Bab 5 : Patah

35.4K 3.5K 226
                                    


بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ

Budayakan vote sebelum membaca yaa, perbanyak komentar untuk mengapresiasi penulis 🥰

*Happy reading*

***



Kenapa harus mengenalnya jika cintanya tidak bisa aku miliki?

***

Pagi itu sesampainya di apotek, baru saja aku membuka pintu, tiba-tiba muncul seorang wanita yang tersenyum sambil bertepuk tangan bahagia. Aku hanya mengernyitkan dahi keheranan. 

"Ciee ... Yang kemarin sama pak Amir ... Ciee ...."

Kan, sudah kuduga. Kejadian kemarin itu sangatlah tegang tetapi anehnya wanita ini masih sempat-sempatnya tersenyum manis kearahku, bahkan melambaikan tangan bahagia saat aku berlari menuju mobil ambulance. 

"Kamu cocok banget lho sama Pak Amir."

Aku berdecak, hidupku memang ditakdirkan mempunyai teman yang gemar menggoda. "Apaan sih."

"Aku yang kebaperan setengah mati, video romantis kemarin mah kalah sama adegan kamu kemarin. Sumpah kayak di film-film."

Aku menggeleng-gelengkan kepala melihat satu anak sedikit aneh ini, "Belum minum obat, ya?"

"Cocok banget sumpah, ganteng dan cantik. Ah, serasinya kalian berdua!"

Aku menggelengkan kepala capek sebelum akhirnya meletakkan tas milikku yang tidak jauh dari keberadaan Shofia, kemudian mengeluarkan ponsel untuk membuka WhatsApp. Tiba-tiba dengan refleks aku membuka chat pak Amir tadi malam. Ada apa denganku? Ada apa dengan hatiku? Ah, lupakan!

"Tapi sayang ..."

Aku menoleh sembari sedikit menjauhkan layar ponsel agar Shofia tidak melihatnya, "Sayang?"

"Dengar-dengar Pak Amir akan pindah ke Jerman."

Aku tertegun mendengar ucapan Shofia barusan. Kenapa rasanya begitu sesak mendengarnya? Kenapa aku tidak terima mendengar kabar ini?

"Kayla?"

Aku tersadar dari lamunanku, "Eh, iya ada apa?"

"Kenapa?" Alis Shofia tampak berkerut. 

"Oh, enggak kok. Ini barusan kepikiran anak-anak di panti."

"Oh, kirain kenapa. Kamu dengar nggak tadi omonganku?"

"Dengar kok. Nggak papa lanjutin aja, terus gimana?"

Bodoh, aku sangat bodoh. Sakit jika mendengar kabar itu namun justru menyuruh Shofia melanjutkan apa yang ingin diceritakan. 

"Pak Amir beserta keluarganya bakal merayakan hari raya Idul Fithri di Jerman. Aku bisa tahu kabar ini dari sepupuku yang kerja di mansion Pak Amir."

Mungkinkah Pak Amir tidak akan kembali lagi ke negara ini? Dia akan pindah dan menetap selamanya disana? 

"Soalnya ... " Ucapannya menggantung. 

Aku berusaha menetralkan detakan jantungku.

Tatapan Shofia lebih melekat padaku, "Pak Amir akan melangsungkan pernikahannya disana. Menikah dengan sepupunya sendiri."

Mutiara Dalam CangkangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang