Chapter 20. Hadiah luar biasa

3 0 0
                                    

Third Person Pov.
~
• • •
Semua orang berkumpul di tempat Namjoon terbaring. Sora benar-benar tak kuasa menahan tangisnya. Sedangkan Namjoon sendiri, melihat wajah seluruhnya seperti orang linglung yang tak tahu apapun. Jaeha pun memberi kode pada kedua temannya untuk keluar dan membiarkan Sora. Tak lupa, Jinyoung juga membawa Jisung keluar. Mereka keluar, beberapa detik kemudian, Donggu datang membawa bunga.

Namun, saat melihat ke-empat pria yang duduk di ruang tunggu ICU, membuat Donggu bertanya-tanya. Belum lagi Seokjin memandangnya penuh keseriusan, di tengah pembicaraannya dengan Dokter Min.
"Ada apa ini? Kenapa di sini ramai sekali?" tanya Donggu, bingung.
"Kau sudah datang," ujar Seokjin.
"Menurutmu apa? Tentu saja kami ramai, bukankah kau ingin berpesta di sini?" lanjutnya lagi.
"Geurae! Tapi … Aku meninggalkan ku …."
"Meninggalkan apa?" potong Jisung.
"A-aku … ehh, di mana Namjoon?"
"Aku tanya, kau meninggalkan apa?!" ujar Jisung, sedikit membentaknya.
"Aku meninggalkan kue tar-nya," sambung Donggu.
"Hah! Apa kue yang kau pikir 'kan sekarang?!"
"Nde! Bukankah kita akan merayakan ulang tahun Namjoon?" tanyanya, yang semakin bingung dengan ekspresi yang diberikan semua orang di sana.

Seokjin mulai mendekati keduanya. Memukul pundak Jisung sekali lalu berusaha menggesernya sedikit.
"Kau memang hebat! Apa ini bunga untuk Namjoon?" tanya Seokjin.
"Ne! Di mana dia, Hyung?" jawabnya, semangat.
"Kalau begitu kembali lah besok. Lalu bawa bunga ini dan berikan langsung pada Namjoon,"
"Maksudnya, Hyung? A-apa Namjoon tidak ada yah?"
"APA KAU TIDAK DENGAR?! DIA BILANG, KEMBALI SAJA BESOK!" teriak Jisung, penuh kemarahan dan ia mengepal kerah jas yang dikenakan Donggu.
"Hyung! Kecelakaan itu bukan lah karena Namjoon. Melainkan karena dia!" Jisung memberikan tekanan suaranya pada kata 'dia'.
Seokjin sendiri melotot mendengarnya.
"Orang yang seharusnya mati adalah dia. Bukan Jungwon ataupun Namjoon, tapi Kau!" lagi-lagi penekanan di kata 'kau'.
"Apa maksudmu?" tanya Seokjin, yang mulai agak bingung.
"Yah, Hyung. Dia lah orang yang membuat rem motor Namjoon blonk. Sehingga mereka mengalami kecelakaan dan membuat Namjoon seperti sekarang ini!"

Emosi Jisung saat ini benar-benar sudah di ubun-ubun dan tak bisa tertahan.
"Sejujurnya, aku memilih meninggalkan Namjoon karena aku kecewa padanya. Pada saat kami sampai di rumah sakit ….

Flashback.

Suara ambulan yang begitu keras terdengar cepat. Tanda bahwa mereka ingin cepat sampai ke tujuan tanpa halangan. Akhirnya semua mobil memilih mengalah dan membiarkan ambulan tersebut jalan terlebih dahulu.

.
Begitu sampai di rumah sakit. Semua perawat berkeluaran dengan membawa pasien kecelakaan di malam yang lumayan dingin ini. Berlari menuju ruang ICU sesegera mungkin. Setelah sampai di sana, Donggu mendekati Jisung. Menggenggam tangannya, Jisung yang melihat tangan Donggu gemetaran pun, berusaha menenangkannya dengan memeluk sobatnya itu.
"Tenang lah! Semua pasti baik-baik saja."

Donggu menangis di pelukan Jisung. Jujur saja, ia begitu takut dengan apa yang dilakukannya. Karena sebenarnya ke-empat sekawan ini sudah seperti saudara kandung yang tidak akan pernah lepas satu sama lain. Bahkan, jika ada yang sedang sedih, maka mereka akan menenangkan-nya dan mereka berpelukan ala teletabis (: Melihat itu, Donggu tidak berani berkata pada Jisung, karena Jisung pasti akan sangat marah dan membencinya. Namun ia juga tidak bisa bohong pada Jisung, karena terlalu biasa mengadu hal-hal yang membuatnya sedih. Jadi jika tidak bicara, akan menimbulkan rasa sesak di dadanya.
"Jisung-ah," lirihnya, mencoba memberanikan diri.
"Hmm," dehem Jisung, yang masih memeluk Donggu.
"A-aku … aku …,"
"Aku apa?"
"Aku …."

Donggu tak jadi melanjutkan ucapannya, karena perawat yang sudah keluar dan memberitahu pihak keluarga Shin. Bahwa pria bernama Shin Jungwon, meninggal tak lama setelah mencoba melakukan operasi. Sang Ibu tidak dapat menahan kesedihannya, Ibu tersebut pun pingsan, dan Nyonya Yoon membantu Tuan Shin dengan membopongnya ke kursi tunggu.
"Sora-ya! Berikan Ibu air botol itu," pinta Nyonya Yoon. Sora pun memberikannya. Sora sendiri yang melihat itu terharu, dan ikut menangis. Karena dirinya dan Jungwon juga begitu dekat, bagaikan Adik-Kakak. Umur Sora yang saat itu masih menginjak 14 tahun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Nal Sarang HajimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang