26. Kabar Buruk

578 123 65
                                    

Kami berjalan dengan wajah yang semringah, saling melempar canda, tawa, serta bergandengan tangan. Perjalanan panjang tak terasa melelahkan. Terik yang membakar kulit pun tak diindahkan olehku.

Setelah melewati persawahan, tibalah kami di sebuah desa. Sesuai petunjuk, kami menuju ke lokasi rumah posyandu di rumah gendang. 

Rumah gendang adalah rumah adat bersama dalam sebuah desa di Manggarai. Bentuknya unik dengan atap rumbai berwarna hitam. Rumah itu berbentuk panggung dari kayu.  Kambing dan babi yang tidak dikandang bebas berkeliaran di bawahnya.

Ibu Voni, bidan desa setempat menyongsong dan mengantar masuk. Kami disambut oleh keramah tamahan para kader. Menariknya, ternyata yang menjadi ketua kader adalah seorang bapak. Sangat jarang aku lihat laki-laki menjadi sukarelawan aktif di posyandu.

Begitu memasuki rumah gendang, lima meja sudah ditata, dengan masing-masing petugas berada di belakangnya. Kami menyalami sepuluh kader dan juga ibu balita yang sudah berkumpul. Senyuman lebar terbingkai di wajah menyambut kehadiran kami.

Kai duduk di meja 4, di bagian penyuluhan, dan aku duduk di meja 5. Suasana riuh terasa menyenangkan apalagi mendengar suara Kai yang sedang memberi penjelasan cara menjaga gigi ibu hamil dan balita di akhir sesi posyandu setelah semua balita ditimbang dan diimunisasi.

"Manga sikat ngiis koe one mbaru dite (Ada sikat gigi kecil di rumah ibu-ibu)?" Suara Kai terdengar fasih melafalkan bahasa Manggarai. 

"Toe manga, Dok (Toe manga, Dok)," jawab ibu yang menyusui anak yang berumur tiga tahun.

"Ole, eme toe manga (kalau tidak ada) selama ini anaknya tidak disikati?" Mata kucing itu membulat lebar. Pertanyaan Kai disambut dengan cengiran ibu yang sudah berumur empat tahun itu. Walau aku duduk dari mejaku semua pemandangan itu kutangkap baik-baik.

"Ende (Ibu), anak ibu 'kan punya mulut. Jadi harus dijaga kebersihannya bahkan sejak anak itu lahir."

Seorang ibu muda yang baru saja melahirkan dan ke posyandu untuk memberikan imunisasi Hepatitis B 7 hari itu mendekat mendengarkan.

"Bayi mana punya gigi, Dok?"

Kai mendongak, melempar senyum yang manis di pandanganku. "Tanta, bayi lahir punya mulut. Di dalam mulut tidak hanya gigi. Ada lidah, dan bantalan gusi. Jadi, sehabis minum ASI atau sewaktu memandikan bayi, ibu harus membersihkan dengan waslap yang dibasahi air hangat dan disekakan ke lidah dan bantalan gusi. Selain agar mulut bersih, kegunaan yang lain supaya saat tumbuh gigi, bayi terbiasa disikati. Tidak ada lagi cerita anak nggak mau disikatin."

Aku berdiri, berbisik sejenak pada bu d
bidan desa yang ada di mejaku. "Ibu, tolong siapkan kain handuk bersih dan air hangat."

Lima menit kemudian, apa yang aku minta tersedia. Aku mengambil alih baskom dan meletakkan di meja 4. 

"Kai, kasih contoh gih caranya bersihin mulut baby," bisikku.

Kai menyambut ideku dengan senang. Aku meminta izin salah seorang bayi yang berusia 7 hari menjadi model. Dengan hati-hati, kugendong bayi itu dan kudekatkan pada Kai.

"Pak Dok, ati-ati nanti ngompol."

"Nggak papa. Katanya kalau diompolin bayi, nanti nular." 

Ibu-ibu terkikik. "Pak Dok udah ada calon, ya? Udah cocok loh gendong bayi."

Tentang Kita (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang