TDBB - Dua Puluh Tiga

32.8K 2.5K 85
                                    

Kenzo dengan nyamannya berbaring dengan berbantalkan paha Viona. Keduanya masih berada di kebun anggur, setelah memetik lumayan banyak buah anggur, mereka memutuskan untuk duduk bersantai menikmati suasana dan cuaca disini.

Matahari sudah terik berada di atas kepala, jam sudah menunjukkan pukul 12.05.

Namun, sepasang sejoli ini tidak sedikit pun merasa terganggu oleh sinar matahari.

Kedua mata Kenzo terpejam menikmati cuaca panas di tambah sejuknya hembusan angin. Sedangkan Viona sibuk menatap langit dan menikmati bagaimana proses angin melayangkan daun kering dari tanaman anggur.

"Lo lapar, gak?" tanya Kenzo dengan pelan dengan mata yang masih terpejam.

Viona menundukkan kepalanya menatap Kenzo. "Belum," jawab Viona.

"Yaudah, nanti aja makan siangnya," ujar Kenzo lagi, setelah itu dia merubah posisinya yang membuat Viona kaget dan menahan napasnya seketika.

Sekali lagi, dengan santai dan tidak tahu malu Kenzo memiringkan badannya menghadap perut Viona dengan kepala yang sengaja dibenamkan di perut cewek itu.

"Ken..." lirih Viona mencoba menegur cowok tersebut.

"Hmm.." hanya itu yang didengar Viona.

"Aku gak nyaman, Ken," ungkap Viona sambil menggoyangkan bahu Kenzo.

"Gue nyaman," jawab Kenzo dengan enteng.

Mendengar jawaban Kenzo membuat Viona mengutuk cowok itu sekaligus dirinya didalam hati.

"Cowok gak tau diri! Bisa-bisanya bikin gue baper, bodoh!"

Viona memilih mengalah dan membiarkan Kenzo dengan kenyamanannya itu. Dengan ragu Viona mengangkat tangannya menyentuh ujung rambut Kenzo.

Pelan-pelan tangannya semakin berani mengusap kepal Kenzo.
Mengelusnya dengan lembut dan hati-hati agar cowok itu tidak merasa terganggu.

"Gue capek," gumam Kenzo yang masih dapat didengar Viona dengan jelas.

"Hah?" Viona memastikan lagi pendengarannya.

"Gue capek," ujar Kenzo mengulangi perkataannya.

"Kita pulang aja kalau gitu, biar kamu bisa istirahat," usul Viona.

Kenzo menggelengkan kepalanya.

"Nanti aja," tolak Kenzo membuat Viona menghela napasnya.

Ia harus menurut, bukan?

~oOo~

Deru mobil terdengar berhenti di depan sebuah rumah sederhana berlantai satu. Sorakan girang terdengar dari dalam rumah menyambut kedatangan pemilik mobil itu.

"Yey! Papa pulang!" teriak gadis kecil berumur 2 tahun itu sambil berlari keluar rumah menghampiri dan menghambur ke pelukan sang Papa.

Kekehan yang sarat akan kebahagiaan itu keluar begitu saja melalui mulutnya menyaksikan tingkah lucu dari anak perempuannya itu.

"Aduh, adek tambah besar ya? Papa jadi susah gendongnya," ujarnya menggoda sang putri.

"Iya dong!" jawabnya lantang penuh percaya diri.

"Loh, Abang mana?" tanya gadis kecil itu celingukan mencari sosok abang yang di tanyakannya itu.

Tidak menemukan apa yang dicarinya, akhirnya gadis kecil itu menatap sang Papa dengan tatapan sedihnya.

"Abang lagi belajar, jadi gak bisa ikut. Adek ngerti kan, belajar itu penting," hibur beliau ketika melihat raut kesedihan di wajah putrinya.

"Adek gak usah sedih, liat tuh Mama udah nunggu kita," bujuknya seraya menunjuk ke arah pintu, disana perempuan dewasa tengah tersenyum menunggu mereka.

"Kamu yakin, Mas?" tanya wanita itu kepada suaminya.

Saat ini mereka berbincang berdua didalam kamar, sedangkan putri mereka bersama pengasuhnya.

"Mas harus yakin, kalau kita mengundurnya lagi masalah ini tidak akan selesai."

"Tapi, Azalea masih kecil. Aku gak sanggup bayangin dia mendapatkan kebencian dari abangnya," ujar sang istri masih ragu.

Pria itu meraih tangan istrinya, lalu digenggamnya.

"Biarkan Mas memperbaiki semuanya. Kamu tenang aja dan percayakan ini sama, Mas. Semua ini bermula karena ulah-Ku sendiri, kesalahan Mas sendiri," ucap pria itu dengan penuh sesal di akhir kalimatnya.

"Aku percayakan semuanya sama kamu, Mas," ujar sang istri membalas genggaman tangan sang suami.

~oOo~

Marcel tengah berdebat dengan Rara di ruang Tv rumah cewek itu. Mereka berdua tengah berbaring di sofa bed dan tengah sibuk dengan ponsel Marcel, mengabaikan televisi yang masih menyala.

"Giliran aku! Kamu kok curang banget sih!" Rara berteriak kesal.

"Curang dari mana, coba? Kamunya aja yang gak bisa main," ejek Marcel.

Hanya sekedar memberitahu, bahwa kedua sejoli ini tengah bermain game balap mobil di ponsel Marcel. Keduanya bermain secara bergantian ketika yang satunya sudah kalah alias game over.

"Masih lama ya? Ah, bosen," keluh Rara dengan kesal.

Marcel yang melihat Rara tengah merajuk akhirnya memilih mengalah dan memberikan ponselnya.

"Nih, kamu yang main."

Dengan senang hati Rara menerimanya. Namun, belum sampai satu menit cewek itu kembali berteriak kesal karena mobil yang dikendarainya keluar jalur.

"Isshh! Sianying malah nabrak," umpatnya kesal.

Mendengar itu Marcel menatap Rara dengan tajam, lalu merebut ponselnya dan meletakkan ponsel itu disebelahnya.

"Bahasanya..." geram Marcel.

"Isshh, kamu malesin. Nyebelin!" ujar Rara dengan kesal langsung membelakangi Marcel.

"Gak boleh ngomong kasar, saying," bujuk Marcel seraya memeluk Rara dari belakang.

Rara yang masih kesal mencoba melepaskan tangan Marcel yang membelit pinggangnya. Sadar akan usahanya yang akan sia-sia, dengan segera ia membalikkan badannya berbaring miring menghadap Marcel.

"Udah, kamu pulang sana!" usir Rara yang membuat Marcel terkekeh.

"Di bujukin mulu, akunya kapan kamu bujukin?" Marcel mengusap pipi pacarnya itu dengan sayang.

"Kamu bikin aku kesal, tau."

"Tapi kamu bikin aku gemes tau gak? Jadi pengin cium," goda Marcel menatap Rara dengan jahil.

"Maunya kamu," desis Rara

"Emang iya," balas Marcel.

Begitulah kelakuan sejoli ini, berdebat dan bisa saja bertengkar karena hal-hal kecil, lalu tak lama setelah itu baikan lagi, ngambek lagi, baikan lagi dan seterusnya.

~oOo~

The DEVIL Bad Boy [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang