- ending fairy -
Setelah perdebatan mereka berdua, kini berakhirnya keduanya di pesta Sunji. Teman Jeje yang satu itu kini sedang berulang tahun, jadi mereka berdua diundang untuk menghadiri pesta tersebut. Jeje tampak cantik dengan kaos putih diikuti dengan celana jeans, serta cardigan berwarna hijau army.
"Selamat ulang tahun!" seru Jeje sambil memeluk tubuh Sunji dengan erat.
"Terima kasih, jangan lupa traktirnya ya!" balas Sunji sambil cekikikan.
"Kau datang sama Jiji? Belakangan ini kalian terlihat dekat ya? Apa kalian sudah ... wah, kau harus menceritakan hal ini pada kita nanti," celetuk Yera.
"Apa sih, enggak kok. Aku dan Jiji hanya teman dekat. Lagipula dia dan aku—"
"Tinggal bersama," sela Jiji sambil memamerkan deretan gigi putihnya. Jeje segera membulatkan kedua matanya dan mengumpat dalam hati. Padahal, mati-matian dia merahasiakan hal ini dari ketiga temannya, tapi dibocorkan begitu saja oleh sang peri bernama Jiji.
"Astaga!" seru Renjun yang sangat terkejut mendengar penuturan Jiji.
"Wah, ini mah bukan pacaran lagi!" -Sunji.
"Oh, apa kalian sudah anu-anuan?" -Yera.
"Wah, berapa kali?" celetuk Renjun.
Dugh!
Dugh!
Baik Renjun maupun Sunji, keduanya kini meringis kecil setelah dipukul kepala mereka oleh Jeje. "Mulutnya heh, aku dan Jiji tidak seperti yang kalian pikirkan! Kita hanya teman baik, mengerti?!"
"Tapi waktu itu kita udah ciuman," celetuk Jiji dengan wajah polos tak berdosanya. Jeje semakin geram, Jiji benar-benar membuat reputasinya menjadi buruk. Renjun, Yera, dan juga Sunji segera membelalakkan mata mereka tak percaya.
"Wah! Keren sekali!" puji Sunji.
"Tuh kan, berawal dari ciuman. Nanti juga berakhir di ranjan—"
Plak!
Renjun mengusap pipi kirinya yang terasa perih akibat tamparan dari Jeje. Kedua sorot mata itu kini menatap nyalang ke arah Jiji. "Kau ... ikut aku," desis Jeje.
Jiji pun menurut saat Jeje menariknya pergi dari hadapan tiga orang itu. Halaman rumah Sunji cukup luas, maka Jeje memutuskan untuk mengajak Jiji ke balkon. "Kenapa? Jiji salah bicara?"
"Kau masih bertanya? Ya tentu saja kau salah! Aku mati-matian untuk merahasiakan hal itu, tapi kau sendiri yang mengatakan yang sebenarnya pada mereka. Apa maumu, huh? Apa yang harus aku jawab kalau mereka menanyakan alasan kau tinggal denganku?" celoteh Jeje sambil mendelik tajam pada Jiji.
"Bilang aja Jeje itu selir—"
"Tidak ada selir di kota Seoul! Ingat, ini duniaku. Bukan duniamu, dunia kita berbeda, Sung," tegas Jeje yang kini bersidekap dada. Jiji menunduk, dia merasa bersalah sekarang karena menyulitkan Jeje seperti ini.
"Tapi, Jiji hanya ingin mereka tau kalau—"
"Untuk apa? Apa untungnya bagimu setelah mengatakan hal ini pada mereka? Tidak ada!" seru Jeje, napasnya kini sedikit memburu. Jiji memang sangat polos, tapi kadang suka kelewatan.
"Jeje jangan khawatir, masalah ini Jiji yang akan selesaikan. Jangan marah lagi," bujuk Jiji sambil menarik ujung cardigan yang dipakai Jeje.
Jeje bisa apa kalau Jiji sudah seperti ini? Pemuda itu terlihat begitu imut di mata Jeje sampai amarahnya mereda.
"Semua ini gara-gara dirimu. Jangan sampai wajahku berkeriput karena sering marah padamu, awas aja," desis Jeje sambil mencubit kedua pipi milik Jiji.
"Jeje tetap cantik walaupun keriput nantinya." Ibu jari Jiji kini mengusap pipi Jeje dengan lembut, menatapnya hangat seakan menyampaikan betapa ia begitu mengagumi Jeje.
"Jeje ... jadi pacar Jiji yuk?" Perempuan itu tertegun, tubuhnya seketika membeku saat Jiji menanyakan hal tersebut. Darah ditubuhnya seakan-akan mendidih hingga menimbulkan rona merah di kedua pipi tembamnya.
"H-hah?"
"Ayo pacaran, Jiji gak mau jomblo seperti Renjun." Jeje mengejapkan matanya berkali-kali.
"Jeje harus terima, kalau gak terima nanti Jiji cium." Jeje segera memukul pundak Jiji secara refleks.
"Itu pemaksaan! Ma—"
"Jawab aja! Jeje mau kan?" Perempuan itu berdecak sebal sebelum dia menganggukkan kepalanya. Jiji langsung memekik kegirangan dan memeluk Jeje dengan erat. Hm, mereka lupa kalau saat ini sedang berada di rumah orang lain.
"Sayang sama Jeje," bisik Jiji sambil menghirup wangi dari rambut Jeje.
Jeje hanya membalas pelukan itu dan enggan membalas perkataan Jiji, jangan tanyakan bagaimana perasaannya sekarang. Ini seperti mimpi, tapi Jeje berharap dia tidak mau terbangun jika ini benar-benar mimpi.
"Je," panggil Jiji yang mulai melonggarkan pelukan itu.
"Apa?"
"Boleh ya?" tanya Jiji sembari mengusap pelan bibir mungil Jeje dengan ibu jarinya. Gadis itu membeku di tempatnya, tatapan Jiji benar-benar membuatnya tak berkutik sama sekali.
Belum sempat menjawab, Jiji sudah menyambar bibir mungil itu. Dia tersenyum kecil, kedua tangannya kini menarik pinggang Jeje agar mengikis jarak diantara mereka. Jeje masih diam mencoba mencerna semua ini. Tangannya meremas kuat cardigannya.
"Jiji suka ih," ucap pemuda itu.
"H-hah?"
"Jiji suka cium Jeje. Sekali lagi ya?" Tanpa persetujuan dari Jeje, Jiji kembali meraup bibir itu. Dia mengulum bibir mungil itu, hingga punggung Jeje terbentur dengan tembok di belakang.
"S-Sung—" Jeje butuh oksigen lebih, tapi Jiji tidak membiarkannya untuk berbicara sedetikpun.
Seagresif itu seorang Park Jiji.
Prang!
"MAU MESUM JANGAN DI TEMPAT GUE BGSD! JANGAN MAEN-MAEN LO BERDUA!" seru Sunji.
"Bagus, Sung. Sampe rumah digaskeun." -Renjun.
"Kurang hot." -Yera.
- TBC -
🌚🌝👍
Apa kabar kawan? Semoga sehat selalu ya gais, mohon maaf aku upnya agak telat😀🪓
Btw, makaseh buat kalian yang udah baca chapter kali ini. Tengkyu bet pokoknya, wkwkwk 💚💚💚
Dah ah, bubayy!!! Next gak nih?👁️👄👁️
KAMU SEDANG MEMBACA
Ending Fairy | Park Jisung✓
Fiksi PenggemarTentang Jiji, si peri bodoh-polos yang masuk dalam kehidupan Jeje secara tak sengaja. Slow Update #1 in sweet boy 19 March 2021 #7 in peri 23 May 2021 #9 in fandom 31 May 2021 #4 in fandom 1 June 2021 #9 in nctff 9 June 2021 #2 in truefanfiction 2...