[11] kejujuran

14 4 0
                                    



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






—— Sudut pandang orang ketiga ——








"Nanonnn... Nanon..." Ea berteriak sambil menghampiri Nanon yang baru saja memarkirkan motornya.

Sementara Ea senyum-senyum begitu Nanon ada di hadapannya. Kebiasaan, jika ia sedang senang, ia tidak bisa melepas senyum indahnya itu. Ia pasti memamerkan pada semua orang, kalau ia sedang bahagia.

"Kenapa sih lo, pagi-pagi udah senyam-senyum kaya orang gila," celetuk Nanon.

Ea mendecih kesal, lalu kembali tersenyum. "Gue ada kabar bahagia," ucap Ea tentu saja dengan ekspresi yang sumringah.

"Apa, kenapa. Nawa udah buka hati, kah?" tanya Nanon.

"Nanti gue mau jalan sama Ae. Udah sih, itu aja, hahahah," tawa Ea sambil meninggalkan pria dengan kemeja putih itu sendiri.

"Ea, tunggu!" titah Nanon.

Tentu saja Ea menghentikan langkahnya lalu membalikkan badan menghadap Nanon.

"Lo udah janji, kan, mau deketin gue sama Nawa, sekarang gue sadar, gue gak bisa mantau Nawa dari jauh. Gue gak bisa Eaa... pliss Ea, bantuin gue, ya, ya, ya," bujuk Nanon sambil merengek.

Ea hanya menatap mata Nanon. Kasihan juga sahabatnya ini, kenapa dia harus suka dengan Nawa. Padahal wanita lain banyak yang mengejarnya, bahkan banyak yang lebih cantik dari Nawa. Tapi, pria ini malah tergila-gila dengan sahabatnya.

"Non, Nawa tuh udah di kutuk sama Elsa, susah Non," timpal Ea. "Eh, tuh dia orangnya!" tunjuk Ea pada Nawa yang berjalan ke arah Ea dan Nanon.

Nanon langsung panik, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Akhirnya, ia bisa melihat Nawa secara jelas, tanpa harus sembunyi-sembunyi.

"Na, gue mau ke perpus sebentar, ya. Nanon ganteng, jagain pacar gue ya, jangan sampe lecet. Kalau lecet, gue cekek lo!" ancam Ea langsung pergi dengan senyum semaksimal mungkin.

Tinggal mereka berdua sekarang. Nata Nawa menatap Nanon, begitupun sebaliknya. Keheningan menyelimuti suasana di sini. Padahal, banyak suara-suara dari sekitarnya, tapi bagi mereka itu sangat hening, mengingat Nanon yang selalu bawel jika bersama Nawa.

"Mau kemana, Na?" tanya Nanon berusaha memecahkan keheningan.

Nawa meneguk ludahnya. Tiba-tiba lidahnya kelu, dan pikirannya blank. Padahal, Nawa sudah serileks mungkin dan berlatih berbicara jika bertemu Nanon nanti. Tapi, tetap saja dia gugup.

"Fotocopy. Mau ikut?" tanya Nawa yang kemudian menggigit bibir bawahnya.

Seketika Nanon beku dengan ucapan Nawa. Nanon tidak menyangka, seorang Nawa mengajak ikut bersamanya.

💫 NANONAWA 💫 [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang