Chapter 16. Dangerous

0 0 0
                                    

Third Person Pov
~
• • •
Namjoon kini dibawa empat orang perawat ke ruang operasi. Dokter Han mengikuti mereka di belakang. Seokjin yang sedari tadi sudah setia di depan ruang operasi menghalau Dokter Han untuk masuk.
"Han Jeongsaeng! Aku mohon lakukan yang terbaik," pintanya dengan wajah memohon.
"Baiklah. Kau tidak perlu khawatir," jawabnya.
"Han Jeongsaeng!" Panggil seseorang yang baru datang dengan nafas tidak stabil.
"Atur nafasmu dulu, baru kau bisa ikut aku untuk operasi," ucap Dokter Han.

Seokjin kelihatan bingung, "Han Jeongsaeng! Bukankah Min Jeongsaeng yang akan membantumu mengoperasi Adikku?"
"Iya, tapi Min Jeongsaeng katanya tidak bisa. Istrinya baru melahirkan tadi malam. Jadi, ia harus menjaga istrinya,"
"Tapi siapa dia?" tanya Seokjin bingung.
"Dia asisten magangku, tapi tenanglah semua akan lancar. Dia cukup berbakat,"
"Magang!? Apa maksudmu? Bagaimana bisa kau mengajak dokter magang?"
"Agar dia bisa banyak berlatih. Lagipula tenanglah! Semuanya aku yang tangani. Ida hanya membantu sedikit,"
"Annyeong haseyo! Park Jimin imnida!"
"Oke, langsung saja. Aku tidak punya banyak waktu lagi,"

Dokter Han langsung memasuki ruang operasi. Sedangkan Park Jimin merasa nervest ketika mulai memasuki ruangan, "ee… Jeongsaengnim! Aku merasa sedikit tidak yakin,"
"Yakin 'kan lah. Kau bisa!" jawab Han Jeongsaeng.
"Sudah dibius 'kan?" tanya Dokter Han pada salah satu perawat yang bertugas.
"Sudah, Pak!"
"Oke."

Mereka mulai melakukan operasi-ya. Mulai dari membelah kulit kepala, hingga membuka bagian tengkorak. Dokter Han melakukannya secara perlahan. Penyakitnya pun bisa diangkat oleg Dokter Han, dan tinggal kembali membungkus tengorak dan mengembalikan-nya seperti semula. Namun seketika Ponsel Dokter Han berbunyi.
"Jimin-ssi! Ambilkan ponselku!" perintahnya.
"Ne!"

Jimin melihat ke arah ponselnya Dokter Han. Ternyata itu dari Mr. Robert salah seorang Dokter Amerika Serikat, "Jeongsaengnim! Telpon dari Tuan. Robert,"
"Ne?!"

Dokter Han pun bergerak mendekati Jimin dan ponselnya. Membuka sarung tangan operasi dan menyuruh Jimin menyelesaikan pekerjaannya, "Jimina! Selesaikan pekerjaanku sedikit lagi, tinggak menjahit saja. Cepatlah! Aku harus pergi sekarang!"
"T-ta-pi … aku ti-tidak …,"
"Kau pasti bisa …,"

Ponsel kembali berdering, "Halo! Yes, Sir! Okay. Am coming, Sir!"
Dokter Han pun memukul pundak Jimin, lalu meninggalkannya keluar dari ruang operasi tersebut.
"Ee… Jeo-Jeongsaengnim …," Dokter Han tak mendengarkan.
"Ahh … eotteohke?" gumam Jimin bingung.
"Jeongsaengnim…!" panggil lembut seorang Anastesi.
"Ahh, ne," jawab Jimin, sembari menghampiri mereka.

Saat di hadapan-nya sudah ada sebuah isi kepala. Tangan Jimin mulai bergetar, dia juga hanya berdiam diri tak berani melanjutkan apa yang tertunda, "Jeongsaengnim…! Kita harus segera menyelesaikan operasi ini. Jika tidak maka ini akan berbahaya. Apalagi kalau obat biusnya sampai habis."

Perkataan seorang Anastesi berhasil menyadarkan Jimin dari lamunan-nya, "B-baik lah!" Jimin pun mulai melanjutkan.

Dokter Han keluar dari ruang operasi tersebut dengan pakaian yang sudah diganti menjadi jas yang begitu rapi. Seokjin yang melihat itu menghentikan-nya, "Han Jeongsaeng! Bagaimana dengan operasinya?"
"Semua berjalan lancar. Park Jeongsaeng sedang menjahit bagian yang terkelupas. Jadi, tenanglah! Sekarang aku harua pergi aku sibuk sekali."

Tanpa berkata lagi, Dokter Han pergi meninggalkan Seokjin dengan kekhawatiran berlebih. Bebera menit Dokter Han pergi dari hadapan Seokjin, seorang perawat keluar dengan nafas yang tidak teratur, "Kim Jeongsaeng! Apa kau melihat Han Jeongsaeng?"
"Dia baru saja pergi beberapa menit tadi. Ada apa?"
"A-aku rasa Park Jeongsaeng membuat kesalahan. Salah satu pembuluh arteri-nya pecah," jelas Perawat tersebut dan beranjak pergi untuk menghentikan Dokter Han.

Sedangkan Seokjin hanya diam tak bergerak sedikitpun. Ia begitu terkejut mendengarnya. Ia pun langsung masuk ke ruang operasi, dan melihat di ruang pojok atas. Melihat dari kaca kedap suara, lalu bergerak menelpon ke dalam.

Nal Sarang HajimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang