Bab 45 Maaf

81 17 2
                                    

"Tumben ngajakin ketemuan disini,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Tumben ngajakin ketemuan disini,"

Hita tersenyum mendengar perkataan barusan. "Gue mau pamit pulang ke Jogja secepatnya, " jawab Hita yang membuat Sonya menyemburkan air mineral yang sedang diminumnya. Untungnya air itu langsung menyembur ke tanah dan keadaan taman di kampus ini sepi. Jika tidak, Sonya akan malu dengan kelakuannya barusan.

"Ngapain pulang? Lo gak betah disini atau apa? " tanya Sisi.

"Enggak. Gue kangen mom, "

Sisi dan Sonya saling berpandangan bingung. Mereka berpikir apakah ada hubungan mengenai ayah kandung Hita. Aneh sekali mendengar Hita akan pulang seperti ini.

"Dipta tau masalah ini? " tanya Sonya hati-hati.

Raut wajah Hita berubah murung. Mana mungkin ia memiliki wajah lagi untuk berhadapan dengan Dipta karena ayahnya. Melihat ekspresi Hita, Sisi dan Sonya menafsirkan bahwa Dipta tak tau masalah kepulangan Hita ini.

"Gue mau pulang sebentar. Gak lama kok. Gue janji, " kata Hita mengalihkan pembicaraan.

"Kapan lo pulangnya? " tanya Sonya.

"Nanti habis isya, gue berencana naik kereta. Doain supaya gue selamat sampai sana. Maaf kalau semisal gue banyak salah sama kalian, "

Sisi menggeleng. "Kenapa sih lo ngomong kayak gini? Jadinya kan lo seakan-akan pergi jauh dan lama? Lo bakal kembali kesini kan? "

Hita tak tau akan kembali lagi kesini atau tidak. Ia berpikir ingin menjauh dari kehidupan Dipta agar ayahnya tak melakukan hal aneh-aneh lagi pada keluarga Dipta. Lagipula tugasnya untuk mendekatkan Dipta pada ibunya telah usai.

"Gue berterima kasih atas waktu kalian berdua untuk gue, " kata Hita lembut yang membuat Sisi dan Sonya refleks memeluk tubuh Hita sangat erat.

"Pokoknya kita gak mau liat lo pergi jauh tanpa kabar, Ta. " ucap Sisi dan Sonya bersamaan.

.




















.

Beberapa hari kemudian,

Hita menatap sang adik yang sibuk menggambar di kanvas miliknya sendiri. Menggambar pemandangan hutan yang dipenuhi kunang-kunang.

"Kak, kakak gak nelpon kakak ganteng itu? "

"Buat apa? "

"Dia pacar kakak kan? Pastinya dia rindu kakak. Apalagi semenjak disini, kakak sama sekali gak buka ponsel. "

Hita terdiam. Ia jadi teringat pernyataan cinta dari Dipta yang belum ia jawab. Ia bingung harus menyatakan perasaannya juga atau tidak. Bayang-bayang mengenai kehidupan sulitnya selama ini selalu mengingatkannya pada keinginannya untuk melajang seumur hidup.

Sweet Pain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang