🏡4. Perjanjian🏡

734 156 53
                                    

Bisa minta diramaikan juga cerita ini?🙄
Caranya gampang banget. Dengan klik bintang dan komen. Kamu akan menyenangkan hati othornya.
Makasi😘

❤Happy reading❤

Aku mendengkus seraya melayangkan tatapan yang tak kalah sengit. Namun, akhirnya aku tersenyum mengalah. Ancaman Kai mampu membuat kudukku merinding karena sepanjang perjalanan menuju ke puskesmas, aku tidak mendapati warung makan. Mau tidak mau aku menurunkan egoku walau batin merutuk. Setidaknya aku tidak kelaparan dan bisa hidup setahun ini.

"Baiklah," ucapku pasrah sambil membuang napas panjang.

"Oh, ya, sekalian kita harus membuat kesepakatan. Di sini kita tinggal. Kamu dan aku. Laki-laki dan perempuan dewasa, lepas ada Bunga yang menemani. Aku hanya nggak pengin kamu terlalu terbawa perasaan," ucap Kai penuh penekanan.

"Maksudnya?" Aku benar-benar tak bisa mencerna kalimat Kai, karena ada sesuatu yang memecah konsentrasiku. 

"Jangan jatuh cinta!"

Seketika suara tepukan tanganku membahana. Bola mataku bergulir ke kanan dan ke kiri. Lalat yang berdenging di sekitarku membuatku tak bisa fokus pada ucapan Kai.

"Excuse me?" tanyaku.

Kai mengembuskan napas kasar. Keratan gigi gerahamnya terdengar sangat jelas. "Kamu bisa menghargai orang ngomong nggak, sih?"

"Tuh, ada lalat gede banget! Geli tahu! Warnanya ijo, pula!" seruku bergidik.

"Sori, kamu yakin kalau kamu kaum berbatang?" kata datar dengan kernyitan alis tajam.

Seketika telingaku menjadi merah kala mendengar perkataan Kai. Ucapan Kai yang terakhir menyentil harga diriku. 

Baiklah, kali ini aku harus benar menekan emosiku. Dengan mengepalkan tangan erat aku berkata, "Kamu mau lihat? Ah, mungkin mau coba? Dijamin ketagihan loh!"

Gebrakan meja membuat gelas yang ada di atasnya bergetar. Rupanya iblis perempuan ini paling suka menggertak. 

Wajah Kai tampak merah padam dan pelipisnya berkedut menanggapi jawaban santaiku. Aku yakin ucapanku menyulut kemarahannya. Biar saja, siapa suruh meragukan kejantananku. Belum tahu dia banyak perempuan antri ingin jadi pacarku.

"Bicara baik-baik dong. Kasihan tuh mejanya jadi lecet kan?" Aku sengaja mengelus permukaan meja tak mengindahkan raut wajah yang seolah darahnya sudah mendidih memenuhi kepala. 

Kai menghirup napas panjang, lantas duduk lagi. "Percuma ya ngomong sama kamu. Nggak nyangka aja kamu bisa jadi dokter."

Setelah Ancaman kelaparan, meragukan kejantananku yang perkasa, kini Kai menyanksikan gelar yang kudapat? Aku meremas sandaran lengan dengan senyum aneh karena ingin menyumpal mulutnya dengan kaus kaki yang belum aku cuci sejak dari Kupang.

Bisa saja aku memberi pelajaran gadis itu, untuk membuatnya jera. Tetapi aku berusaha menahan diri sampai lenganku bergetar saking eratnya aku meremas sandaran lengan kursi. Bagaimana pun yang ada di depanku adalah seorang gadis yang sebenarnya manis walaupun bibir tipisnya selalu menyemburkan kata tajam sejak kami berjumpa.

"Kembali ke laptop. Tadi kamu mau bilang apa?" Senyumku saat ini pasti terlihat menyebalkan. Jurus ini selalu kugunakan saat aku menghadapi gadis-gadis yang menyusahkan.

"Heh?" Ia mengerjap. Sepertinya ia kesal karena aku tak terprovokasi. Atau jangan-jangan ia sengaja membuatku marah sehingga aku keluar dengan sukarela dari rumah ini. 

Hanya Tuhan dan iblis ini yang tahu!

"Ja-ngan ja-tuh cin-ta!" ucapnya dengan suara bergetar dan rahangnya yang mengerat.

Tentang Kita (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang