"Bagaimana Anda tahu?" kata Malfoy segera.
Rupanya dia menyadari betapa kekanak-kanakan kata-katanya tadi terdengar."Anda tak tahu saya sanggup berbuat apa saja," kata Malfoy, lebih kuat, "Anda tak tahu apa yang telah saya lakukan! Saya terpilih!"
"Oh, ya, aku tahu," kata Dumbledore lunak.
"Kau nyaris membunuh Katie Bell dengan kalung yang dikutuk, minuman yang diberi racun.. kau mencoba untuk membunuhku sepanjang tahun ini,"
"Yeah, tapi tidak ada menyadari siapa di belakang semua itu, kan?" cemooh Malfoy.
"Sebetulnya, aku tahu," kata Dumbledore. "Aku yakin kaulah orangnya."
"Maafkan aku, Draco, tapi usaha-usahamu itu jujur saja, sangat lemah.. sehingga aku bertanya-tanya sendiri apakah kau melakukannya dengan sepenuh hati ..."
"Dengan sepenuh hati!" kata Malfoy berapi-api. "Saya mengerjakannya sepanjang tahun, dan malam ini-"
"Tapi tadi kau mengatakan ... ya, kau berhasil memasukkan Pelahap Maut ke dalam sekolahku, yang, harus kuakui, kupikir tidak mungkin ... bagaimana kau melakukannya?"
Namun Malfoy tidak berkata apa-apa. Dia masih mendengarkan apa pun yang terjadi di bawah.Malfoy tampak seperti sedang berusaha keras menahan desakan untuk berteriak, atau muntah. Dia menelan ludah dan menarik napas dalam-dalam beberapa kali, menatap galak Dumbledore, tongkat sihirnya teracung tepat ke jantung Dumbledore.
Kemudian, seakan tak bisa menahan diri lagi, dia berkata, "Saya harus membetulkan Lemari Pelenyap di Ruang Kebutuhan yang sudah tidak digunakan selama bertahun-tahun."
"Aaaah." Desah Dumbledore itu sekaligus setengah erangan. Sesaat dia memejamkan matanya. "Pintar sekali ... ada kembarannya, kukira?"
"Satunya ada di Borgin and Burkes," kata Malfoy, "Dan keduanya membentuk semacam lorong di antara mereka. Borgin bahkan tidak tahu—hanya sayalah yang menyadari mungkin ada jalan masuk Hogwarts lewat kedua Lemari itu kalau saya membetulkan yang rusak."
"Bagus sekali," gumam Dumbledore. "Jadi, para Pelahap Maut bisa lewat dari Borgin and Burkes ke dalam sekolah untuk membantumu ... rencana yang cerdik, sangat cerdik ... dan, seperti yang kau katakan, tepat di depan hidungku."
"Waktunya tinggal sedikit, dengan cara bagaimanapun juga," kata Dumbledore. "Jadi, mari kita diskusikan pilihanmu, Draco."
"Pilihan saya!" kata Malfoy keras. "Saya berdiri di sini memegang tongkat sihir saya akan membunuh Anda,"
"Anakku yang baik, mari kita jangan berpura-pura lagi soal itu. Kalau memang akan membunuhku, kau sudah melakukannya waktu kau melucutiku tadi, kau tidak akan berhenti dulu untuk obrolan menyenangkan tentang cara dan sarana ini."
"Saya tak punya pilihan!" kata Malfoy, dan mendadak dia sepucat Dumbledore. "Saya harus melakukannya! Saya harus membunuh anda atau dia yang akan membunuh saya! Dia akan membunuh seluruh keluarga saya!"
"Aku menghargai kesulitan posisimu," kata Dumbledore. "Kalau tidak, kenapa menurutmu aku tidak mengkonfrontasimu sebelum ini? Karena aku tahu kau akan dibunuh jika Lord Voldemort menyadari aku mencurigaimu."
Draco Malfoy berjengit mendengar nama itu.
"Aku tidak berani bicara denganmu soal misi yang aku tahu telah dipercayakan kepadamu, siapa tahu dia menggunakan Legillimency terhadapmu," Dumbledore melanjutkan.
"Tapi biarkan aku membantumu, Draco."
"Tidak, Anda tak bisa," kata Malfoy, tongkat sihirnya bergetar hebat. "Tak ada yang bisa membantu saya. Dia menyuruh saya melakukannya, kalau tidak dia akan membunuh saya. Saya tak punya pilihan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Verlyndie [Draco Malfoy FanFiction] ✅
Fiksi PenggemarVerlyndie, putri angkat Voldemort, memilih menghianati ayahnya sendiri setelah ia tahu kebenaran tentang kematian Cedric Diggory dalam Triwizard Tournament. Ini kisah tentang kehidupan Verlyndie Sievert, gadis muda keturunan Isolt Sayre, keturunan...