pagi gerimis

226 27 0
                                    

Rin, menyelesaikan sarapannya, baru kemarin dia makan makanan yang banyak lemak, hari ini dia sudah merasa gemukan. Ketakutannya akan badan yang membesar membuat nafsu makan Rin turun begitu saja, awalnya, pagi ini dia berniat sarapan nasi goreng. Namun bayang-bayang orang lain, yang melihat kasian ke arahnya sewaktu gendut dulu. Membuat Rin menghentikan imajinasinya tentang enaknya nasi goreng bumbu pedas dan acar serta ceplok telor.

Sekarang, dia hanya menyiapkan sayur, buah dan telur rebus. Baginya ini sudah cukup. Lain kali, jika Azka mengajaknya makan makanan berat yang kebanyakan lemak serta minyak. Dia harus tegas menolaknya.

Tok
Tok
Tok

Rin mendengar suara pintu yang diketuk, Dia awalnya mengira, mungkin orang tersebut tidak tau ada bel di tembok.

Rin bangun, dan menyudahi sarapannya. Dia berjalan ke arah pintu. Untuk melihat siapa yang sebenarnya datang sepagi ini.

Rin membuka knop pintu,
Dan melihat siapa yang datang, ternyata yang datang adalah

"Raka!" Kaget Rin, dia sedikit berteriak. Namun tidak sampai terdengar tetangga, apalagi sekomplek.

"Ri-n" tak kalah kaget, lelaki berperawakan semampai itu juga merasa tidak menyangka, bahwa yang dia temui adalah wanita yang baru dia sakiti 2 hari yang lalu.

"Ada kepentingan apa?" tanya Rin yang sudah menatralkan perasaannya. Dia harus bersikap biasa saja, masalah Raka tau darimana dia punya rumah di sini, itu urusan belakang.

Raka  memberikan bingkisan kepada Rin,  perempuan itu tidak langsung menerimanya, jika ini adalah sebuah sogokan. Dia sama sekali tidak butuh.

"Apa?" tanya Rin dengan nada angkuhnya.

"Ini undangan perusahaan buat kamu," ujar Raka jujur, dia disuruh atasannya untuk memberikan pada alamat ini yang ternyata Rin si empunya rumahnya.
Tadi dia datang terlalu pagi, terus atasannya meminta tolong, awalnya dia bingung, kenapa harus dia. Tapi sekarang dia bersyukur, mungkin semua ini adalah takdir dari Allah untuk mempertemukannya dengan Rin.

Dia sedikit menyesalkan, kenapa setelah menikah, di baru tau rumah wanita itu. Dulu, dia lama sekali mencari rumah Rin, tapi sangat sulit.

"Perusahaan apa?" Rin kembali bertanya, tapi otaknya cepat berpikir, dia berpikir untuk menyudahi obrolan pagi ini.

"Oh yaudah, terima kasih." Rin tidak membiarkan Raka menjawab pertanyaan sebelumnya. Dia mengambil bingkisan tersebut.

"Terima kasih," ujar Rin  lagi, dia tidak bermaksud mengusir Raka. Namun tugas lelaki itu sudah selesai bukan, hanya mengirimkan undangan.

"Ah iya, aku pergi dulu kalau gitu."

Rin mengangguk, mempersilahkan Raka  untuk pergi. Ingin sekali rasanya tertawa terbahak-bahak, bertemu dengan mantan yang sekarang sudah menjadi suami sahabat sendiri, rasanya sangat lucu, beruntung dia sedang tidak memegang benda tajam atau air panas. Takutnya khilaf aja gitu.

Tapi jika dipikir ulang, rasanya Rin tidak akan tega melakukannya. Di sini yang jahat dia, bukan dirinya. Kalau dia melakukan hal itu, artinya Rin sama jahatnya.

Raka sudah mulai berjalan meninggalkan teras rumah Rin, menuju motornya. Tapi, Dia seperti mengumpulkan keberaniannya. Raka kembali berjalan ke dekat Rin, menyodorkan kakinya untuk menjadi pengganjal pintu, agar pintu itu tidak jadi  tertutup. 

"Ada yang bisa dibantu lagi?" Rin berusaha tetap kalem, walaupun hatinya sudah berantakan. Dia kurang baik apa? Kok Raka tega sekali menyakitinya  berkali-kali.

"Rin, Aku-"







Direktur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang