Azka keluar dari kamar mandi yang ada di ruangan ini. Jadi gini, ruangan ini tuh luas banget, terus ada balkonnya juga dan di samping balkon ada toilet kecil gitu, mungkin karena VIP jadi dikasih fasilitas lengkap.
Rin yang sudah bersiap membuka pintu akhirnya tidak jadi.
"Pak Azka masih di sini?" Tanya Rin heran, entah apa yang dia pikirkan. Mungkin aneh, melihat Azka ada di sini, sementara rekan kerja yang lainnya sudah pulang.
"Seperti yang kamu lihat. Saya menunggu kamu," ujar Azka dengan santainya, dia meminta Rin untuk duduk. Dia pun ikut duduk di kursi yang berbeda arah dengan Rin, jadi mereka saling berhadapan.
"Maaf Pak, saya terlambat." Rin jujur, dia memang sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk berprilaku baik pada Azka, sekaligus. Hari ini dia ingin meminta maaf. Atas segala kesalahpahaman yang terjadi.
"Ya, kamu buat saya menunggu hampir satu jam."
Raut wajah Rin sudah mulai pias, dia yakin Azka akan marah padanya.
"Berhubung saya meeting dulu tadi sebentar, jadi kamu saya maafkan."
Rin menahan senyumnya, dia lega sekarang.
"Saya jadi merasa bersalah pada yang lain," ujar Rin membayangkan teman-temannya yang pasti kesal menunggunya.
"Teman-teman kamu tidak ada yang perduli, mereka makan dan tertawa bahagia, saat hendak pulang barulah mereka sadar, bahwa kamu tidak ada di sana."
Rin mendengarkan penuturan Azka dengan seksama. Kenapa yang dia bayangkan berbeda dengan kenyataan. Setidak pentingkah dia.
"Lalu kenapa bapak memaksa saya datang ke sini?" Rin memberanikan diri untuk bertanya, sekalipun dia takut mendapatkan jawaban yang menyakiti hatinya.
"Menurut kamu?" Rin yang ditanya seperti itu, seketika menjadi bodoh mendadak. Otaknya tidak sampai untuk berpikir terlalu jauh, dia kembali mengingat ucapan asisten Azka. Ah ya, apa mungkin, dengan ragu-ragu Rin memberanikan diri untuk menjawab.
"Bapak perduli sama saya?" Bukan pemikirannya, dia hanya bertanya. Takutnya salah.
"Tidak. Karena mereka makan di restoran sana sementara saya harus meeting dan membatalkan janji, kebetulan saya tidak bisa makan sendirian, jadi saya meminta kamu untuk menemani saya."
Rin berdiri. Dia emosi.
"Untuk menemani bapak makan? Bapak pikir pekerjaan saya itu apa di perusahaan? Tolong jangan kurang ajar."
"Kamu emosian sekali, duduk. Maksud saya, karena saya tau kamu tidak datang ke sana, maka dari itu saya berniat baik untuk memberi undangan makan pada kamu, takutnya kamu kelaperan terus kerjanya gak konsen, dan menghasilkan analisa yang buruk. Kan saya dan perusahaan yang rugi."
Rin kembali duduk. Dia menjatuhkan diri agak kasar.
"Anda mubadzir juga ya orangnya, hanya untuk makan siang, sampai harus menyewa satu restoran." Sindir Rin pada Azka yang tersenyum simpul.
"Kata siapa? Orang klien kita yang menyewanya. Saya sih malas, kalau harus sewa satu restoran hanya untuk makan berdua dengan kamu, buang-buang uang saja."
Ketus. Pedas. Dan nyelekit.
Azka yang satu seperti jelmaan iblis.
Rin tidak tau harus bagaimana lagi, menanggapi sikap Azka yang keterlaluan itu. Dia berharap waktu berputar dengan cepat. Agar dirinya bisa segera keluar dari sini, dan tidak perlu repot-repot melihat wajah menjengkelkan itu.
Makanan pun datang, dan semua makanan yang datang adalah makanan yang bergizi tinggi, setara berprotein dan lemak yang tak kalah tinggi, Rin sudah lama merindukan makanan ini, tapi dia ragu untuk memakannya. Bagaimana jika setelah ini, badannya akan kembali membesar dan orang-orang akan mencemoohnya lagi.
"Makan. Jangan takut gendut. Uang saya banyak, saya bisa bawa kamu untuk sedot lemak. Kalau kamu takut gemuk."
Tututututttttt
KAMU SEDANG MEMBACA
Direktur
RomanceRin adalah wanita yang sedang susah payah untuk move-on dari mantan pacarnya sewaktu SMA dulu, dia sudah berubah, agar terlihat lebih baik dari sebelumnya, tiba-tiba mereka bertemu dan diajakin balikan. setelah dia tolak, Karena masih punya dendam...