[10] Majulah

19 4 0
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






—— Sudut pandang orang ketiga ——






Menyerah, berjuang, menyerah, berjuang. Dua kata-kata itu yang mengelilingi otak Nanon sekarang. Sudah 2 minggu lamanya ia memantau Nawa dari kejauhan, dan rasanya seperti menjadi mata-mata. Apalagi jika Nawa sedang di kantin atau perpus. Nanon hanya memindai dari kejauhan, membuatnya lelah dan ingin mendekat pada Nawa.

Nanon berjalan keluar kamarnya dengan langkah gontai, seperti tidak ada semangat hidup lagi. Padahal, setiap hari para wanita mengejar dan dekat dengannya. Hanya saja, Nawa yang selalu membuatnya bersemangat.

Ide jail muncul di pikirannya, saat melihat kedua orang tuanya yang sedang duduk di sofa sambil melihat televisi. Nanon langsung nyempil di tengah-tengah mereka, sambil bergelendot pada sang ibu.

Nanon ini lebih manja pada ibunya, sedangkan kedua kakaknya manja dengan sang ayah.

"Hilih, kaya anak TK aja," protes Tawan, ayah Nanon.

"Oh ya, Yah," panggil Nanon melepas tangannya dari sang bunda.

"Apa?"

"Curhat dong, Pak." Nanon menirukan penonton Mamah dan Aa.

"Iya dong," jawab Tawan.

Memang, keluarga ini selalu di selingi dengan kerecehan dan ke randoman dari orang tua mereka. Walau terkenal disiplin, tapi mereka kocak.

"Yah, Adek lagi suka sama seseorang, kata Bunda, Adek harus jauhin dia dulu, merhatiin dia dari jauh gitu. Tapi... Adek gak bisa, Adek gak tahan pengen deketin dia Yah..." rengek Nanon.

Tawan melihat Namtan seolah menanyakan apa benar ucapan Nanon tadi, di angguki oleh Namtan, tanda iya.

"Emang kenapa kamu harus jauhin dia? Cowok itu harusnya maju, jangan selundup-selundupan kaya maling," kata Tawan.

"Masalahnya Yah, cewek yang Adek suka nyuruh Adek buat jauhin dia. Cewek kalau udah nyuruh cowok yang suka sama dia gitu, tandanya cowok itu harus mundur," celetuk Namtan.

Tawan terdiam. Ia jadi mengingat masa lalu sebelum kenal dengan Namtan. Ia pernah suka dengan seseorang, tapi ia tidak nerani mengungkapkan itu, dan hanya menjadi pengagum rahasia, di karenakan mereka tidak bisa bersatu.

"Ayo berani jangan berhenti, deketin cewek itu!" senandung Tawan.

Kedua orang di sampingnya melongo heran dengan kelakuan Tawan. "Ayah... serius, ih," protes Nanon.

Gak tau aja Nanon, kalau ayahnya serius akan setegang apa ruangan itu, karena dengan sikap humorisnya, Tawan tidak terlihat seperti orang pemarah. Padahal, jika marah semua akan lenyap. Bahkan, apa pun barang yang Tawan sentuh, rusak seketika. Tangan ajaib.

💫 NANONAWA 💫 [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang