17. The Conversation

428 60 2
                                    

Perasaan Hinata sedikit tidak nyaman semenjak ia mendudukkan bokongnya di kursi meja kerjanya. Memang saat memasuki area kantor tidak ada apapun yang terjadi, tapi tatapan intens Tenten padanya membuat Hinata jengah juga.

Hinata sudah mengatakan semua yang ditanyakan gadis itu. Namun tetap saja gadis bercepol dua itu masih menatapnya dengan pandangan menelisik seakan-akan mencari tau sendiri jika masih ada sesuatu yang disembunyikan oleh Hinata.

"Mau sampai kapan kau menatapku terus?" Ujar Hinata yang masih fokus pada layar komputer di depannya.

"Sampai kau mengatakan semuanya padaku."

"Aku sudah mengatakan semuanya padamu."

"Sungguh?" Kedua netra Tenten memicing curiga. "Tidak ada lagi yang kau sembunyikan?"

"Harus berapa kali kubilang tidak ada?" Terus-terusan ditanya demikian membuat Hinata kesal juga. Gadis itu mengalihkan stensinya pada Tenten dengan kening berkerut.

"Aku ingin hanya memastikan saja. Kalau tidak ada apa-apa kenapa Shikam-" Seketika ucapan Tenten berhenti akibat ulah hinata membungkamnya. Wajah gadis itu nampak sedikit panik dengan mata melotot. Memperingatkannya untuk tidak melanjutkan kata-katanya.

"Kau gila? Ini masih di kantor. Jangan mengatakan hal yang aneh-aneh."

Benar. Hampir saja Tenten kelepasan. Jika ia mengatakan hal itu dan ada yang mendengarnya, itu hanya akan menambah masalah untuk hinata.

Tenten mengangguk dan hinata melepaskan tangannya dari Tenten.

*****

Makan siang kali ini Hinata dan Tenten lebih memilih untuk makan di luar kantor dibanding cafetaria atau kantin, terlalu rentan akan kebocoran informasi. Lebih tepatnya, Tenten yang mengajak karena gadis itu masih cukup penasaran. Ia tahu tentang hubungan Hinata dan Shikamaru seperti apa. Hanya saja, ia tidak menyangka sudah sejauh itu. Ia merasa ketinggalan jauh tentang hubungan mereka. Pasalnya, hinata hampir tidak pernah membahas apapun tentang itu.

"Aku masih tidak menyangka Nara Shikamaru berani melakukan itu."

Hinata mengernyit melihat tingkah Tenten. Gadis itu masih saja mengoceh padahal ia sedang mengunyah makanannya. Jika itu Hanabi, mungkin saja Hinata sudah memukul mulutnya menggunakan sendok.

"Tapi itu bukan ciuman pertamamu kan?" Tenten lagi-lagi menatapnya dengan pandangan menyelidik. Apakah perempuan ini ingin beralih profesi menjadi detektif?

"Tentu saja bukan."

"Tentu saja. Lalu bagaimana dengan pacarmu? Bukankah itu aneh karena kau memiliki pacar tapi dekat dengan Shikamaru?" Tenten benar-benar penasaran dengan hal itu. Sedari kemarin ia sudah sangat gatal untuk brtanya, namun ia takut menyinggung Hinata. Tapi rasa penasarannya jauh lebih besar.

"Aku sudah putus dengannya beberapa waktu lalu." Jawab Hinata enteng.

"Apa? Kenapa kau tidak mengatakannya padaku?"

"Kau tidak bertanya."

"Itu karena kau terlihat baik-baik saja."

"Aku memang baik-baik saja." Itu tidak sepenuhnya bohong.

"Astaga! Apanya yang baik-baik saja dari kau putus dengan kekasihmu?"

"Ehmm... Entahlah?" Jawaban itu jelas terdengar sangat tidak meyakinkan.

Tenten seakan-akan kehilangan kata-kata. Ternyata dia sudah ketinggalan banyak berita.

Gadis bercepol dua itu menggeleng tidak habis pikir. "Lagipula, apa kau gila karena sudah memutuskan pria setampan itu?" Kenapa para gadis cantik selalu saja menyia-nyiakan para pria tampan? Tenten saja tidak berani untuk memikirkan apakah jodohnya nanti akan tampan atau tidak.

COMMITMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang