Bab 42 : Dua gundukan tanah

28K 2.8K 1.7K
                                    

Budayakan vote sebelum membaca, berikan komentar untuk mengapresiasi penulis

Akan update jika vote dan komentarnya mencapai target🙌🏻


SELAMAT MEMBACA

____________________________


Pada kenyataannya, dunia hanya tempat singgah sementara, bukan tempat pulang yang abadi

MUTIARA DALAM CANGKANG

***

"Berjanjilah untuk menjaga putraku."

Ketiga orang di sampingnya bergeming kaku tepat kalimat itu terlontar. Air mata Faizah mengalir lebih deras, matanya terpejam merasakan sesak dada yang semakin membantainya habis-habisan. 

Kayla menggeleng cepat, ia lepas tangannya dari tangan suaminya, berganti menggenggam tangan Rafa, "ENGGAK! Enggak boleh! Cuma ayahnya yang harus jaga, bukan yang lain!"

Kayla menangis yang kesekian kalinya, tubuhnya gemetaran hebat. Akan tetapi itu tidaklah lama, ia menyeka air matanya seraya mengulas senyum, mencoba menyemangati kembali.

"Abang kuat," ujarnya mengusap lembut kepala Rafa, "Bertahan sedikit lagi, ya."

"Katanya Abang pengen dipanggil Abi?" Kayla tersenyum lebar sampai gigi rapihnya tampak, "Ayo wujudkan semua keinginan-keinginanmu, Bang. Kamu belum mengadzani dia, kamu belum gendong dia, kamu belum lihat kan betapa lucunya dia."

Lelaki pucat itu tidak menjawab sekalipun, hanya tersenyum lemah.

"Bayimu membutuhkan sosok ayah ...." Napas Kayla terdengar berat, "Jangan biarkan dia tumbuh tanpa cinta pertamanya."

Setetes air mata kembali jatuh di permukaan pipi wanita itu, lagi-lagi ia menghapus secepatnya. Dirinya harus terlihat kuat, harus berusaha membuat kakaknya tidak menyerah.

"Semuanya sakit, Kay ...."

Ucapan lirih itu terlontar begitu saja, membuat dada Kayla semakin sesak. Isakan tangis sang ibu di sana menggema pilu, tidak sanggup merasakan momen menyakitkan ini.

"Tugasku mungkin sudah selesai." Rasa sakit menggerogoti setiap sel tubuhnya, sakit sekali, "Biarkan aku pulang, ya ...."

Kayla menggeleng cepat, "Tugas Bang Rafa masih banyak! Semua janji Bang Rafa juga belum ditepati! Jangan menjadi Abi yang pergi meninggalkan keluarganya! Jangan sakiti Umi dan aku untuk kedua kalinya!" Air matanya mencuat satu persatu, bahkan lebih deras.

Wanita itu berjalan cepat menghampiri Faizah, "Umi, ayo bujuk dia! Dia mau meninggalkan kita berdua lagi, dia mau kasih kita luka lagi, dia mau meniru Abi yang pergi jauh!"

Mata Faizah memejam rapat-rapat, tangisnya menjadi sesenggukan.

Kayla memegangi tangan ibunya penuh permohonan, "Ayo bantu Kayla! Sadarkan dia, Umi!" Tangannya menunjuk lelaki lemah yang terbaring di sana.

Masih dengan wajah berderai air mata, langkah Faizah terayun mendekati bed, satu tangannya bergerak membelai lembut kepala putra sulungnya itu.

"Sakit, ya, Nak?" Hati Faizah seperti dicabik-cabik rasanya.

Rafa mengangguk. Bahkan masih bisa-bisanya mengulas senyum. Padahal jiwa dan raganya tersiksa hebat.

"Masih bisa kuat?"

Mutiara Dalam CangkangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang