jendela. Pandangannya pun jatuh ke arah luar, di mana jalanan ditutupi oleh salju yang cukup tebal. Perlahan kedua sudut bibirnya terangkat ke atas membentuk senyuman kecil di sana.
Diam-diam ia pun melirik ke arah Jeje yang tengah sibuk membuat sesuatu untuknya. Jisung masih ingat betul bagaimana dia membantu gadis itu membersihkan tempat ini untuk pertama kalinya. Kenangan itu masih membekas di dalam benaknya, tapi tidak pada Jeje.
Gadis itu sudah melupakan semuanya. Jiji tidak boleh terlalu memaksa dalam hal ini. Tangannya kini masuk ke dalam saku celananya dan mengambil sebuah botol berisikan beberapa butir pil obat. Itu benda yang diberikan oleh Chenle padanya, sebuah ramuan yang diracik agar ingatan Jeje bisa kembali.
Kini, Jisung sudah menjadi manusia. Tidak ada lagi kekuatan sedikitpun yang melekat dalam dirinya, jadi hal yang bisa dia lakukan hanyalah bersabar untuk mendekati Jeje.
"Ini pesananmu, selamat menikmati," ucap Jeje sambil meletakan beberapa piring di atas meja Jisung.
"Terima kasih. Oh ya, bisa kita berbicara sebentar?" Jeje tampak berpikir sejenak sebelum dia mengangguk.
"Apa yang mau kau bicarakan?" tanya Jeje yang sudah ada di hadapan Jisung. Pemuda itu diam, dia menatap lekat sosok gadis yang selama ini dia rindukan.
"Sung?"
"Ayo berteman," ucap Jisung sambil tersenyum manis.
Jeje terpaku dengan senyuman itu. Rasanya begitu familiar dan tidak asing dengan senyuman yang ditunjukan oleh Jisung. Perlahan pula, rasa perih menjalar ke lubuk hatinya. Entah mengapa dia merasa sedih yang amat mendalam secara tiba-tiba.
"Kita bisa bertukar nomor, kebetulan juga aku baru datang ke Seoul. Dan hanya kau saja yang baru aku kenal," lanjutnya.
Jeje semakin tidak mengerti dengan perasaannya yang kini semakin larut dalam kesedihan, tanpa alasan yang jelas. Matanya kini sudah membendung kumpulan air yang siap tumpah kapanpun itu. "Sung."
"Iya?"
"Apa kita benar-benar belum pernah bertemu sama sekali?" Satu bulir air mata berhasil keluar dari kelopak mata Jeje. Dia tidak tahu apa yang menyebabkan ia bisa menangis.
"Belum. Ini kedua kalinya kita bertemu." Jisung merasa bersalah ketika Jeje menumpahkan air matanya.
"Jangan menangis," ucapnya sambil menyodorkan sapu tangan yang ia bawa pada Jeje.
"Aku tidak mengerti. Kenapa saat melihat dirimu aku merasa sedih? Bahkan dirimu juga tidak asing bagiku, tapi ... kita belum pernah bertemu," ungkap Jeje dengan suara seraknya. Jisung menghela napas pelan, andai saja dia bisa mengatakan yang sebenarnya pada Jeje, mungkin gadis itu bisa mengerti.
Tapi, tidak bisa. Ia tidak boleh mengungkapkan semuanya jika bukan Jeje yang mengingatnya. Itu percuma saja, gadis tersebut tentu tidak akan percaya padanya begitu saja. "Kurasa kau punya seseorang yang mirip dengan diriku, jadi kau merasa tidak asing denganku."
"Tidak. Aku belum pernah bertemu dengan orang sepertimu. Ini kedua kalinya kita bertemu, tapi aku sudah merasa kalau kita sangat dekat." Jeje mengacak rambutnya pelan, ia pun menerima sapu tangan itu dan menyeka air mata di pipinya.
"Oke, kita lupakan hal itu. Kau mau nomor teleponku?" Jisung mengangguk.
"Ini, kau bisa menghubungiku kapan saja. Oh ya, rumahmu ada di mana?"
"Tidak begitu jauh dari sini. Kau tau pertigaan di depannya? Tinggal belok kanan lalu lurus saja, kemudian ada rumah dengan pagar putih. Itu tempatku," jelas Jisung.
"Wah, rumahku juga ada di sana. Kalau begitu, kita pulang bareng aja. Kakakku tidak bisa menjemput karena lembur, lalu kekasihku juga sedang sibuk dengan skripsinya," tawar Jeje sambil terkekeh pelan.
Tunggu dulu. Jeje sudah punya kekasih?
"Kau punya pacar?" Jeje mengangguk mantap.
"Lee Jeno. Aku akan mengenalkan dirinya padamu jika ada kesempatan. Jadi, bagaimana?" Jisung terdiam, jujur saja hatinya sangat tertohok mengetahui fakta menyakitkan ini. Jeje-nya sudah punya kekasih.
Apalagi orang itu adalah Lee Jeno.
Jisung membuang napasnya kasar, ia pun tersenyum canggung sembari mengangguk kecil. "Kau sendiri sudah punya pacar?"
"Belum. Aku sedang fokus untuk tujuanku dulu saat ini," jawab Jisung.
"Kalau begitu, apa tujuanmu itu?"
Menikahi dirimu, membangun keluarga kecil di masa depan, lalu bahagia selamanya. Jisung membatin.
"Rahasia. Aku tidak bisa membocorkan tujuanku pada orang lain," jawab Jisung sambil tertawa kecil.
- TBC -
Aku kangen banget sama kalian wkwkwk, lama banget ya up nya? Mohon maaf lahir dan batin T_TSemoga aja rasa kangen aku bisa terbayar sih di chapter ini wkwkwk. Dan, makasih buat mampir ke chapter kali ini yes. Lup yu semuanya💚💚
Have a nice day-!
KAMU SEDANG MEMBACA
Ending Fairy | Park Jisung✓
FanfictionTentang Jiji, si peri bodoh-polos yang masuk dalam kehidupan Jeje secara tak sengaja. Slow Update #1 in sweet boy 19 March 2021 #7 in peri 23 May 2021 #9 in fandom 31 May 2021 #4 in fandom 1 June 2021 #9 in nctff 9 June 2021 #2 in truefanfiction 2...