TDBB - Tiga Puluh Dua

26.5K 2.2K 51
                                    

Blam!

Kenzo menutup pintu mobil dengan kencang. Tanpa menunggu Viona, dia berjalan terlebih dahulu dengan langkah lebarnya.

Sedangkan Viona menatap kepergian cowok itu dengan prihatin. Setelah memastikan pintu mobil terkunci, dia memilih mengikuti Kenzo.

Persetan dengan Kenzo yang butuh waktu sendiri, Viona tidak akan membiarkan cowok itu melakukan hal buruk didalam apartement nantinya. Siapa tau aja cowok itu akan berbuat nekat, selama ini Kenzo selalu melakukan apapun sesuai keinginannya tanpa pikir-pikir dulu.

Begitu Viona memasuki apartement milik Kenzo, dia sudah disuguhi pemandangan yang berantakan.

Semua barang-barang disana sudah berantakan dan beberapa sudah ada yang pecah.

Dibukanya pintu kamar Kenzo yang tidak tertutup rapat. Disana, cowok itu terduduk lesu dilantai dan bersandar disisi ranjang. Sangat berantakan, rambutnya sudah acak-acakan.

"Ken," panggil Viona pelan seraya mendekati cowok itu.

"Arrgghh!!" teriakan Kenzo membuat Viona terlonjak.

Sekarang cowok itu kembali berdiri dan melempar apapun yang ada didekatnya.

"Sialan!"

"Gue benci hidup gueee!" teriaknya penuh amarah.

"Lo lihat kan, Vi. Kehidupan gue gak ada yang benar. Semuanya berantakan."

Melihat Kenzo yang bersiap akan melempar lampu tidur dengan cepat Viona mencekal tangannya.

"Jangan dilempar lagi," pinta Viona dengan lembut.

"Kamu harus tenang, jangan biarkan emosi menguasai pikiranmu." Dengan hati-hati Viona mengambil lampu tidur itu dan meletakkannya kembali.

Dituntunnya Kenzo supaya duduk di tempat tidur.

"Gue sangat amat membenci laki-laki itu. Semua karena dia hidup gue begini. Mama gue pergi entah kemana, sedangkan gue merasa terbuang," ujar Kenzo membuka mulutnya.

"Keluarga Marcel mau ngurusin gue karena mereka kasihan. Mereka merasa iba melihat anak yang terluntang-lantung akibat perceraian orangtuanya."

"Mau bagaimanapun dia tetap Papa kamu. Dan semuanya tulus sama kamu," ucap Viona dengan hati-hati.

Kenzo terkekeh miris. "Papa? Gue udah lama gak anggap dia itu sebagai Papa, gue."

"Ken, gak boleh seperti itu," lirih Viona.

"Lo gak akan ngerti dengan yang gue rasain, Vi!" bentak Kenzo.

"Maaf, iya aku gak ngerti apapun dan juga gak pernah ada diposisi kamu," ujar Viona dengan suara yang bergetar, matanya berkaca-kaca menahan tangis.

"Baru sadar, lo?" sinis Kenzo.

"Tapi Ken. Kamu seharusnya jangan menilai dari sisi kamu sendiri. Mungkin semua ada alasannya, setiap orang didunia ini pasti memiliki masalah pribadi yang berat termasuk Papa kamu." Viona mencoba memberi Kenzo pengertian, dia juga tidak peduli kalau dirinya kembali dibentak oleh cowok itu.

Yang penting tujuannya hanya satu, yaitu membantu cowok itu menghadapi masalahnya. Meski dia sendiri tidak tahu pasti masalahnya, karena tidak baik semakin larut dalam masalah yang hanya dilihat dari sisi pikirannya sendiri.

Kenzo tidak bereaksi apapun, dia hanya menundukkan kepalanya.

"Apa gue terlihat lemah dimata, lo?" tanya Kenzo tiba-tiba.

Viona menggeleng pelan. "Kamu gak lemah. Aku gak akan men-judge kamu hanya karena ini. Kalau kamu mau cerita atau nangis sekalipun gak akan membuat kamu lemah."

"Lo pikir selama ini gue gak pernah nangis?"

"Eh?" kaget Viona. Dia tidak menyangka cowok itu akan memberitahunya.

"Gue juga manusia, kali."

"Yaudah kalau gitu kamu lepas aja semua emosinya. Nangis aja. Aku kasih kamu free hug," ujar Viona menawarkan.

Kenzo hanya terkekeh pelan dan kemudian tanpa banyak kata langsung memeluk Viona.

Dia bersandar dibahu Viona, sebelah tangannya memegang kuat sebelah lengan cewek itu.

"Makasih karena udah milih gak ninggalin gue hari ini," ucap Kenzo dengan tulus.

Baru Kali ini Viona mendengar ucapan terima kasih dari Kenzo. Viona mengangguk pelan sambil mengusap kepala dan menepuk-nepuk pelan punggung Kenzo.

Tak lama setelah itu Viona merasakan getaran dari tubuh Kenzo, cowok itu mengeluarkan tangisnya dipelukan Viona tanpa rasa malu.

Viona merasakan bahunya basah karena air mata Kenzo, dan diam-diam Viona ikut menjatuhkan air matanya.

~oOo~

"Cel, Ayah mau bicara sebentar," ucap  Martin—ayah Marcel— ketika melihat anaknya baru saja menuruni tangga.

"Ada apa, Yah?" tanya Marcel. Tidak biasanya sang Ayah berbicara serius seperti ini.

"Duduk dulu, sini."

Marcel dengan patuh dan menduduki sofa didepan Ayahnya duduk.

"Tadi Bunda kamu cerita sama Ayah. Siang tadi bunda menemui Mas Arga di restoran—"

"Bunda nemuin Papa Arga?" potong Marcel menyela ucapan sang Ayah.

"Dengerin dulu," tegur Ayahnya.

Marcel mengangguk pelan.

"Disana mereka dipergoki sama Kenzo. Dia marah dan terlihat kecewa sama Bunda. Sudah pasti Kenzo tidak akan balik kesini, makanya Ayah suruh kamu buat cari dia, nak."

"Sekarang, Yah?" tanya Marcel memastikan, karena malam ini dia akan keluar bersama Rara.

"Besok aja. Sekarang biarin adik kamu itu nenangin diri dulu. Papa minta satu hal, kamu jangan terpancing emosi sama Kenzo, karena kita semua sudah tau bagaimana adik kamu itu," jelas sang Ayah.

"Ayah tenang aja. Besok Marcel langsung mencari Kenzo ke apartement. Kalau gitu aku mau pamit mau jalan sama calon hehehe," pamit Kenzo yang terkekeh diakhir ucapannya.

"Iya, hati-hati dijalan. Dan jangan lupa kabarin bunda, karena bunda lagi sama kakaknya mengurus hal penting katanya."

"Iya Ayah. Assalamu'alaikum!"

"Wa'alaikumsalam!"

Martin Menghela napasnya, dia merasa prihatin atas masalah yang terjadi sama keluarga kakak iparnya itu.

Kenzo sudah dianggapnya seperti anak sendiri. Sedari anak itu kecil Martin sangat dekat dengan Kenzo. Dia menyayangi Kenzo seperti dia menyayangi Marcel anak kandungnya sendiri.

"Ayah harap kamu baik-baik aja, Ken. Semua sayang sama kamu," harap Martin bergumam pelan.

Dan semoga semua masalah ini cepat terselesaikan serta menemukan jalan keluar.

~oOo~

Setelah puas mengeluarkan semuanya, Kenzo terlelap karena kelelahan sehabis menangis.

Viona menaikkan selimut menutupi hingga bahu cowok itu.

Diluar sudah tidak lagi terang, jam menunjukkan pukul 20.03.

"Aku pulang ya," pamit Viona mengusap kepala Kenzo yang tengah terlelap.

Tanpa ragu sebelum pergi dia mengecup pelah dahi Kenzo dengan lembut. Bibirnya tertarik membentuk seulas senyum.

Dia berjalan keluar dari apartement milik Kenzo, memesan grab melewati aplikasi diponselnya. Saat ini dia juga butuh istirahat, butuh mandi supaya badannya kembali segar.

Besok dia akan kembali kesini sekalian mengambil tas serta baju sekahnya yang masih tertinggal di mobil milik Kenzo.

~oOo~

The DEVIL Bad Boy [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang