Malam

439 41 2
                                    

Waktu sudah menunjukan pukul delapan malam, masih ada empat jam dari sekarang, harusnya dia sudah pulang. Namun Azka menahannya untuk diam dulu di tempat, memaksanya untuk memakan hidangan yang sudah di siapkan.

"Habis nangis itu lapar, lebih baik makan. Kalau kenyang, nanti cepat ngantuk. Bahkan, bisa buat tidur lebih nyenyak."

Rin tidak fokus pada ucapan Azka, dia lebih menikmati melihat hidangan aneka seafood yang terlihat sangat menggoda, matanya berbinar, apalagi ketika melihat masakan tersebut dengan bumbu yang super super melimpah ruah. Dia memang sama sekali belum makan, tadi di tempat undangan, dia malas untuk makan. Nikmat mana lagi yang kamu dustakan?

"Makanan itu gak bisa berjalan masuk ke dalam lambungmu, kalau gak kamu makan. Atau mau saya yang suapi?" tanya Azka, dia sudah sangat lapar, tapi Rin tidak juga memulai makannya, sebagai lelaki yang mengutamakan wanita, Azka tidak ingin makan duluan. Padahal, perutnya sudah berdemo sedari tadi.

Rin melihat sinis ke arah Azka, lelaki itu selalu berkata dengan seenak jidatnya saja.

"Enggak! Kamu pikir saya gak punya tangan? Segala disuapin?"

"Please! Stop! Jangan cari ribut, mari kita makan."

Tuh kan, padahal dari tadi yang rame dia, tapi sekarang seakan-akan Rin yang salah. Beruntung Rin sudah tidak punya banyak tenaga. Di segera mengambil beberapa olahan seafood itu, dia landaskan pada piring berisi nasi putih itu. Dia tidak jaim, dengan makan pakai sendok, dia memakai tangannya untuk makan. Yang penting sudah cuci tangan, pikir Rin. Dia tidak perduli, jika Azka akan melihatnya dengan jijik. Baginya itu bukan masalah yang penting.

Azka melihat Rin makan pakai tangan, membuatnya menaruh sendok dan garpunya di samping  piring, dialasi tisu. Dia bukannya mencemooh, justru ikut bergabung, makan dengan menggunakan  pakai tangan.

"Pak Azka yang terhormat, kenapa makan pakai tangan?" Tanya Rin masih sibuk dengan kunyahannya, dia seperti belum makan bertahun-tahun.

"Karena saya, sepertinya akan suka dengan apa yang kamu suka lakukan. Tidak buruk makan pakai tangan, eum lebih enak malah." Jawaban jujur itu, membuat lawan bicaranya tertawa.

"Haha. Pasti bercanda, berlaga kayak orang gak pernah makan pakai tangan aja."

"Ya memang," ujar Azka santai.

"Uhuks," Rin tersedak. Dia tidak percaya apa yang didengarnya.

"Ambil minummu, jadi perempuan jorok sekali, makanan kita jadi kena air lurmu kalau begini."

"Ya maaf, kan saya kaget. Masa iya, udah tua gak pernah makan pakai tangan?"

"Mau bagaimana lagi, memang belum pernah."

"Terus, kalau makan popcorn atau chiki pakai apa? Gak mungkin gak pakai tangan."

"Saya tidak pernah makan, makanan seperti itu," jujur azka.

"Saya tidak pernah dibolehkan untuk jajan sembarangan."

Rin menepuk tangannya, dia tidak percaya, tapi melihat wajah azka yang serius, sepertinya lelaki itu benar-benar jujur.

"Tau rasanya cimol gak?" Tanya Rin, dari sekian banyak makanan, yang tercetus dari pikirannya hanya cimol.

"Apa itu?"
Rin tercengang.

"Bola bekel."

"Bisa dimakan?"

"Mau ditelen juga boleh,"

Azka tertawa. Membuat Rin paham sekarang, dia sadar. Sedari tadi dirinya dibohongi Azka.

"Azkaaaa! Benar-benar yaa. Akting terus kerjaannya. Kenapa gak jadi pemin aja sekalian,"

"Saya suka lihat kamu percaya sama saya, artinya masih ada harapan untuk singgah di hatimu."

"Gombal terus sampai kenyang! Muntah-muntah deh!"
Kesal Rin, setiap ucapannya selalu jadi Boomerang untuk dirinya sendiri.

"Tapi perempuan selalu suka digombali, bohong jika mereka bilang tidak. Mereka hanya malu, untuk berkata jujur."

"Saya senang digombali, tapi tidak jika oleh anda."

"Kenapa?" Tanya Azka. Tapi, lelaki itu memasang wajah yang sangat tampan, entah kenapa masih bisa terlihat sangat tampan, padahal belum mandi.

"Eum enak sekali, cumi gorengnya," ujar Rin salah tingkah,  menghindar dari tatapan Azka yang sangat menggoyahkan perasaannya. Dia memang  tidak menyukai lelaki itu, tapi tidak dengan ketampanannya.

"Saya memang tampan, kamu tidak perlu menghindar dari tatapan saya Rin, saya tidak akan melaporkanmu pada polisi hanya karena kau menatap saya lebih dari 24 jam sekalipun."

Azka mengelap ujung bibirnya dengan tisu.

"Semoga kamu segera menyesal Rin, karena sudah terlalu lama menyiksa dirimu dengan mencintai lelaki bodoh itu, padahal di luar sana, yang seperti Raka hanya seujung kuku saja."


Direktur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang