07 - Rain

365 54 22
                                    

Hujan turun sangat deras. Membasahi setiap bangunan, tanah, dan apa pun yang berada di bawahnya. Setiap menit kilat terlihat di langit diikuti petir menyambar. Sangat keras dan memekakan telinga. Angin pun berhembus begitu kencang. Melengkapi buruknya cuaca saat ini.

Aguero, Cherise, dan Bam menatap keluar jendela setelah memutar posisi duduk. Mengamati keadaan luar yang benar-benar kacau.

Harusnya mereka sudah pulang sejak tiga puluh menit yang lalu usai latihan taekwondo Bam. Namun, akhirnya mereka justri terjebak di dalam cafe karena hujan turun tepat setelah Bam kembali bergabung dengan Aguero dan Cherise yang sedang menonton video di ponsel.

"Ini punya kalian!"

Tiga orang yang tengah melihat hujan menoleh bersamaan ketika mendengar seruan seseorang. Begitu melihat meja, terdapat tiga cup noodles tersaji dengan uap yang mengepul. Tanda jika baru saja matang.

"Terima kasih, guru!" ucap Bam sembari tersenyum lebar. Pemuda berambut cokelat dengan manik emas itu memutar posisi duduknya menjadi membelakangi meja.

"Terima kasih, Paman," Aguero tersenyum tipis dia akhir ucapan. Dia pun melakukan hal yang sama dengan Bam yaitu mengubah posisi duduknya.

Dua pemuda ini lalu mulai menyantap mie mereka masing-masing. Mengikuti orang yang duduk di depan mereka.

"Paman, kenapa membeli mie?" Cherise menatap cup noodles-nya dan orang di depan bergantian dengan pandangan menelisik.

"Memang kenapa? Mie itu enak," jawab sang Paman, Urek Mazino. Laki-laki yang hampir berusia 40 tahun itu tak menggubris lebih jauh pertanyaan dari sang keponakan. Terlalu menikmati mie yang disantap.

Kemudian hening. Hanya suara hujan deras yang terdengar. Ketiga laki-laki di sana menyantap makanan dalam diam. Sedangkan satu-satunya gadis di situ hanya duduk diam dengan tangan bersedekap.

Aguero yang telah lebih dulu menghabiskan mie-nya melirik gadis berambut putih di sebelah yang sedang diam. Wajahnya datar seperti biasa namun bibir yang sempat dia cium waktu itu terlihat sedikit mengerucut.

"Guru, benarkah guru akan segera menikah?"

Suara batuk terdengar setelahnya. Mazino terbatuk hebat karena tersedak kuah mie. Laki-laki bertopi itu kini menepuk-nepuk dadanya, mencoba menghentikan batuk. Sementara Bam dengan wajah panik menyodorkan segelas air mineral pada guru taekwondo-nya.

Pernikahan masih menjadi topik tabu untuk dibicarakan pada Mazino. Ya, begitu lah Aguero menangkap apa yang terjadi saat ini.

Paman Cherise yang cinta setengah matu pada Garam Zahard masih membutuhkan waktu untuk bisa menikahi sang wanita pujaan. Mungkin Aguero harus membawa Mazino pada Eduan untuk berguru.

"Dengar dari mana?"

Aguero mengerjapkan mata. Sepertinya dugaan tadi salah. Jika pernikahan masih menjadi hal tabu untuk dibicarakan, tidak mungkin Mazino akan mengatakan kalimat seperti itu.

"Tante Thalia," Bam menggaruk pipinya dengan jari telunjuk sambil tersenyum lebar menampilkan gigi.

Lagi, Aguero mengerjapkan mata ketika melihat Mazino tertawa malu-malu dengan muka memerah. Pemuda biru ini bahkan mengucek matanya untuk memastikan jika yang dilihatnya saat ini bukan halusinasi.

Seumur hidupnya mengenal Paman dari sang gadis pujaan, Aguero tidak pernah melihat Mazino bersikap malu. Kalau memalukan sering dia lihat.

Melihat orang narsis dengan tingkat kepercayaan diri sangat tinggi kini bersikap malu-malu membuat Aguero tak yakin dengan yang dilihatnya sendiri. Dia pikir tidak akan ada momen dimana dia bisa melihat wajah merah Mazino mengingat bagaimana narsistiknya atlit taekwondo itu.

𝐒𝐄𝐐𝐔𝐎𝐈𝐀 ✦ ᴋʜᴜɴ ᴀɢᴜᴇʀᴏ ᴀɢɴɪs ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang