Bingung

240 32 0
                                    

Rin sedang duduk, di restoran yang berada di pinggir danau, restoran ini di desain dengan begitu romantis, lampu-lampu diatur sedemikian rupa agar menunjang suasana.

Enatah, kenapa harus Gema mengajaknya ke sini, ini salah. Harusnya dia yang memberikan hadiah untuk yang sedang ulang tahun, bukan sebaliknya.

"Terima kasih Pak Gema." Rin benar-benar senang. Dia menikmati makan malam romantis ini, sekalipun hatinya berdebar tak karuan.

"Sama-sama. Tapi please lah, masa kamu panggil saya pak Gema terus sih, gema aja dong. Biar saya keliatan muda gitu."

"Hehe maaf, kebiasaan."

"Saya salut sama kamu, kamu mandiri, cantik, pintar sangat amat paket lengkap."

"Itu hanya yang dilihat aja. Aslinya sangat memalukan."

"Kamu tau Rin, saya sudah menyukai kamu sejak lama."

Nah, kan. Ini yang Rin takutkan, makan malam berdua kemudian membahas soal perasaan. Rin belum menanggapi ucapan gema. Dia masih ingin mendengar semua yang ingin pria itu katakan.

Hari ini, gema tampil dengan kemeja bercorak yang membuat penampilannya jauh lebih muda, gaya rambutnya dan jam tangan yang dipakainya membuat Gema terlihat ganteng.

"Saya berusaha mencari orang lain selain kamu, saya bahkan menyetujui untuk dijodohkan dengan orang lain, tapi... Setelah saya jalani, semua tidak bisa saya terima begitu saja, selalu putus di tengah jalan. Selalu, membuat saya  merasa bahwa hari saya tidak untuk mereka, tapi untuk kamu."

Rin mulai panas dingin, dia juga merasa ada getaran yang aneh dalam dirinya. Benarkah dia juga sebenarnya merasakan hal yang sama dengan yang Gema rasakan.

"Saya tidak pernah merasa takut kehilangan, tapi ketika saya melihat kamu dekat dengan pak Azka, saya merasa hanya butiran debu yang tidak mungkin bisa kamu lihat lagi."

Rin ingin berkata sesuatu, dia sudah membuka mulutnya, tapi Gema tak membiarkan Rin berbicara lebih dulu.

"Saya tau, kamu baik. Dan saya, juga yakin, butiran debu ini akan terbawa angin, dan sampai ke kamu."

Gema mengatakan kalimat demi kalimat dengan suara yang sangat rendah dan lembut.  sampai ke hati  Rin dengan indah.

"Saya mau serius sama kamu Rin, saya gak bisa berpura-pura tidak memiliki perasaan sama kamu. Dan saya tau, saat ini bukan lagi waktunya untuk berpacaran, kita juga gak ada waktu untuk itu, saya ingin menjalani hubungan yang lebih dari sekedar pacaran, jika kamu belum yakin, mari kenali saya dulu untuk membuatmu yakin Rin."

Rin terkesima, dia melihat kesungguhan itu benar-benar ada, sekalipun beberapa kali, dia merasa ada bayangan Azka menghantuinya, Rin masih bisa mendengar dengan jelas apa yang Gema katakan.

Apakah mungkin, di hari yang sama dia mendapatkan dua pernyataan cinta dari pria yang berbeda dan masing-masing memiliki kelebihan yang sulit untuk Rin pilih. Dia merasa menjadi wanita cantik saat ini.

Rin juga tidak mungkin, melupakan semua jasa-jasa gema dari awal pria itu selalu membantu Rin, selalu bersedia Rin repotkan, padahal Rin sering cuek padanya,  kadang juga Rin menolak Gema dengan cara yang sedikit tegas. Tapi, selama beberapa tahun ini, Gema lah yang menemaninya dan membuat hari-hari Rin tidak merasa kesepian.

Rin tersenyum tipis, dia masih memikirkan matang-matang keputusannya. Rin tidak ingin terjebak, tapi dia juga harus punya masa depan. Tidak mungkin, hidupnya dihabiskan untuk bekerja terus menerus, karena usia akan semakin bertambah dan waktu tidak bisa diulang.

Sejauh apapun kita mengejar apa yang kita inginkan, pada akhirnya tetap akan ada rumah untuk pulang, termasuk orang yang akan menemani malam-malam dengan sekedar pillow talk.

Jadi, Gema atau Azka?

Direktur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang