Bab 47 Menyerah

93 15 2
                                    

Kencangkan sabuk pengaman kalian dan siapkan hati untuk membaca chapter ini


Beberapa tahun kemudian,

Dipta memandang rumah yang telah ditinggali Hita di Jakarta bersama keluarganya. Setelah ibunya Hita dan ayahnya Yahya menikah 7 tahun yang lalu, mereka memilih tinggal di Jakarta dengan memboyong Yahya dan Megan juga. Hita juga langsung memilih tinggal bersama mereka setelah pulang dari kuliah S2nya. Namun setelah Megan menikah, Megan bersama suaminya memilih tinggal bersama Indra karena Megan kasihan melihat ayahnya tinggal sendiri bersama istrinya.

Pikirannya berkelana tentang perjalanannya bersama Hita selama ini. Ia pernah sekali merasa ingin menyerah pada perasaan mereka berdua ketika Hita sibuk mengejar gelar masternya. Hingga ia memantapkan hatinya bahwa Hita memang benar-benar sibuk.

"Kak Dipta mau mengajak ke Kak Hita kencan ya?" sapa Ara, istri Yahya.

Dipta tersenyum tipis dan mengangguk. Lalu, ia memasuki pekarangan rumah itu bersama Ara. "Kakak tidak memiliki rencana untuk melamar kak Hita? Maaf kalau pertanyaanku menyinggung kakak. Tapi, mom dan mommy kadang khawatir dengan hubungan kakak dengan Kak Hita. Kalian berdua telah memasuki usia 30 tahun dan sudah sepantasnya menikah, "

Dipta menurunkan senyumnya. Ia tau pasti sebentar lagi ia akan dituntut mengenai hal ini. Bohong jika ia tak pernah memikirkan bagaimana seharusnya hubungannya dan Hita berjalan. Setelah pengakuan perasaannya kala itu, ia sama sekali tak pernah menyinggung masalah perasaan dan hubungan mereka. Hita pun juga tak pernah mengucapkan cinta padanya.

"Apa kakak tau mom beberapa kali bercerita padaku tentang kekhawatirannya tentang Kak Hita? Setelah Kak Hita mempersilahkan Kak Yahya dan Megan melangkahinya, mom selalu berpikir kapan ia dapat melihat kak Hita menikah, "

Dipta memperhatikan setiap kata yang terlontar oleh bibir sang calon adik ipar. Ia bingung harus berbuat bagaimana. "Aku -"

Perkataan Dipta terpotong oleh kedatangan tiga keponakan dari Hita, yaitu Ali dan Alisha ( dua anak dari Yahya dan Ara ) , serta Zaidan ( putra tunggal dari Megan dan Dwi ) .

"Om Dipta!!! Kita kangen!!!" teriak mereka bertiga sambil memeluk kaki Dipta.

Dipta merasa sangat gemas dengan perilaku ketiganya. Ia langsung menggendong Zaidan yang memang berusia paling kecil diantara mereka bertiga, yaitu 3 tahun sedangkan Ali berusia 5 tahun dan Alisha berusia 4 tahun.

"Om tau ndak tante Hita tadi buat brownies kesukaan kita hihihi, " adu Ali dengan senangnya.

"Ali, Alisha ayo ke dalam. Kasihan om Dipta capek, " kata Ara sambil mengambil alih Zaidan.

Tiba-tiba, Hita keluar dengan pakaian lengkapnya. Ia menatap Dipta dengan binar cintanya tak pernah padam. "Dipta! Udah lama nunggunya? " tanya Hita.

"Enggak kok. Mau pergi sekarang? " ajak Dipta yang langsung diangguki Hita.

"Kita pergi dulu ya, Ra. Hati-hati di rumah, " pamit Hita pada Ara.

Lalu, Dipta dan Hita pergi meninggalkan Ara. Kadang Ara berpikir, kenapa Hita dan Dipta tak bergerak ke arah jenjang yang lebih serius, apalagi ia melihat kedua belah keluarga sudah sangat dekat. Sayangnya saja Ara tak pernah tau apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu keluarga Hita maupun Yahya sehingga dia dapat berpikir seperti itu.

Dipta dan Hita memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar komplek. Dipta bahkan tau teman-temannya banyak yang tinggal disini dan membangun keluarga bahagia versi mereka sendiri. Bahkan Jericho yang pernah putus dengan Sisi saja sekarang sudah menikah dan memiliki anak bernama Jevan berusia 4 tahun.

"Bagaimana pekerjaanmu? " tanya Hita untuk memecah keheningan.

"Baik seperti biasanya. Kalau kamu, apakah ada kendala? " tanya balik Dipta sambil menggenggam tangan Hita.

"Seperti biasa saja. Ah ya, besok aku ada meeting dengan Usa. Tidak apa-apa kan?"

Dipta menoleh pada Hita yang sedang menatapnya penuh tanya. Memang sudah menjadi kebiasaan mereka, akan saling meminta izin jika harus meeting dengan orang lain. Apalagi ini Husain yang sudah menjadi bagian dari masa lalu mereka. Ia tak menampik bahwa Husain sepertinya masih memendam rasa pada Hita.

"Kenapa melamun? " tanya Hita pada Dipta. Mereka berdua berhenti di sebuah taman dengan Hita yang sudah berada di hadapan Dipta.

Tangan Hita langsung membenarkan rambut Dipta yang berantakan. Ia merasa aneh dengan sikap Dipta yang cenderung diam hari ini. Ia bahkan berpikir, apakah kata-katanya ada yang menyinggung perasaan Dipta.

"Kamu kenapa sayang? Aku ada salah sama kamu? " tanya Hita lagi dengan sabar.

"Kita ini apa, Ta? " tanya Dipta.

"Kita adalah teman, " jawab Hita yakin karena memang Dipta tak pernah menawarkan sebuah hubungan padanya. Ia tak tau saja bahwa jawabannya telah mencabik-cabik perasaan Dipta.

"Apa ada teman yang seperti kita, Ta? Aku selalu menunjukkan rasa cinta, kasih sayang, perhatian, dan segalanya untukmu disaat kau terlihat begitu tak peduli dengan perasaan ku. Aku bahkan ragu dengan kata sayang yang sering kau ucapkan!" ucap Dipta setengah berteriak. Untung saja hanya ada mereka berdua sehingga tak akan ada yang tau bahwa Dipta tadi berteriak.

"Kamu kenapa sih, Ta? Sakit? Capek? Ya udah ayo kita istirahat aja daripada kamu gak jelas gini, sayang. "

Hita ingin beranjak pergi dan membawa Dipta turut serta. Namun, tangannya dicekal oleh Dipta. "Jangan berpura-pura bodoh, Hita! Kamu tau maksud aku apa,"

Hita menghela nafasnya lelah. "Kamu sebenarnya ingin bicara apa, Ta?"

"Aku lelah dengan hubungan kita yang gak pasti. Aku mau menyerah dengan perasaanku," jawab Dipta yakin.

Hita mengigit bibirnya karena terkejut. Tapi, harusnya ia tau bahwa suatu saat nanti pasti Dipta akan menyerah padanya dan pergi seperti yang Usa lakukan padanya.

"Baiklah. Ayo kita menjalani kehidupan masing-masing seperti saat kita tak pernah bertemu. Aku dengan kehidupanku dan kamu dengan kehidupanmu," jawab Hita sambil melepaskan kalung pemberian Dipta 2 tahun yang lalu. Lalu, ia menyerahkan kembali kalung itu pada Dipta.

"Terima kasih untuk perasaanmu padaku. Semoga kau mendapat pendamping hidup yang baik," ucap Hita lagi dengan tulus. Lalu, ia pergi meninggalkan Dipta sendiran. Ia harus kembali seperti sedia kala, menjadi perempuan yang hanya bisa mengandalkan kakinya sendiri lagi.

"Hita, ayo kita putuskan lamaran ini. " ajak Husain dengan tenang.

"Kenapa? " tanya Hita kaget. Ia pikir selama ini Husain menyukainya seperti ia menyukai Husain selama ini. Tapi kenyataannya ternyata tidak begitu.

"Kita masih muda dan kita tak memiliki perasaan semacam itu hingga kita dapat memutuskan untuk menikah, "

"Baiklah. Ayo kita putuskan saja. Semua barang lamaran akan kukembalikan padamu dan pastikan kita menjalani hidup lebih baik lagi dari sekarang. "

Husain mengangguk dan tanpa sepengetahuannya, Hita menangis dalam diam. Menangisi perasaan bodohnya yang telah ia jatuhkan pada pria itu.

"Kupikir kau sadar bahwa aku mencintaimu, tapi nyatanya tidak sama sekali." gumam Hita sambil menjauh dari Dipta.

Selama ini Hita merasa nyaman dengan hubungan ketidakjelasannya dengan Dipta karena ia takut jika harus menjalin hubungan dengan Dipta. Ia sangat takut ditinggal seperti ibunya yang ditinggalkan oleh ayah kandungnya.

TBC

Sweet Pain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang