Bab 29 Kemurkaan Yahya

137 22 9
                                    

🄼🄴🄼🄿🄴🅁🅂🄴🄼🄱🄰🄷🄺🄰🄽

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🄼🄴🄼🄿🄴🅁🅂🄴🄼🄱🄰🄷🄺🄰🄽














Yahya menatap ponselnya tanpa minat. Sehabis pulang dari panti asuhan, ia memilih diam selama perjalanan karena memang dirinya merasa canggung terhadap Dipta dan Hita. Lagipula, Hita sibuk dengan ponselnya dan Dipta yang sepertinya terlalu lelah untuk diajak berbicara.

"Ta, gue turunin disini aja! " ucap Hifa tiba-tiba yang membuat Dipta mulai menepikan mobilnya.

"Kenapa berhenti di toko jam? " tanya Yahya bingung.

"Ada yang nitip jam ke gue. Gue duluan ya. Thanks buat hari ini, " kata Hita sembari turun dari mobil.

"Lo mau gue antar ke rumah gak? " tanya Dipta sambil menengok ke belakang.

Yahya bingung. Sebenarnya ia masih merasa canggung di sebelah Dipta setelah kejadian ia pernah menonjok Dipta tanpa alasan yang jelas.

"Lo turunin gue ke halte depan aja ya, " pinta Yahya yang langsung dituruti oleh Dipta.

Mobil mulai melaju meninggalkan Hita. Hita memilih langsung masuk ke dalam toko. Tadi, ia sempat bertukar kabar denga om Adam. Menanyakan makanan apa yang disukainya sehingga dirinya memilih untuk membeli bahan makanan tersebut di sebuah pasar kecil di belakang toko jam ini.

Sementara itu, setelah Dipta menurunkan Yahya di halte, Dipta langsung  memutar kemudinya dan melajukan mobilnya menuju pasar yang disinggahi Hita untuk membeli bahan makanan yang diperlukan. Ia memang berencana membantu Hita memasak di rumah dad-nya Hita.

.



















.

Yahya berjalan dengan perlahan menuju perumahan tempat tinggalnya. Sesekali ia memandang jam tangan yang melingkar di tangannya. Ternyata sudah 2 jam lamanya ia berjalan-jalan tanpa tujuan.

"Tuan muda, Anda ditunggu oleh Tuan Besar di rumah! " ucap seorang pria kekar yang Yahya kenal sebagai bodyguard kepercayaan sang daddy.

Yahya hanya mengangguk dan mempercepat langkah kakinya menuju rumahnya. Matanya menelisik terhadap sebuah mobil yang terpakir di halaman rumahnya.

"Kayak mobilnya Dipta. Tapi kan yang punya mobil kayak gitu di Bandung gak cuman Dipta aja kan, " kata Yahya pelan sambil masuk ke teras rumahnya.

Saat tangannya ingin membuka pintu, terlihat sang daddy membuka pintu dan tersenyum padanya. Sudah sering ia melihat daddynya tersenyum, tapi kali ini senyumnya terlihat berbeda dari biasanya.

Sweet Pain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang