8. The Second Meet

598 68 2
                                    

"Ayo makan siang." Ajak Tenten pada Hinata yang baru saja merapikan mejanya.

"Kau duluan saja. Aku menyusul nanti." Jawab Hinata sambil memilah beberapa kertas di tangannya. Ada beberapa berkas yang harus ia simpan secara terpisah.

"Benarkah? Aku sama sekali tidak bisa melupakan bagaimana suara perutmu terus saja menganggu waktu rapat kemarin." Tenten mengatakan hal itu sambil memperhatikan kuku-kuku jarinya. Sepertinya Minggu ini ia harus pergi manicure lagi.

"Bisakah kau tidak membahas itu?" Hinata sedikit kesal karena kejadian memalukan itu terus saja disinggung oleh Tenten.

"Tidak bisa. Itu sebabnya kau harus ikut makan siang denganku."

"Kau sangat perhatian, ya." Hinata berbicara dengan sarkas.

"Tentu saja aku sangat perhatian sebagai teman yang baik. Cepatlah! Kau lamban sekali seperti siput." Kemudian Tenten berjalan mendahului Hinata.

Jika melihat interaksi antara Tenten dan Hinata, mungkin sebagian orang akan mengira bahwa keduanya tidak memiliki hubungan yang begitu baik karena mereka selalu berbicara dengan sarkasme dan nada sinis. Namun jika diperhatikan kembali keduanya memang memiliki sifat yang hampir serupa. Jadi kesimpulannya, mereka cukup akrab.

Hinata dan Tenten memilih untuk makan siang di kantin kantor karena dekat. Tiap meja di sana sudah hampir penuh dengan para karyawan.

"Tumben sekali kau tidak pergi makan siang dengan karyawati bagian keuangan?" Tanya Hinata sesaat sebelum menyuapkan nasi ke mulutnya.

"Akhir-akhir ini para rubah betina itu sangat menyebalkan."

Hinata mengangkat sebelah alisnya begitu Tenten menyebut para karyawati tersebut.

"Kenapa? Kukira kau cukup akrab dengan mereka."

"Ya, cukup akrab untuk dijadikan teman bergosip. Tapi kalau kau tidak bersama mereka giliranmu yang akan dibicarakan oleh mereka."

"Aneh sekali. Terkadang aku sedikit bingung dengan pertemanan semacam itu."

"Itu sebabnya aku kesal sekali dengan mereka." Tenten menyuapkan sepotong karage ke mulutnya. "Yang membuatku makin kesal, mereka sampai membawa-bawa namamu di pembicaraan mereka."

"Benarkah? Aku merasa tidak punya masalah apapun dengan mereka."

"Kemarin saat aku menggunakan toilet di lantai 4, mereka bilang kalau kau merayu keponakan Pak Sarutobi. Aku tau itu tidak benar."

Hinata terdiam. Lalu ingatannya kembali pada saat ia pertama kembali bertemu dengan pria bernama Nara Shikamaru itu.

"Hahahaha..." Tenten terkejut Hinata tiba-tiba saja tertawa.

"Hei, kau ini kenapa?" Tanya Tenten dengan raut heran diwajahnya.

"Aku baru sekali bertemu bagaimana bisa aku merayunya?" Hinata kembali tertawa atas fakta yang baru saja diketahuinya.

"Jadi kau pernah bertemu dengannya?" Tenten bahkan baru saja mengetahui hal ini.

Hinata mengangguk. Kembali melanjutkan makannya.

"Benarkah? Kapan? Kenapa kau tidak pernah cerita?"

"Saat Akimichi memintaku membawakan laporan untuk pak Sarutobi lagipula untuk apa juga aku menceritakannya?"

"Ini berita besar!" Sahut Tenten heboh membuat Hinata mengernyit. "Lalu setelah itu? Apa yang terjadi?"

"Saat aku menunggu bus di halte, dia sempat menawariku untuk mengantar pulang."

"Sungguh? Ini hebat!" Tenten makin heboh, Hinata makin malu. Meja mereka menjadi pusat perhatian para pengunjung kantin.

"Bisa kau pelankan sedikit suaramu?" Terus Hinata kesal.

COMMITMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang