Dua orang itu muncul secara tiba-tiba, masih saling berpegangan tangan di sebuah jalan sempit yang diterangi oleh cahaya bulan.Sesaat mereka berdiri diam, meyakinan diri.
Setelah itu, mereka menyimpan tongkat masing-masing dibalik jubah dan mulai berjalan cepat ke arah yang sama.
Rumah bangsawan yang menawan itu terlihat dalam kegelapan di ujung jalan, cahaya berkilau dari jendela berpanel silang di lantai bawah. Di bagian kebun yang gelap, air mancur bergemericik.
Pintu depan mengayun terbuka kedalam ketika mereka mendekat, meskipun tak ada yang membukanya.
Koridor yang mereka lewati berukuran lebar, cahayanya redup, dan dihiasi dengan indah, permadani mewah menutupi sebagian besar lantai batu.
Ruang tamu dipenuhi orang-orang yang duduk membisu mengelilingi meja hias. Perabotan yang biasanya menghias ruangan itu telah disingkirkan hingga merapat ke dinding.
Penerangan ruangan itu berasal dari perapian pualam indah yang disepuh kaca.
Setelah mata mereka terbiasa dengan cahaya yang redup, mereka melihat pemandangan yang sangat aneh: sosok manusia yang tak sadarkan diri tergantung terbalik; jauh diatas meja, sesuatu berputar pelan seperti digerakkan suatu benang yang tidak terlihat, dan bayangannya terpantul cermin di atas permukaan meja yang mengilat.
Tidak seorang pun yang melihat ke atas, kecuali pemuda berparas pucat yang duduk hampir tepat di bawahnya. Sepertinya dia tidak mampu menahan diri untuk melihat ke atas tiap menit.
Verly dan Draco duduk di tempat mereka masing-masing. Draco tepat di tengah-tengah kedua orangtuanya, dan Verly persis disebelah kanan ayahnya, Voldemort. Dan Professor Snape tiba beberapa saat setelah mereka.
"Snape," terdengar suara jelas bernada tinggi dari ujung meja. "Kau hampir terlambat."
Sosok yang berbicara duduk tepat di depan perapian, membuat Snape hanya bisa melihat siluetnya.
Saat mereka mendekat, terlihat wajah bersinar dalam kegelapan, tidak memiliki rambut, seperti ular, dengan celah lubang hidung, dan pupil matanya berwarna merah vertikal. Wajahnya pucat seolah-olah memancarkan cahaya seputih mutiara.
"Severus, kemari," Voldemort menunjuk tempat duduk yang berada tepat disebelah kirinya.
Snape mengambil tempat yang disediakan untuknya. Snape memandang Verly—anak muridnya sendiri—dan merupakan orang yang telah memiliki rencana yang sama dengannya—tapi mereka malah duduk di tempat kepercayaan Voldemort. Mereka hanya saling pandang dalam diam. Mereka sama hebatnya sampai bisa bersandiwara di depan pangeran kegelapan. Bahkan sampai duduk dikedua sisinya. Dua orang yang Voldemort percaya.
Setiap mata disekitar meja memandang Snape, dan kepadanyalah Voldemort memulai pembicaraan. "Jadi?"
"Tuanku, Orde Phoenix berniat memindahkan Harry Potter dari tempat perlindungan yang selama ini ditempatinya, sabtu depan, menjelang malam."
Ketertarikan di sekitar meja memuncak: Beberapa terdiam, yang lain gelisah, semua menatap ke arah Snape dan Voldemort.
"Sabtu... menjelang malam," ulang Voldemort.
Mata merahnya menatap mata Snape yang hitam dan mampu membuat beberapa orang memalingkan wajah, mereka terlihat ketakutan seakan-akan mereka akan dibakar oleh keganasan tatapan itu.Snape, meskipun begitu, balas menatap Voldemort dengan santai, dan beberapa saat kemudian, mulut tanpa bibir Voldemort melekuk membentuk senyuman.
"Bagus. Bagus sekali. Dan informasi ini datangnya - "
KAMU SEDANG MEMBACA
Verlyndie [Draco Malfoy FanFiction] ✅
FanficVerlyndie, putri angkat Voldemort, memilih menghianati ayahnya sendiri setelah ia tahu kebenaran tentang kematian Cedric Diggory dalam Triwizard Tournament. Ini kisah tentang kehidupan Verlyndie Sievert, gadis muda keturunan Isolt Sayre, keturunan...