Detik-detik jarum jam terus berbunyi di tengahnya malam. Sudah pukul sebelas malam. Hinata sudah berbaring di atas ranjangnya. Amethystnya masih belum terpejam juga. Gadis itu masih ingat dengan kejadian beberapa waktu lalu.
Jika dipikirkan kembali, memang Hinata menunggu penjelasan yang akan diberikan oleh Shikamaru dan ia sudah mendapatkannya. Memangnya apa yang Hinata harapkan?
Sekarang ada banyak hal yang memenuhi kepala Hinata. Hal-hal itu pulalah yang ingin ia tumpahkan.
Gadis itu mengambil posnelnya. Menelusuri kontak demi kontak yang tertera di dalamnya memikirkan siapa yang harus ia hubungi. Saat menggulirkan ibu jarinya ke atas, ia pun berhenti pada satu nama. Menimbang apakah ia harus menghubunginya sekarang atau tidak. Mungkin sekarang memang saat yang tepat untuk menghubunginya memngingat orang tersebut terlalu sering bergadang.
Lantas Hinata pun menekan tombol panggil dan terdengar nada sambung.
"Halo." Panggilanpun langsung diterima oleh oleh orang di seberang sana.
"Neji-nii."
"Hm. Ada apa? Tumben sekali menghubungiku tengah mlam begini? Kau belum tidur?"
Hinata tersenyum mendengar rentetan pertanyaan dari kakak sepupunya tersebut. "Aku bingung menjawab pertanyaanmu yang mana lebih dulu."
"Jawab saja secara berurutan."
"Baiklah. Tidak ada. Aku hanya rindu pada kalian. Ya, aku belum bisa tidur."
"Kau ada masalah? Mau cerita?" Seperti biasa. Neji selalu peka.
"Bukankah kita selalu punya masalah?"
"Kau biasanya selalu datang padaku kalau punya masalah. Kalau tidak mau cerita sekarang tidak apa. Kau tahu aku akan selalu mendengarkan."
"Terima kasih." Hinata sadar kalau ternyata ia belum siap untuk mengatakan semuanya pada Neji.
"Mau kutemani sampai kau tertidur?"
"Boleh. Memangnya Neji-nii sedang tidak sibuk?" Hinata mengubah posisi tidurnya menjadi menyamping agar merasa lebih nyaman.
"Tidak juga. Aku sedang mempelajari diagnosa salah satu pasienku."
"Sepertinya menjadi dokter cukup sulit."
"Tidak, selama aku menjalaninya dengan sepenuh hati."
"Baiklah. Kau memang dokter teladan." Terjadi jeda sesaat. "Bagaimana kabar ayah?"
"paman baik-baik saja. Tidak perlu khawatir. Hanabi merawatnya dengan sangat baik."
"Syukurlah.Hinata memejamkan matanya. Rasa kantuk prlahan mulai datang.
Terjadi jeda sesaat. Hinata masih bingung apakah ia harus mengatakan apa yang ada dipikirannya saat ini atau tidak. Neji juga tidak memaksa agar Hinata berbicara.
"Neji-nii."
"Hm?"
"Apa yang harus kulakukan?"
Tidak ada jawaban seakan Neji menunggu Hinata untuk kembali berbicara. Hinata selalu bersyukur bahwa Neji adalah pendengar yang baik. Kakak sepupunya itu tidak tidak suka memotong pembicaraan orang lain.
"Saat ini aku merasa sangat ragu." Lanjut Hinata.
"Ragu tentang apa?"
"Entahlah."
"Kau meminta saran dariku?"
"Kalau tidak, untuk apa aku menghubungimu tengah malam begini."
"Bagaimana aku bisa membantumu kalau kau sendiri tidak tahu apa yang sedang kau ragukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
COMMITMENT
FanfictionHinata sangat menyukai kejujuran. Semenyakitkan apapun itu. Namun jika kepercayaan yang sudah ia berikan dirusak oleh kekasihnya, apa yang akan Hinata lakukan? A Naruto Fanfiction Desclaimer Masashi Kishimoto