Bab 6 : Malam kebahagiaan

36.4K 3.4K 168
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Budayakan vote sebelum membaca. perbanyak komentar untuk mengapresiasi penulis 🥰

*Happy reading*

***



"Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, 'Wahai Rasulullah, kepada siapakan aku harus berbakti pertama kali?'. Nabi SAW menjawab, 'Ibumu'. Dan orang tersebut kembali bertanya, 'Kemudian siapa lagi?', Nabi SAW menjawab 'Ibumu'.

Orang tersebut bertanya kembali, 'Kemudian siapa lagi?', beliau menjawab 'Ibumu'. Orang tersebut bertanya kembali, ' Kemudian siapa lagi,' Nabi menjawab 'Kemudian ayahmu'" (HR. Bukhari dan Muslim)

***

"Zahra ..."

Aku masuk ke dalam kamarnya dan menyuruh Anisa untuk keluar sebentar. Disana Zahra sudah menelungkupkan tubuhnya di ranjang sambil menangis terisak-isak.

"Zahra dengarkan aku dulu."

"Suruh dia pergi Kayla! Aku nggak sudi liat mukanya!"

Aku mencoba mendekatinya, "Zahra, mungkin ibumu akan menceritakan semuanya alasan dia meninggalkanmu."

Kemudian dia bangkit dan duduk menatapku dengan mata yang memerah, "Dia bukan ibuku! Tidak ada ibu yang tega menelantarkan anaknya sendiri, semenjak aku lahir ibuku telah tiada untuk selama-lamanya!"

Tetesan air mataku menetes tanpa kusadari, hancur melihat sahabatku seperti ini. 

Dia mengusap air matanya, "Dan aku tidak butuh penjelasannya! Karena, apapun alasannya tidak akan membuatku menerima wanita itu!"

"Aku tahu apa yang kamu rasakan sekara-" perkataanku terpotong olehnya.

"Kalau kamu tahu perasaan aku, jangan pernah buat aku menerimanya Kayla!" sarkasnya.

"Zahra, kamu tidak tahu apa alasannya dia meninggalkanmu hingga detik ini. Dia menangis di depanku tadi, ibumu-"

"Jangan sebut nama itu! Aku jijik dengan sebutan itu! Aku tidak punya ibu, Kayla!" sergahnya dengan wajah yang memerah.

"Kamu berhak marah, Zahra. Kamu berhak membenci kedatangannya. Tapi aku mohon dengarkan penjelasannya sebentar, setelah itu baru kamu putuskan. Ra, dia menangis sampai berlutut di kakiku, meminta pertolongan agar bisa menemuimu. Aku--"

"Udah, Kay!" kata Zahra memotong pembicaraanku sambil memberikan isyarat pada telapak tangan kanannya agar aku berhenti bicara.

"Menemuiku? Kenapa lucu? Kemana aja dulu? Kenapa baru muncul sekarang?" Emosinya mulai naik, "Sesibuk apakah dia sampai tidak ada waktu kemari? Kenapa baru muncul ketika aku sudah tidak sudi melihat wajahnya? Dia pikir aku boneka, yang bisa dibuang kemudian diambil begitu aja! AKU TIDAK AKAN SUDI MENERIMA KEHADIRANNYA!" 

"Lalu bagaimana dengan Anisa, yang sama sekali mustahil bertemu orang tuanya di dunia?"

Aku memejamkan mata sebentar  dikarenakan ingat oleh Anisa yang mungkin kini dia sedang mendengarkan pembicaraan kami di belakang pintu. Maafkan aku Anisa, aku minta maaf.

"Lebih bagus jika takdirku seperti Anisa! Lebih baik orang tuaku mati! Lebih baik aku tidak pernah melihatnya sama sekali dibanding harus bertemu dengan kenyataan aku sudah dibuang sedari bayi!"

Mutiara Dalam CangkangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang