Bab 12 : Meluluhkan hati sang ibu mertua

33.7K 3.2K 254
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Budayakan vote sebelum membaca, perbanyak komentar untuk mengapresiasi penulis ❤

*Happy reading*

***


Puncak keberhasilan adalah dengan berani melakukan, berani gagal, berani mendapat kenyataan yang menyakitkan di bagian finish. 

***

Ah, ketahuan! Apa yang harus aku lakukan sekarang? Ketahuan mengintip Mama bisa saja menimbulkan hubungan yang lebih buruk lagi. 

"Kayla, masuklah!" titahnya. 

Baiklah, aku harus menghadapinya saat ini juga. Mengayunkan langkah memasuki kamar megah bernuansa coklat keemasan yang seperti kamar kerajaan. 

"Kenapa berdiri disitu?"

"Oh, bu-bukan, Ma. Tadi Kayla mau ke atas, terus nggak sengaja lihat pintu kamar Mama kebuka sedikit. Maaf, ya, Ma ... Kayla nggak bermaksud--"

"Sudah, tidak papa, Kayla. Kenapa belum tidur?"

"Iya, Ma. Ini sebentar lagi mau tidur." Ucapanku terjeda saat melihat kaki Mama, "Lho, Ma, kenapa itu kakinya kok sampai bengkak kayak gitu?"

"Oh, ini kemarin kebentur meja. Tapi tidak papa, mungkin bentar lagi sembuh."

"Nggak bisa dibiarin gitu dong, Ma, nanti makin parah kalo nggak diobati. Kayla kompres pakai air hangat, ya, Ma." Aku bergegas keluar. 

"Kayla, tidak perlu."

"Ma, please ... biarin Kayla kompres pakai air hangat, ya." Tidak menunggu jawaban darinya aku langsung mengayunkan langkah menuju dapur, menyiapkan wadah dan air hangat untuk mengobati kaki bengkaknya. 

Saat kembali ke kamarnya, dengan pergerakan hati-hati aku mengompres kakinya yang tampak sedikit membiru. Memegang kakinya adalah suatu kebahagiaan tersendiri, memegang kaki seorang ibu yang mempunyai surga teruntuk anak-anaknya. 

"Kayla, sudah, berhenti. Biar Mama yang teruskan."

"Ma, nggak papa. Kayla seneng banget lho malahan," kataku masih fokus mengompres kakinya, "Ini harus sering dikompres pakai air hangat, Ma. Harusnya sih kemarin setelah kebentur langsung dikompres pakai es, Ma, biar penyembuhannya lebih cepat. Oh, iya, lupa! Kayla punya gel lidah buaya, itu bagus banget buat pengobatan luka kayak gini. Kayla ambil sebentar di kamar, ya, Ma?" lanjutku mendongak kearahnya. 

"Tidak Kayla, sudah! Besok saja," putusnya. 

"Ini sama sekali nggak buat Kayla capek, Ma. Ambil sebentar kok, ya?" Aku bangkit berdiri, tetapi tangan Mama menghentikanku. Dia menggelengkan kepala seraya menyuruhku kembali duduk. 

"Kenapa kamu mau melakukannya, Kayla?"

Aku memandangnya dengan menerbitkan senyuman ikhlas, "Mama adalah ibuku. Apapun yang terjadi pada Mama adalah tugas dari putrinya."

"Ummi Kayla pernah bilang bahwa Kayla punya dua orang tua. Orang tua yang membesarkan Kayla sampai menjadi gadis harapannya, kemudian dilepas ketika menikah. Lalu bertemu orang tua kedua yang harus diperlakukan sama." Jeda beberapa detik. "Kayla tidak terlahir dari rahim Mama. Tapi Kayla merasakan sosok Ummi ada di depan Kayla saat ini."

Hatiku seolah bercahaya detik ini, detik menyaksikan tatapan haru dan sendunya. Tak lama kemudian tangannya bergerak meraih daguku dengan lembut. 

"Putriku," ucapnya pelan seraya tersenyum penuh sayang. 

Mutiara Dalam CangkangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang