Bab 38 Permainan Hati

121 23 7
                                    

🄼🄴🄼🄿🄴🅁🅂🄴🄼🄱🄰🄷🄺🄰🄽

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🄼🄴🄼🄿🄴🅁🅂🄴🄼🄱🄰🄷🄺🄰🄽












.

Hita memijat pelipisnya. Ia sangat capek karena harus mengurus pemindahan perusahaan pusat dari Surabaya menuju Tanggerang. Alasannya adalah pada awalnya perusahaan pusat memang ada di Tanggerang, kemudian saat ayahnya Hita menikahi ibunya Yahya yang merupakan orang Surabaya tulen maka ia memindahkan perusahaan pusat tersebut dan kini ia memerintahkan Hita memindahkan kembali perusahaan pusat ke Tanggerang kembali.

"Hita, lo dipanggil sama bu kost. " kata Sisi sembari membuka pintu kamar Hita.

Hita mengangguk dan berdiri. Ia berjalan menuju ruang tamu bersama Sisi. Matanya membulat saat melihat sang ayah dengan jas kantornya sedang berbincang dengan ibu kost.

"Nak, ini ayahmu menjemputmu pulang. Sana kamu bereskan barang-barangmu karena nanti sore sudah ada orang lain yang akan memakainya, " kata ibu kost.

"Hita, ayo pulang! Kasihan adek laki-laki kamu itu sendirian di rumah. Kan adek bungsu kamu ada di Jogja bareng mom kamu, " bujuk Indra.

"Memangnya saya punya hak untuk menolak? " tanya Hita sembari membalikkan badan menuju kamar.

Pikirannya serasa semrawut. Ia capek sebenarnya. Ingin sekali bisa berjalan-jalan seperti temannya yang lain. Tapi setiap kegiatannya pasti diawasi. Rasanya seperti menjadi tahanan saja.

"Waduh kok Hita itu begitu. Dia kayak gak punya sopan santun saja, " Cibir ibu kost.

"Bu sebenarnya kan yang gak punya sopan santun dan hati nurani kan bapak-bapak ini. Bisa-bisanya dia ninggalin Hita dan ibunya yang ngandung anak perempuannya selama 16 tahun terakhir. Bukannya wajar kalau Hita membenci bapak-bapak ini? Apalagi dengan sengaja ia meminta Hita kembali ke rumahnya. Padahal disana ada istri dan anak laki-laki dari bapak-bapak ini. Kalau saya jadi Hita. Sudah muak saya diperbudak oleh bapak-bapak ini, " decih Sisi yang membuat ibu kost terdiam sesaat.

Benci?, batin Indra. Rasanya seperti ada yang menusuk jantungnya saja. Ia tak pernah sekalipun memikirkan jika Hita membencinya. Hanya Megan yang selama ini menunjukkan rasa benci padanya. Kalau Hita, dia terlihat diam dan suka memendam apa yang dirasakannya.

Hita kembali dengan sebuah koper dan sebuah tas ransel. Ia melihat wajah Sisi yang seperti menahan marah. "Si, are you okay? " tanyanya.

"I'm okay. Lo hati-hati aja disana. Kalau ada apa-apa bilang gue, " Kata Sisi sembari menatap tajam ibu kost dan Indra.

"Makasih bu udah ngasih tumpangan ke saya. Saya pamit, "

Lalu Hita keluar dari rumah ini tanpa menunggu ayahnya. Indra langsung mengikuti sang putri. Ia tersenyum tipis saat melihat Hita dengan patuh masuk mobil tanpa perlu diperintah lagi.

Sweet Pain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang